Belajar dari Kasus Pandawa, Mari Kenali Kriteria Perusahaan Investasi Ilegal
Lipsus Waspada Investasi Ilegal:

Belajar dari Kasus Pandawa, Mari Kenali Kriteria Perusahaan Investasi Ilegal

Jika terdapat lembaga-lembaga yang mengelola dan mengumpulkan dana masyarakat tidak berbentuk PT atau seperti CV, Firma, maka masyarakat wajib mencurigai bahwa perusahaan tersebut cukup riskan dan berisiko bodong.

Oleh:
MOHAMAD AGUS YOZAMI/FNH
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
“Semua tergantung pengadilan sudah”. Kalimat pasrah ini terlontar dari mulut Suwandi - nama samaran-, lelaki asal Kota Depok, Jawa Barat, yang merupakan salah satu peserta di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group. Dia tak menyangka harapan untung besar dari dana yang diinvestasikan justru berujung pahit ketika mengetahui perusahaan investasi yang dimiliki Salman Nuryanto itu mengalami colaps.   

Kisah pahit Suwandi berawal dari cerita manis seorang teman yang lebih dari satu tahun menjadi peserta di Pandawa Group dan mendapat imbal hasil yang menggiurkan. Dengan imbal hasil 10 persen per bulan yang ditawarkan kepada peserta, serta kemampuan perusahaan bertahan sampai dua tahun, seakan ‘menghipnotis’ Suwandi untuk ambil bagian menjadi peserta di KSP Pandawa Group. Sekitar Februari 2016, dia memutuskan untuk menjadi peserta.

“Pada awalnya saya gak percaya karena saya pikir yang langit biru ngasih bunga 7 persen aja bisa colaps dalam hitunga bulan, tapi ini yang ngasih 10 persen bisa bertahan lebih lama. Ditambah lagi teman saya ada yang sudah dua tahun ikut investasi di Pandawa, jadi saya pikir emang benar ada usahanya perusahaan itu,” kata Suwandi kepada hukumonline. (Baca Juga: Memutus Mata Rantai Investasi Ilegal Berkedok Koperasi)

Menurut Suwandi, banyak dari peserta yang ikut secara diam-diam. Dia sendiri baru megetahui ternyata ada beberapa kerabat, bahkan saudaranya yang ikut berinvestasi di Pandawa. Alasan mereka pada umumnya sama, yakni imbal hasil yang ditawarkan Pandawa lebih besar dari pada bunga bank.

“Kalau dipikir kan investasi di bank bunganya tidak seberapa, jadi lebih baik kita putarin uang di situ (Pandawa),” ujarnya.

Ternyata bukan itu saja yang membuat orang tertarik menjadi peserta di Pandawa Group. Berdasarkan pengalaman Suwandi, Salman Nuryanto selalu mengadakan kegiatan yang dipandang orang sebagai hal positif, seperti mengadakan pengajian setiap malam Jumat. Bahkan, kata Suwandi, Nuryanto tidak segan-segan membuat doorprize yang menghebohkan, seperti memberangkatkan peserta untuk umroh gratis.

“Puluhan orang berangkat umroh hampir setiap bulan. Bagaimana kita gak tertarik menjadi peserta,” ucap Suwandi.

Kini, kisah pahit itu menjadi pengalaman berharga bagi Suwandi. Ketika kasus Pandawa Group menyeruak ke permukaan, semua harapan Suwandi dan peserta lainnya seakan kandas. Dia menyadari kalau ada risiko yang lebih besar dengan memutuskan berivestasi di perusahaan yang tidak terdaftar di regulator.

“Jumlah investasi saya sih tidak besar seperti kerabat saya yang sampai miliaran, tapi sudahlah semua jadi pembelajaran,” tuturnya. (Baca Juga: Satgas Waspada Investasi Buru Aset Pelaku Investasi Ilegal yang Disembunyikan)

KSP Pandawa Group sendiri tengah menghadapi tiga upaya hukum yang dilaporkan oleh peserta. Upaya-upaya hukum tersebut adalah laporan adanya tindak pidana yang saat ini masih tahap penyidikan di Kepolisian, tujuh gugatan perdata di Pengadilan Negeri Depok, dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat).

Dari ketiga upaya hukum, gugatan PKPU sudah diputus oleh majelis hakim. Hakim yang diketuai oleh Eko Sugianto, dan dua hakim anggota yakni John Tony Hutauruk beserta Wiwik Suhartono, menyatakan mengabulkan permohonan PKPU sementara yang diajukan oleh Farouk Elmi Husain selaku peserta dari Pandawa Group, selama 45 hari. Putusan PKPU sementara dibacakan oleh majelis hakim pada 17 April 2017 lalu di Pengadilan Niaga.

Kuasa Hukum Pandawa Group sekaligus merangkap sebagai Kuasa Hukum Salman Nuryanto (pemilik Pandawa Group), Herdiyan Saksono, membenarkan bahwa permohonan PKPU atas Pandawa dan Salman Nuryanto sudah diputus oleh majelis hakim niaga. Namun, proses selanjutnya atas PKPU ini masih berjalan.

“Sudah diumumkan di Koran (PKPU). Rapat pertama kreditor juga sudah digelar,” kata Herdiyan saat diwawancara oleh hukumonline.

Berdasarkan data yang diperoleh hukumonline, rapat kreditor pertama atas PKPU Pandawa Group sudah digelar pada 3 Mei lalu. Kemudian batas akhir pengajuan tagihan adalah tanggal 10 Mei 2017 hingga pukul 17.00 WIB. Lalu, rapat pra pencocokan piutang atau pra verifikasi dilakukan pada tanggal 16-18 Mei, batas akhir verifikasi pajak dan rapat pencocokan piutang adalah 24 Mei 2017, dan rapat pembahasan rencana perdamaian akan digelar pada 30 Mei 2017. Seluruh proses tersebut dilakukan di Pengadilan Niaga.

Untuk diketahui, permohonan PKPU yang dikabulkan oleh majelis hakim adalah PKPU kedua yang diajukan oleh pihak yang sama. Sebelumnya, pada tanggal 16 Maret 2017, PKPU atas Pandawa Group ditolak oleh majelis hakim. Berdasarkan salinan putusan yang diperoleh hukumonline, salah satu pertimbangan majelis tidak mengabulkan PKPU disebabkan salah satu unsur dari persyaratan materiil dari permohonan PKPU tidak terpenuhi dan permohonan PKPU kabur.

Tetapi berdasarkan pernyataan Herdiyan, sebelum PKPU tersebut dikabulkan, pihaknya sudah mengajukan permohonan PKPU secara volunteer kepada Pengadilan Niaga. Penolakan atas permohonan tersebut menjadi pertanyaan. (Baca Juga: Telusuri Pencucian Uang Pandawan Group, Polisi Gandeng PPATK)

“Pandawa mengajukan permohonan PKPU dua kali secara volunteer tapi ditolak, bingung dengan pertimbangan majelis, kok yang dari kreditor isinya pun sama dengan kami tapi diterima,” jelasnya.

Selain itu, Herdiyan mengklaim bahwa sebelum tiga gugatan perkara, perdata dan pidana didaftarkan, pihaknya memiliki niat baik untuk mengembalikan dana peserta Pandawa Group. Namun nyatanya, tiga upaya hukum sudah dilakukan peserta Pandawa Group kepada Nuryanto dan Pandawa Group. Ia menyayangkan terjadinya hal tersebut.

“Mereka harus buktikan bahwa memang betul utangnya seperti itu, kan harus dibuktikan secara sederhana kalau tidak sederhana utang itu tidak bisa (PKPU), ini menurut saya. Kalau kami yang buktiin jadi enggak sederhana karena pertama Nuryanto itu ada pidana, kalau ada pidana otomatis ini mesti dipilah,” ungkapnya.

Bentuk utang yang dimaksud haruslah dijelaskan terlebih dahulu, apakah dapat dikategorikan sebagai utang atau sebagai hasil kejahatan. Jika masuk sebagai hasil kejahatan, maka Herdiyan berpendapat pailit/PKPU baru bisa dilakukan setelah perkara pidana diketuk palu oleh hakim. 

Kemudian terkait perkara pidana. Herdiyan masih mempertanyakan sangkaan yang dituduhkan kepada kliennya apakah penipuan, penggelapan, TPPU, atau pidana perbankan. Dengan masuknya permohonan PKPU, membuat perkara Pandawa Group menjadi rancu.

“Rancu semua, belum selesai pidana, trus masuk semua (perkara). Makanya berniat untuk mengembalikan apa yang ada di klien, itu dipulangkan kepada pelapor,” tegas Herdiyan.

Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lungam Tobing meyampaikan bahwa pihaknya mendukung upaya hukum yang dilakukan oleh peserta untuk menuntuk pengembalian dana, termasuk upaya PKPU. Dari sisi pidana, diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku investasi bodong.

“Dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat, kami mengharapkan setiap upaya hukum yang dilakukan nasabah untuk pengembalian dana-dananya bisa dilakukan karena hal ini akan membantu para nasabah dan memberikan efek jera juga kepada para pelaku. Artinya Satgas sangat menghargai upaya-upaya nasabah ini, mendukung supaya nasabah mendapatkan dananya baik di sisi perdata, pidana, maupun di pengadilan niaga,” pungkasnya.

26 Entitas Ditutup
Kasus KSP Pandawa Mandiri Group menunjukan bahwa  investasi dengan meraup keuntungan (profit) yang besar memang menggiurkan banyak orang. Iming-iming seperti ini sudah sering terdengar di masyarakat. Padahal janji untuk mendapat keuntungan besar seringkali malah berbuah buntung bagi peserta investasi. Ironisnya masih ada masyarakat yang tidak teliti dalam berinvestasi, sehingga kasus investasi ilegal pun masih sering terjadi dari tahun ke tahun.

Ya, investasi ilegal masih menghantui masyarakat. Terakhir, Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi (Satgas Waspada Investasi) kembali menutup enam entitas yang diduga melakukan kegiatan investasi ilegal pada akhir Maret 2017. Dua bulan sebelumnya, Satgas menutup 13 kegiatan investasi yang diduga ilegal.

Terakhir, pada 18 April 2017 Satgas kembali menghentikan kegiatan usaha tujuh entitas karena tidak memiliki izin dalam menjalankan kegiatan usahanya serta dinilai telah memberikan informasi yang tidak benar dan menyesatkan. Otomatis, selama 2017 hingga April terhitung Satgas Waspada Investasi sudah menghentikan kegiatan 26 entitas yang diduga menawarkan produk investasi ilegal.

Bukan itu saja. Akhir tahun 2016 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, berdasarkan data Satgas Waspada Investasi ada lebih dari 400 perusahaan investasi bodong di Indonesia sampai saat ini. Beragam modus investasi ilegal dilakukan oleh pihak tak bertanggungjawab, salah satunya adalah dengan membentuk koperasi. Modus lainnya, dengan menawarkan berinvestasi melalui perdagangan berjangka komoditi (PBK). Pelaku cenderung memanfaatkan masyarakat yang tergiur mendapatkan dana dengan mudah.  

OJK mencatat sepanjang 2016 sebanyak 80 perusahaan sudah dipastikan merupakan perusahaan yang menghimpun dana atau investasi tanpa menggenggam izin yang jelas alias bodong. Investasi ilegal marak di daerah, tapi paling banyak di Jakarta.  OJK memastikan kalau jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya.

Berikut daftar kegiatan penghimpunan dana atau investasi bodong yang sudah ditutup OJK dari Januari – April 2017:

Januari 2017:
1. PT Compact Sejahtera Group, Compact500 atau Koperasi Bintang Abadi Sejahtera atau ILC;
2. PT Inti Benua Indonesia
3. PT Inlife Indonesia
4. Koperasi Segitiga Bermuda/Profitwin77
5. PT Cipta Multi Bisnis Group
6. PT Mi One Global Indonesia

Februari 2017:
1. PT Crown Indonesia Makmur;
2. Number One Community
3. PT Royal Sugar Company
4. PT Kovesindo
5. PT Finex Gold Berjangka;
6. PT Trima Sarana Pratama (CPRO-Indonesia)
7. Talk Fusion

Maret 2017:
1. Starfive2u.com
2. PT Alkifal Property
3. Groupmatic170
4. EA Veow
5. FX Magnet Profit
6. Koperasi Serba Usaha Agro Cassava Nusantara di Cicurug, Sukabumi/ Agro Investy

April 2017:
1. CV. Mulia Kalteng Sinergi
2. Swiss Forex International
3. PT Nusa Profit, PT Duta Profit 
4. PT Sentra Artha
5. PT Sentra Artha Futures
6. lautandhana.net.
 
Kriteria Perusahaan
Lantas, seperti apa sebenarnya perusahaan investasi yang bisa dikatakan ilegal alias bodong? Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam Lumban Tobing, menegaskan bahwa perusahaan bodong tidak melulu mengumpulkan dana masyarakat.

Ada dua kategori perusahaan bodong menurut Tongam, pertama perusahaan yang tidak memiliki izin, dan yang kedua adalah perusahaan yang memiliki izin, namun usaha yang dilakukan tidak sesuai dengan perizinan.

Meski selama ini perusahaan bodong erat hubungannya dengan pengumpulan dana masyarakat, namun jenis usaha lainnya juga bisa dikategorikan bodong jika tidak sesuai dengan perizinan yang dimiliki perusahaan. Maka, masyarakat harus lebih pintar menilai perusahaan agar tak menjadi korban perusahaan bodong.

“Yang pasti yang dikatakan ilegal itu ada dua sebenarnya, yang pertama tidak ada izin tetapi dia melakukan kegiatan, kedua ada izin tetapi kegiatannya tidak sesua iizin. Ini banyak di SIUP, SIUP nya apa tapi yang dilakukan apa. SIUP nya adalah untuk perdagangan besar, dia melakukan yang diluar SIUP,” katanya.

Hukumonline.com

Direktur Pengembangan Bisnis EasyBiz, Leo Faraytody juga membagikan beberapa informasi mengenai ciri perusahaan bodong dan resmi. Leo menyampaikan bahwa pada dasarnya bentuk perusahaan di Indonesia mayoritas adalah Perusahaan Terbatas (PT).

Dalam UU No.40 Tahun 2007tentang Perseroan Terbatas (UUPT) terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah PT seperti modal dasar Rp 50 juta dengan minimal 25% nya disetorkan sebagai modal disetor. Lalu, Pemerintah kemudian mengeluarkan aturan baru, di mana besaran modal dasar untuk pendirian PT tergantung pada kesepakatan para pendirinya. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.29 Tahun 2016tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas.

Kemudian, harus memiliki domisili usaha di virtual office (walaupun di DKI Jakarta penggunaan virtual office masih terhalang), menentukan bidang usaha sesuai KBLI terbaru tahun 2015, memiliki NPWP Direktur dan NPWP Perusahaan, SIUP dan TDP Online, serta mengurus BPJS Ketenagakerjaan.

Namun dalam beberapa sektor dan jenis usaha, terdapat badan otoritas yang mengeluarkan izin khusus, terutama perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pengumpulan dan pengelolaan dana masyarakat. Sektor perbankan, pasar modal, dan asuransi misalnya, ada aturan khusus yang dikeluarkan oleh OJK, atau juga koperasi yang diatur oleh Kementerian Koperasi melalui regulasi-regulasi yang dikeluarkan.

Selain mengenai perizinan, perbedaan mendasar dari perusahaan yang mengelola dana masyarakat dan perusahan yang tidak mengelola dana masyarakat, adalah dari segi modal. Modal dasar yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang mengumpulkan dan mengelola dana masyarakat biasanya jauh lebih besar dari perusahaan biasa, tergantung jenis usahanya. Modal dasar ini, lanjut Leo, biasanya dicantumkan di dalam Akta Perusahaan.

“Jangan ragu dan takut untuk bertanya tentang Akta Perusahaan, kalau bentuknya mengumpulkan dana masyarakat, pasti ada syarat permodalan. Dari sana saja sudah bisa dilihat,” katanya.

Terkait perusahaan investasi, Leo menjelaskan bahwa perusahaan yang mengumpulkan dana masyarakat idealnya berbentuk PT dan Koperasi. Jika terdapat lembaga-lembaga yang mengelola dan mengumpulkan dana masyarakat tidak berbentuk PT atau seperti CV, Firma, maka masyarakat wajib mencurigai bahwa perusahaan tersebut cukup riskan dan berisiko bodong.

Tetapi, Leo juga menekankan bahwa tak ada jaminan juga jika perusahaan berbentuk PT, maka perusahaan tersebut adalah resmi. Bodong atau tidaknya sebuah PT, lanjutnya, tergantung kepada niat pendirian PT itu sendiri. Apalagi, syarat pendirian PT saat ini sudah diberikan kemudahan oleh pemerintah.

“Masyarakat harus lebih jeli, kalau mereka dapat tawaran investasi dan sebaiknya cek dulu proses pendirian perusahaannya seperti apa, apakah benar izinnya sudah dikeluarkan oleh OJK, BI,” tegasnya.

Jika merujuk pada proses pendirian perusahaan yang mengumpulkan dana masyarakat, syarat utamanya adalah berbentuk PT atau Koperasi. Tahapan untuk mendirikan PT adalah sama untuk seluruh jenis usaha. Tetapi syarat selanjutnya yang harus dipenuhi pasca pendirian PT, harus ada izin khusus yang dikeluarkan oleh OJK, BI, atau lembaga yang setingkat. Setelah izin khusus keluar, barulah perusahan mendaftarkan untuk mendapatkan tanda daftar perusahaan, dikeluarkan oleh PTSP.

“Jadi untuk izin khusus bisa OJK, bisa BI, tergantung di ketentuan peraturan yang mengatur tentang itu,” tambahnya.

Leo menegaskan bahwa setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan masyarakat sebelum menerima tawaran-tawaran investasi dengan iming-iming yang besar. Pertama, perhatikan bentuk perusahannya. Idealnya, perusahaan pengelolan dana masyarakat berbentuk PT atau Koperasi.

Kedua, perhatikan perizinannya karena perusahaan pengelolaan masyarakat memiliki izin khusus dari otoritas terkait seperti OJK, BI, atau Kementerian Koperasi, dan ketiga perhatikan Akta Perusahaan. Leo mengingatkan bahwa calon investor bisa bertanya mengenai Akta Perusahaan. Jika di dalam Akta Perusahaan tidak terdapat keterangan mengenai syarat permodalan, maka hal tersebut bisa menjadi indikasi perusahaan bodong.

“Misalnya, terdapat perusahaan yang tidak sesuai dengan tiga hal di atas, maka masyarakat harus berpikir dua kali untuk bergabung menjadi investor,” pungkas Leo.


Tags:

Berita Terkait