Pemerintah Siapkan Aturan Kejar Potensi Pajak
Berita

Pemerintah Siapkan Aturan Kejar Potensi Pajak

Khusus bagi wajib pajak yang belum mengikuti maupun tidak sepenuhnya melaporkan harta maupun aset dalam program amnesti pajak.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Antrian warga yang ingin mengurus pengampunan pajak. Foto: RES
Antrian warga yang ingin mengurus pengampunan pajak. Foto: RES
Pemerintah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah untuk mengejar potensi pajak dari wajib pajak (WP) yang belum mengikuti maupun tidak sepenuhnya melaporkan harta maupun aset dalam program amnesti pajak. Aturan ini disiapkan agar ada kepastian hukum bagi wajib pajak maupun aparat penegak hukum.

"Kita membuat aturannya supaya ada kepastian hukum bagi wajib pajak maupun aparat pajak, karena tidak rinci dijelaskan dalam UU," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat koordinasi membahas rancangan Peraturan Pemerintah tentang pengenaan pajak penghasilan tertentu berupa harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (10/5).

Darmin menjelaskan aturan turunan ini akan berisi hal-hal yang lebih mendetail dari amanat Pasal 18 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Melalui aturan ini nantinya diharapkan dapat memudahkan para pegawai pajak dalam mengejar kepatuhan para wajib pajak.

"UU itu mengamanatkan bahwa mereka yang tidak mengikuti amnesti, ada yang harus diselesaikan. Kita harus membuat aturannya secara rinci, tarifnya berapa, dendanya berapa. Pokoknya itu diatur secara jelas, sehingga tidak bisa ditafsirkan lain dalam pelaksanaan," ujarnya.

(Baca Juga: Ingat! Penegakan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak Pasca Tax Amnesty Berakhir)

Darmin memastikan aturan turunan ini akan memberikan penjelasan perihal sanksi bagi kelompok wajib pajak yang sama sekali tidak ikut amnesti dan wajib pajak yang telah ikut namun tidak melaporkan harta maupun aset seluruhnya. "Ini harus didiskusikan panjang lebar, kita berusaha dalam waktu cepat. Dalam satu atau dua bulan ini," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan aturan turunan ini segera diterbitkan, karena ini akan memberikan kepastian bagi pegawai pajak yang ingin memeriksa lebih lanjut harta maupun aset para wajib pajak yang belum patuh. Ia berharap, rancangan peraturan pemerintah ini bisa selesai sebelum semester II-2017, agar pelaksanaan dari pasal 18 bisa efektif untuk mendorong penerimaan pajak dari upaya pemeriksaan lebih lanjut.

Dalam pasal 18 UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dijelaskan wajib pajak yang telah memperoleh surat keterangan, kemudian ditemukan ada harta maupun aset yang belum maupun kurang diungkap dalam Surat Pernyataan, maka harta maupun aset dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan.

(Baca Juga: DJP Tambah Wewenang Account Representaive Periksa WP Pasca Tax Amnesty)

Dengan demikian, tambahan penghasilan yang dimaksud dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang bayar.

Reformasi Perpajakan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan kerja Tim Reformasi Perpajakan harus selesai pada tahun ini mengingat pada tahun-tahun berikutnya upaya tersebut akan mengalami banyak tantangan. "Reformasi harus tahun ini. Kalau tahun depan, sudah tidak bisa karena lebih dari 100 pilkada dan semua anggota DPR sudah ancang-ancang untuk (pemilu anggota legislatif) 2019," katanya.

Sebagaimana diketahui, upaya reformasi perpajakan tersebut bertujuan mewujudkan sistem perpajakan ideal yang adil, transparan, dan akuntabel melalui kepatuhan pajak sukarela dan otoritas yang kredibel. Terdapat tiga pihak dalam tim reformasi sektor pajak, yaitu pemerintah, pengamat, dan penasihat.

"Target utamanya rasio pajak meningkat menjadi 14 persen pada tahun 2020. Jadi, dalam 3 hingga 4 tahun ke depan target rasio pajak naik menjadi 14 persen dari sekarang 11 persen," kata Yustinus. (Baca Juga: Revisi Aturan Controlled Foreign Company untuk Jerat Korporasi Penghindar Pajak)

Ia mengatakan bahwa Tim Reformasi Perpajakan ingin memanfaatkan momentum pengampunan pajak supaya bisa melakukan perbaikan yang signifikan. Terdapat empat hal program kerja yang berupaya dioptimalkan oleh Tim Reformasi Perpajakan, pertama terkait dengan perbaikan regulasi baik itu regulasi UU maupun turunannya.

"Sekarang sedang digodok, (revisi) Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan sedang dibahas di DPR," kata Yustinus.

Ia juga menjelaskan bahwa program kerja berikutnya, yaitu perubahan desain kelembagaan, termasuk kemungkinan Direktorat Jenderal Pajak, menjadi badan semiotonom serta perbaikan administrasi berbasis teknologi informasi. Berikutnya, area terakhir, yaitu menyangkut perbaikan di bidang SDM DJP melalui penambahan jumlah tenaga fungsional supaya lebih mengefektifkan pengawasan.

"Akan ada perpres khusus untuk pengadaan IT supaya DJP tidak terbelenggu oleh cara pengadaan di APBN. Sekarang ada long term dengan perpres khusus sehingga DJP punya keleluasaan mengelola anggaran untuk proyek IT sehingga akan lebih bagus," ucap Yustinus.
Tags:

Berita Terkait