Menunggu Palu Hakim
Editorial

Menunggu Palu Hakim

Kini tugas majelis hakim untuk menentukan apakah seluruh unsur pasal-pasal yang dituduhkan kepada Ahok terbukti atau tidak.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki babak akhir. Penuntut umum telah menguraikan tuntutannya pekan lalu. Begitu juga dengan terdakwa dan tim penasihat hukumnya yang telah menepis tuntutan jaksa melalui nota pembelaan atau pledoi.

Sebagian orang beranggapan, kasus ini tak layak untuk disidangkan. Sementara, sebagian lagi mengatakan sebaliknya. Apapun itu, kasus telah bergulir ke meja hijau dan sidang harus terus dilanjutkan. Puluhan saksi hingga ahli pun telah dihadirkan di muka sidang.

Pro dan kontra publik seputar kasus ini telah ramai jauh sebelum memasuki tahap persidangan dan masih terus terjadi hingga persidangan hampir berakhir.

Kini, giliran majelis hakim yang menjadi penentunya. Pertimbangan demi pertimbangan dengan unsur kehati-hatian menjadi latarnya. Di tangan kelima “Wakil Tuhan” itu, nasib Sang Gubernur DKI dipertaruhkan. Apakah terbukti melanggar seperti yang dituduhkan penuntut umum, atau malah bebas dari segala tuntutan.

Dua pasal yang dijerat oleh jaksa dalam dakwaan Ahok, Pasal 156 dan Pasal 156a huruf a KUHP. Dari awal persidangan hingga menjelang bermuara, kini tugas majelis hakim untuk menilai apakah seluruh unsur pasal-pasal tersebut terbukti atau tidak. Dan perlu diingat, keyakinan yang sungguh-sungguh wajib melatari pertimbangan putusan ini.

Setidaknya, ada pegangan bagi para hakim untuk menentukan sikap dalam perkara ini. Pasal 183 KUHAP menyebutkan, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Apa saja alat bukti itu? Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebutkan, alat bukti yang sah adalah; keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Jika majelis ingin lebih yakin lagi, bisa dikaitkan dengan Pasal 185 dan Pasal 186 KUHAP.

Apapun putusan majelis hakim dalam perkara ini tetap harus dihormati semua pihak. Dalam hal ini, kita perlu mengingat kembali salah satu asas hukum penting yaitu, res judicata pro veritate habetur, yang berarti apa yang diputus hakim harus dianggap benar, sampai memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau diputus lain oleh pengadilan yang lebih tinggi (kalau diajukan banding atau kasasi).

Kedua pihak bisa legowo terhadap putusan yang dijatuhkan majelis hakim. Namun, jika putusan hakim dianggap tidak benar, maka kebenaran dan keadilan dapat terus dicari ke pengadilan yang lebih tinggi. Inilah cara yang, bukan saja benar, tapi juga terhormat.

Proses elektoral akan datang dan pergi sebagai konsekuensi pilihan pada sistem demokrasi. Kita tentu berharap agar proses ini, berikut seluruh biaya ekonomi politik yang kita tanggung bersama, akan memberikan pendidikan tentang demokrasi dan penegasan komitmen sebagai negara hukum, bagi bangsa ini.
Tags: