Disetujui Jadi UU, Begini Rasio Legis Terbitnya UU Sistem Perbukuan
Utama

Disetujui Jadi UU, Begini Rasio Legis Terbitnya UU Sistem Perbukuan

Mewujudkan buku yang terjamin dari segi mutu, harga murah, dan akses yang merata. Pengawasan terhadap buku mengedepankan aspek preventif.

Oleh:
ROFIQ HIDAYAT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Palu sidang diketuk pimpinan rapat paripurna DPR oleh Fadli Zon. Tanda persetujuan dalam forum tertinggi pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Perbukuan. Pengambilan keputusan tanpa ada perdebatan. RUU tentang Sistem Perbukuan resmi sudah menjadi UU. Baca Juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya

Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harsya dalam laporan akhirnya mengatakan RUU Sistem Perbukuan disusun berdasarkan kebutuhan dalam menjawab permasalahan dalam pembangunan kompetensi masyarakat. Yakni berbasis pengetahuan melalui buku. Pasalnya, minat baca yang rendah masyarakat menjadi potret tersendiri terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM).

Data Unesco menunjukan minat baca bangsa Indonesia berada pada angka 0,001. Artinya, hanya 1 orang yang membaca per 1.000 penduduk. Potret tersebut mendorong Komisi X menginisiasi terbentuknya RUU tentang Sistem Perbukuan. “Kebijakan ini mewujudkan buku yang terjamin dari segi mutu, harga murah, dan akses yang merata,” ujarnya.

Menurutnya, upaya pembangunan dan peningkatan budaya literasi, perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Bahkan, mendorong masyarakat untuk berperan dalam tingkat global. Karena itu, diperlukan penyelenggaraan tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui pengaturan sistem perbukuan yang sistematis, menyeluruh, dan terpadu.

Lebih lanjut dia menerangkan intisari RUU tentang Sistem Perbukuan terdiri dari 12 Bab dan 72 Pasal yang memiliki beberapa sasaran. Pertama, UU ini untuk menjamin ketersediaan buku bermutu, murah dan merata. UU ini tak hanya buku bersifat umum, tetapi meliputi buku pendidikan. Karena itu, diperlukan politik anggaran perbukuan fokus pada penyediaan buku teks utama tanpa dipungut biaya yang digunakan proses pembelajaran wajib belajar (wajar) 9 tahun dan wajar 12 tahun.

Kedua, menjamin penerbitan buku bermutu, serta pengawasan terhadap buku yang beredar di pasaran. Ketiga, menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan. Nah substansi itu, kata Riefky, menjadi penegasan  terhadap perlindungan hukum atas hak cipta seperti diatur UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Keempat, memberi peluang tumbuh kembang dunia perbukuan. Setidaknya, RUU tersebut memberikan kewenangan terhadap pemerintah pusat dalam memberikan insentif fiskal bagi perkembangan perbukuan. Kelima, memperjelas tugas dan fungsi serta kedudukan pemerintah dan pelaku usaha perbukuan.

Mewakili pemerintah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan pemerintah berterima kasih atas prakarsa DPR menginisiasi hadirnya RUU tentang Sistem Perbukuan. Dikatakan Yasonna, regulasi terkait dengan perbukuan dapat mengatasi permasalahan tentang perbukuan.

Menurutnya, penyusunan RUU tentang Sistem Perbukuan ini bentuk perwujudan  tanggung jawab (negara) dan amanat konstitusi dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Pasal 31 ayat (5) UUD 1945 disebutkan:  “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

Lebih jauh mantan anggota DPR periode 2009-2014 dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menilai pemenuhan pemikiran budaya literasi mesti didorong dengan kepemilikan buku dengan harga murah, terjangkau, dan merata. Karena itu, dukungan sistem tata kelola perbukuan mesti diwujudkan. Baginya, yang pasti, RUU tentang Sistem Perbukuan, yang telah disetujui menjadi UU ini, tidak membatasi kebebasan berekspresi.

“Tetapi, mendorong agar bertanggung jawab menuju Indonesia bersaing. Pengawasan terhadap buku tetap mengedepankan aspek preventif,” katanya. Baca Juga: Ini RUU Berstatus Pembahasan di Tingkat I

Selain itu, ada dua RUU yang juga disahkan menjadi UU yakni RUU Kebudayaan dan RUU Persetujuan Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina Soal Zona Ekonomi. Sebelumnya, ada 19 RUU yang sudah berstatus masuk dalam pembahasan tingkat pertama antara DPR dengan pemerintah sejak Januari 2017. Berikut Daftarnya:
NoNama Rancangan Undang-UndangDraf Naskah Akademik Disiapkan Oleh
1 RUU tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah
2 RUU tentang Pertanahan. DPR
3 RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pemerintah
4 RUU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. DPR
5 RUU tentang Arsitek.  DPR
6 RUU tentang Kewirausahaan Nasional. DPR
7 RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. DPR
8 RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (dalam Prolegnas 2015-2019, tertulis: RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri). DPR
9 RUU tentang Sistem Perbukuan. DPR
10 RUU tentang Kebudayaan. DPR
11 RUU tentang Ekonomi Kreatif. DPD
12 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pemerintah
13 RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pemerintah
14 RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. DPR
15 RUU tentang Wawasan Nusantara. DPD
16 RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.  Pemerintah
17 RUU tentang Kitab Hukum Pemilu (dalam Prolegnas 2015-2019 tertulis: RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum). Pemerintah
18 RUU tentang Kepalangmerahan. Pemerintah
19 RUU tentang Jabatan Hakim. DPR
Sumber: Badan Legislasi DPR
Tags:

Berita Terkait