Polemik Reklamasi Teluk Jakarta Pengaruhi Investasi
Berita

Polemik Reklamasi Teluk Jakarta Pengaruhi Investasi

Ketidakpastian kebijakan yang diputuskan pemerintah berdampak pada investasi.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Foto: ISTIMEWA/LINA
Reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Foto: ISTIMEWA/LINA
Persoalan reklamasi teluk Jakarta terus bergulir walau PTUN Jakarta telah membatalkan sejumlah izin reklamasi antara lain untuk pulau F, I, dan K. Isu reklamasi memanas pada perhelatan Pilkada Jakarta 2017 beberapa waktu lalu. Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno dalam kampanyenya berjanji akan menghentikan reklamasi teluk Jakarta.

Ketua Apindo Bidang Kebijakan Publik, Danang Girindrawardhana, melihat izin reklamasi itu diatur dalam Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantau Utara Teluk Jakarta. Regulasi itu menjadi salah satu yang dipertimbangkan oleh investor untuk berinvestasi. Sayangnya, saat ini reklamasi teluk Jakarta menjadi polemik. Padahal, kata Danang, investor berinvestasi untuk jangka waktu yang panjang, puluhan tahun ke depan.

Ketua Ombudsman Republik Indonesia periode 2011-2016 itu mengatakan investasi bisa kacau jika kebijakan pemerintah yang diterbitkan tidak selaras dengan pertimbangan bisnis kalangan dunia usaha. Menurutnya, Keppres itu harus menjadi acuan berbagai pihak dalam menggulirkan reklamasi di pantai utara teluk Jakarta sehingga memberi kepastian bagi dunia usaha. Jika dalam perjalanannya ada kekurangan, maka harus dibenahi guna menyempurnakan aturan itu. (Baca juga: Reklamasi: Solusi dengan Kontroversi).

Danang berpendapat ada sengketa di internal pemerintah sehingga polemik reklamasi teluk Jakarta tak kunjung tuntas. Dia mengusulkan agar pemerintah segera menyelesaikan masalah tersebut. “Kalau internal pemerintah mudah bersitegang (dalam menerbitkan kebijakan,-red) ini mengacaukan investasi,” katanya dalam diskusi yang diselenggarakan stasiun radio di Jakarta, Rabu (17/5).

Anggota DPRD Jakarta, Ruddin Akbar, mengatakan ada 5 hal yang disorot dalam proyek reklamasi teluk Jakarta. Pertama, nasib nelayan yang melauit di teluk Jakarta. Kedua, masyarakat yang tinggal di pesisir teluk Jakarta. Ketiga, menyoal analisis dampak lingkungan (amdal). Keempat, kajian terhadap ekosistem. Kelima, kajian hukum dalam melaksanakan reklamasi.

Menurut politisi Golkar itu kelima persoalan tersebut belum tuntas diselesaikan tapi pembangunan pulau reklamasi sudah berjalan. Menurutnya, telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan proek reklamasi teluk Jakarta. “Menurut saya lebih baik lakukan penegakan hukum saja,” usul Ruddin. (Baca juga: KPK: Reklamasi Seharusnya Digerakkan Pemerintah).

Pendiri Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, mengatakan reklamasi dan giant sea wall di teluk Jakarta merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah yang dihadapi Jakarta yakni penurunan muka tanah dan naiknya permukaan air laut. Menurutnya, pelaksanaan reklamasi itu sesuai UU No.27 Tahun 2009 tentang Pemerintah Provinsi Daerah khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengacu regulasi itu Firdaus mengatakan pemerintah pusat dapat mengambil alih kewenangan reklamasi jika pelaksanaannya oleh pemerintah daerah menghadapi kendala. “Pemerintah pusat layak mengambil alih reklamasi kalau terjadi ketidakpastian pada investasi,” ujarnya.

Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, berpendapat salah satu yang meningkatkan peluang keterpilihan Anes-Sandi dalam Pilkada Jakarta 2017 yakni penolakan reklamasi. Setelah Pilkada usai, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta terpilih itu harus menunaikan janjinya tersebut. Oleh karena itu yang dibutuhkan saat ini adalah tindakan kongkrit.

“Selain tolak reklamasi kami berharap ada gagasan besar untuk menyelamatkan pantai utara Jakarta. Misalnya, menerbitkan peraturan untuk mengatasi masalah penurunan muka tanah,” usulnya Nirwono.

Nirwono mengatakan reklamasi umum dilakukan berbagai ibukota negara, terutama yang wilayahnya berbatasan dengan laut. Tapi, alasan reklamasi itu harus kuat dan ada prosedur yang perlu dijalankan sebelum menggulirkan reklamasi seperti pembangunan ruang di Jakarta secara efisien. “Misalnya, moratorium pembangunan mal baru di Jakarta,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait