Kapolri Minta Kapolda Evaluasi Kewenangan Diskresi Anggotanya
Berita

Kapolri Minta Kapolda Evaluasi Kewenangan Diskresi Anggotanya

Khususnya dalam menilai situasi, mampu menentukan tindakan yang tepat dan mengambil keputusan.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Kapala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian saat melantik sejumlah perwira tinggi di Mabes Polri, Jakarta, Jum'at (28/4).
Kapala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian saat melantik sejumlah perwira tinggi di Mabes Polri, Jakarta, Jum'at (28/4).
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian meminta seluruh kapolda untuk mengevaluasi kewenangan diskresi para jajarannya menyusul terjadinya dua kasus salah tembak di Lubuklinggau, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.

"Saya minta didalami apakah anggota tersebut punya kemampuan dalam menggunakan kewenangan diskresi? Perhatikan juga apa latihan yang diberikan sudah cukup sebagai bekal anggota polisi?" kata Jenderal Tito di Mabes Polri, Jakarta ,sebagaimana dikutip Antara, Jumat (28/4).

Tindakan diskresi adalah kemampuan menilai sebuah peristiwa dan kemudian mengambil opsi tindakan yang tepat dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat. Menurut dia, tindakan diskresi ini merupakan kewenangan yang melekat pada seluruh anggota polisi di dunia, termasuk anggota Polri. (Baca Juga: Tembak Warga Sipil, Kanit Reskrim Dimutasi Jadi Staf)

Menurut dia, seorang polisi dapat dikatakan memiliki kemampuan diskresi yang baik bila memenuhi sejumlah syarat, yakni mampu menilai situasi, mampu menentukan tindakan yang tepat dan mampu mengambil keputusan. Kapolri mengatakan pentingnya polisi menentukan tindakan diskresi yang tepat karena bila salah mengambil keputusan bisa mengakibatkan kehilangan nyawa atau dipenjara.

Lebih lanjut Kapolri meminta Divisi Teknologi Informasi (Div TI) dan Asisten Perencanaan Kapolri untuk mengadakan pelatihan di markas-markas kepolisian mulai dari tingkat resor hingga daerah. "Latihan secara berkala sehingga saat berhadapan dengan pelaku kejahatan, dia tahu apa yang harus dilakukan," katanya.

Sebelumnya anggota Sabhara Polres Lubuklinggau Brigadir K ditetapkan sebagai tersangka dalam penembakkan kendaraan Honda City bernopol BG-1488-ON yang menewaskan dua orang bernama Surini dan Indrayani. (Baca Juga: Anggota Brimob Penembak Warga Papua Terancam Pidana)

Brigadir K mengejar dan menembaki mobil tersebut karena merasa curiga lantaran pengemudi mobil menerobos razia kendaraan bermotor dan berupaya menabrak petugas. Brigadir K menembak menggunakan senjata SS1 V2 buatan PT Pindad.

Tak lama berselang, pada Rabu (26/4) subuh, seorang polisi di Kota Bengkulu, berinisial BS salah menembak dan mengakibatkan anaknya meninggal dunia. Mulanya, BS keluar dari kamarnya. BS kemudian mendengar suara pintu dan kemudian berinisiatif mengambil senjata dan menembak ke arah korban.

Ia tak melihat siapa korbannya karena rumahnya ketika itu keadaannya gelap. Peluru mengenai ketiak kanan korban yang tak lain adalah anak pelaku, berinisial BA (14 tahun). BA akhirnya meninggal dunia.

Untuk diketahui, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015: 334) mengartikan diskresi sebagai kebebasan mengambil keputusan sendiri dalam setiap situasi yang dihadapi. (Baca Juga: Bahasa Hukum: ‘Diskresi’ Pejabat Pemerintahan)

Kamus Hukum terbitan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN, 2004: 68) mendefinisikannya sebagai kekuasaan bertindak dari pejabat pemerintah dalam situasi tertentu berdasarkan keyakinannya yang mengarah pada kebaikan, keadilan, dan kelayakan.

Kata diskresi berasal dari bahasa asing. Coba simak makna kata discretion dalam Black’s Law Dictionary, edisi ketujuh (1999: 479) discretion mengandung dua pengertian. Diskresi bisa diartikan sebagai ‘a public official’s power or right to act in certain circumstances according to personal judgement and conscience’. Pengertian yang pertama ini sering disebut juga discretionary power. Diskresi juga bisa bermakna ‘the capacity to distinguish between right and wrong, sufficient to make a person responsible for his/her own actions’. Lalu, diskresi juga bisa diartikan sebagai ‘wise conduct and management; cautious discernment; prudence’.

Discretiedalam kamus bahasa Belanda diartikan sebagai ‘kesederhanaan, sifat hati-hati, sifat diam, kesadaran untuk tidak menyampaikan sesuatu’ (S. Wojowasito, 2003: 146).

Istilah diskresi selama ini lebih banyak dikaji dalam bidang hukum administrasi negara. Namun, diskresi tampaknya bukan hanya domain bupati, walikota, gubernur, atau menteri. Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim pun dianggap punya diskresi. Aparat penegak hukum seperti polisi dan hakim punya diskresi (Baca artikel: Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi, dan artikel Diskresi Hakim: Pandangan Orang Dalam).

Darmoko Yuti Witanto dan Arya Putra Negara Kutawaringin, dua orang hakim, menulis buku Diskresi Hakim, Sebuah Instrumen Menegakkan Keadilan Substantif dalam Perkara-Perkara Pidana (2013). Mereka menulis berdasarkan sifatnya diskresi dibagi atas diskresi terikat dan diskresi bebas. Pembagian ini terkait kebebasan hakim memilih langkah apa yang akan ditempuh. Misalnya keputusan untuk menahan atau menghukum seseorang.

Mantan hakim agung, Abbas Said, termasuk yang mencoba menjadikan diskresi sebagai fokus kajiannya saat menempuh doktor ilmu hukum di Universitas Padjadjaran Bandung. Disertasinya, ‘Pengawasan Terhadap Penggunaan Diskresi oleh Polisi dan Jaksa dalam Proses Penegakan Hukum Pidana’, banyak mengutip definisi dan cakupan diskresi.

Menurut Abbas (2013: 40), pada dasarnya diskresi adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri. Diskresi diperlukan sebagai pelengkap asas legalitas, yaitu asas hukum yang menyatakan bahwa setiap tindakan atau perbuatan administrasi negara harus berdasarkan ketentuan undang-undang. Masalahnya, tidak semua undang-undang mengatur semua tindak tanduk pejabat pemerintah. Karena itu diperlukan kebebasan atau diskresi bagi pejabat dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Tags:

Berita Terkait