Tanggapan MA terkait Promosi Tiga Hakim Kasus Ahok
Berita

Tanggapan MA terkait Promosi Tiga Hakim Kasus Ahok

Promosi dan mutasi hakim ini sudah dipersiapkan sejak lama dan merupakan kegiatan rutin dan berkelanjutan yang dilakukan secara profesional.

Oleh:
AID
Bacaan 2 Menit
Tanggapan MA terkait Promosi Tiga Hakim Kasus Ahok
Hukumonline
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi membenarkan adanya promosi jabatan kepada tiga hakim PN Jakarta Utara yang menangani dan memutus perkara Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tiga hakim yang dipromosikan yakni Dwiarso Budi Santriarto yang sebelumnya Ketua PN Jakarta Utara dipromosi menjadi Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Bali.

Dua hakim lain, Abdul Rosyad dari Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dipromosi menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah dan Jupriyadi dari Wakil Pengadilan Negeri Jakarta Utara dipromosi menjadi Kepala Pengadilan Negeri Bandung. Ketiganya dipromosikan melalui Tim Promosi dan Mutasi (TPM) bersama 385 hakim lain tertanggal 10 Mei 2017. Sontak, promosi jabatan ketiga hakim ini menjadi pertanyaan publik.

Suhadi menegaskan promosi yang diperoleh ketiga hakim ini tidak ada sangkut pautnya dengan putusan perkara Ahok yang sebelumnya mereka tangani. “Memang kebetulan tiga hakim ini masuk dalam daftar nama 388 hakim pengadilan umum seluruh Indonesia yang mendapat promosi dan mutasi,” kata Suhadi yang dihubungi Hukumonline melalui telepon, Jumat (12/5). Baca Juga: Putusan, Penahanan Ahok dan Masa Transisi Peradilan

Sementara, Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas MA D.Y. Witanto mengatakan tiga hakim ini mendapatkan promosi sesuai pengumuman hasil rapat Tim Promosi dan Mutasi Hakim (TPM) pada tanggal 10 Mei 2017. Baginya, sistem mutasi dan promosi hal lazim untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Biasanya, sistem promosi dan mutasi hakim per lima tahun sekali.

“Sifatnya periodik, mereka sudah saatnya dipromosi atau dimutasi. Karena masa tugasnya maupun pangkatnya sudah pantas mendapatkan promosi. Jadi tidak ada kaitannya dengan putusan Ahok,” kata dia. 

Witanto menjelaskan apabila seorang hakim tingkat pertama diangkat menjadi hakim tinggi atau menjadi ketua pengadilan negeri adalah promosi. Tetapi, jika hakim tingkat pertama dipindahkan ke pengadilan negeri lain adalah mutasi. Kalau mutasi sifatnya periodik, sedangkan promosi karena pangkat dan golongannya sudah memenuhi yang ditambah dengan prestasi yang baik.

“Jadi Majelis Hakim yang menangani kasus Ahok itu memang sudah saatnya dipromosikan untuk kebutuhan oranisasi. Ini tidak ada kaitannya dengan putusan ahok, kebetulan saja moment-nya hampir bersamaan,” tegasnya. (Baca juga: Testimonium de Auditu di Vonis Ahok)

Menurutnya, promosi biasanya berkaitan dengan golongan, pangkat, dan prestasi. Tiga hakim yang menangani kasus ahok masuk dalam kategori hakim yang dipromosi. “Justru jika dilihat dari pangkat ketiga hakim yang menangani kasus ahok sudah terlambat untuk dipromosikan dari teman-temannya, teman-teman seangkatannya sudah ada yang menjadi hakim tinggi saat ini,” kata dia.

“Kami melihat hal ini biasa saja, tidak sebagai penghargaan karena memang sudah semestinya dipromosikan, sebenarnya malah sudah terlambat daripada teman-teman seangkatannya.”

Yang jelas, kata dia, promosi dan mutasi hakim ini sudah dipersiapkan sejak lama dan merupakan kegiatan rutin dan berkelanjutan yang dilakukan secara profesional. Penilaian promosi ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peradilan Umum (Badilum) atas dasar personalitas, integritas, keloyalan terhadap institusi.

“Kebetulan saja putusannya sehari setelah putusan Ahok. Padahal penentuan agenda rapat TPM sudah ditentukan sesuai SK KMA, sebelum diketahui penjatuhan putusan Ahok. Intinya, Rapat TPM ini tidak sengaja dibuat setelah putusan Ahok, tidak begitu,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait