Tongam L Tobing, Sarjana Hukum Pemberantas Perusahaan Investasi Ilegal
Lipsus Waspada Investasi Ilegal:

Tongam L Tobing, Sarjana Hukum Pemberantas Perusahaan Investasi Ilegal

Merupakan salah satu ex-officio dari Bank Indonesia pada masa transisi OJK. Sarjana Hukum jebolan USU ini menggeluti dunia moneter saat baru diterima menjadi pegawai BI pada tahun 1994.

Oleh:
FITRI NOVIA HERIANI/NNP
Bacaan 2 Menit
Tongan Lumban Tobing. Foto: RES
Tongan Lumban Tobing. Foto: RES
Tongam Lumban Tobing saat ini resmi menjabat sebagai Ketua Waspada Investasi sejak Januari 2016 lalu. Lembaga ini berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelum OJK berdiri ada akhir tahun 2012 lalu, lembaga pengawasan investasi berada dibawah Bapepam-LK.

Ternyata, sebelum sampai ke OJK, Tongam berstatus sebagai pegawai Bank Indonesia (BI). Dari kisah yang dipaparkan Tongam, sekitar tahun 1994, ia melamar di BI. Kebetulan saat itu posisi yang dibutuhkan adalah bagian hukum. Tanpa pikir panjang, Tongam pun mencoba peruntungan dan dinyatakan lolos.

Berbekal ijazah dari Universitas Sumatera Utara (USU) dengan gelar Sarjana Hukum (SH) dengan masa studi 1983-1988, Tongam memasuki dunia kerja yang berbeda dengan ilmu yang ia peroleh. Tongam yang mengaku mengambil jurusan Hukum Pidana saat menyelesaikan studi S1-nya, malah dihadapkan pada dunia moneter. Tongam ditugaskan ke Semarang dan harus menangani persoalan moneter.

“Dan pertama kali tahun 1994 itu saya ditempatkan di Semarang menangani moneter. Nah ini masalahnya, (ilmu) hukum pidana menangani moneter,” cerita Tongam kepada hukumonline.

Tugas utama yang harus dilaksanakan Tongam saat bertugas di Semarang adalah melakukan kajian ekonomi moneter. Guna menambah ilmu pengetahun mengenai moneter, Tongam mengaku sempat mengikuti kursus selama dua pekan mengenai ekonometrik di Universitas Indonesia (UI).

Pemahaman mengenai rekresi, menyusun perkembangan keuangan ekonomi daerah, dan juga membuat profil perbankan, merupakan kegiatan-kegiatan yang jauh dari dunia hukum. Setelah empat tahun bertugas di Semarang, Tongam dipindahtugaskan ke Banjarmasin.

Tugas yang diemban Tomang masih sama, yakni melakukan kajian moneter. Selama dua tahun di Banjarmasin, Tongam lalu melanjutkan studi S2 ke The University of Melbourne pada tahun 2001-2002. Menariknya, kajian ilmu yang dipilih oleh Tongam tak ada kaitannya dengan dunia hukum, melainkan kajian ilmu umum. Tongam mendapatkan gelar LLM Degree di kampus tersebut.

Setelah menyelesaikan studi S2 di Negara Kangguru tersebut, Tongam kembali ke Indonesia. Ia ditempatkan pada Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) yang bertanggung jawab atas penyusunan struktur organisasi dan kebijakan sejak tahun 2002-2004. (Baca Juga: Belajar dari Kasus Pandawa, Mari Kenali Kriteria Perusahaan Investasi Ilegal)

Kemudian pada 2004-2005, Tongam masih ditempatkan pada direktorat yang sama yakni Direktorat SDM, namun memiliki tugas yang berbeda yakni bertanggung jawab atas rekruitmen dan implementasi sistem manajemen bakat. Lalu pada tahun 2005, Tongam diberikan tanggung jawab untuk penjaminan mutu pada Direktorat SDM. Tongam diberikan amanat selama 7 tahun hingga tahun 2012.

Saat ini, Tongam tengah menyelesaikan studi S3 jurusan ekonomi bisnis di Universitas Padjajran, Bandung. Studi S3 ini sudah berjalan selama empat semester dan saat ini tengah menyusun disertasi.

Satgas Waspada Investasi
Sejak dilantik menjadi Ketua Satgas Waspada Investasi pada tahun 2016, sebanyak 26 perusahaan ‘bodong’ sudah ditutup. Saat ditanya mengapa Tongam mau ditempatkan sebagai Ketua Satgas, ia mengaku hanya mengikuti penugasan yang telah dipercayakan OJK kepadanya. Apalagi, dengan ilmu hukum yang ia miliki selama menempa ilmu di USU, menjadi Ketua Satgas Waspada Investasi dirasa tepat untuk mengimplementasikan ilmu hukum pidana tersebut.

“Kenapa di Satgas? Sebenarnya di sini penugasan, penugasan dari pimpinan, di mana ditugaskan ya dijalani, di mana saja. Saya dulu di hukum sebenarnya, di litigasi dan bantuan hukum. Saya di sini sejak 1 januari 2016, sebelumnya di Departemen Hukum Litigasi. Jadi di mutasi di sini siap,” jelas pria kelahiran 10 Agustus 1964 ini.

Apa saja tugas yang dilakukan Tongam selaku ketua Satgas Waspada Investasi? Dijelaskan Tongam, Satgas memiliki dua tugas utama, pertama pencegahan dan kedua adalah penanganan. Dalam hal pencegahan, satgas melakukan kegiatan-kegiatan secara regular dan berkesinambungan yaitu kegiatan sosialisasi, edukasi kepada masyarakat mengenai investasi dan cara menghindari investasi ilegal. Kemudian dalam pencegahan Satgas juga membentuk 38 tim satgas waspada investasi di seluruh daerah dan itu diharapkan dapat merespon pengaduan masyarakat secara cepat.

Yang kedua mengenai penanganan. Menurut Tongam, jika ada pengaduan dari masyarakat, Satgas akan melakukan analisis, kemudian memanggil perusahaan-perusahaan yang dilaporkan masyarakat dan mereka diminta untuk menjelaskan legalitas usahanya.

Apabila tidak memiliki izin atau dalam legalitas perusahaannya berpotensi merugikan masyarakat dalam artian marketing plan-nya tidak memungkinkan perusahaan berjalan tanpa ada perekrutan baru, Satgas akan menghentikan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan ini kemudian akan dilaporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk melakukan pemblokiran websitenya kemudian Satgas juga menyampaikan informasi kepada kepolisian untuk ditindak lanjuti.

Pada perkembangannya, tambahnya, dalam tahun 2017 Satgas tercatat sudah menghentikan 19 perusahaan yang diduga merugikan masyarakat ditambah 7 perusahaan lagi yang diumumkan pada April lalu. Sedangkan Mei 2017, Satgas baru saja menghentikan kegiatan usaha 3 entitas. Secara berkesinambungan Satgas juga melakuan analisis terhadap dugaan-dugaan perusahaan yang melakukan kegiatan investasi ilegal. (Baca Juga: Skema Ponzi, Jerat Penipuan Investasi dengan Korban Bernilai Triliunan)

“Jadi kami mengumpulkan pengaduan masyarakat dan mengecek sendiri bagaimana di internet banyaknya perusaaan yang menawarkan investasi secara ilegal, kami lakukan analisis bersama satgas Waspada Investasi. Dan di bulan April ini kami sudah melakukan analisis dan ada tujuh perusahaan investasi yang akan kita hentikan pada bulan April ini, mudah-mudahan minggu ini bisa kita rilis dan kami sudah rapat dengan satgas mengenai hal ini,” paparnya.

Terkait investasi bodong yang kerap terjadi beberapa waktu belakangan ini, Tongam menilai banyak hal menarik yang bisa dipelajari. Setidaknya, jelas Tongam, ada tiga hal yang bisa diamati karena faktanya antara teori dan kejadian di lapangan jauh berbeda. Pertama, dari sisi pelaku. Secara teori, kata Tongam, pelaku yang menjadi otak investasi bodong adalah pribadi yang hebat dan memiliki kemampuan tinggi, dan berpendidikan tinggi. Tetapi pada faktanya, pada beberapa kasus pelaku investasi bodong justru orang-orang yang memiliki pendidikan rendah, tidak tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan Sekolah Dasar (SD).

Kedua, dari segi peserta. Jika merujuk pada teori, peserta investasi bodong adalah orang-orang yang terjebak dengan literasi keuangan rendah, namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa orang pintar pun bisa masuk ke dalam jebakan investasi bodong.

“Ada fenomena menarik. Lihat kasus Pandawa Group ini, ada orang Perbankan juga yang jadi korban. Dan ketiga, itu modus. Saat ini modusnya sudah sangat berkembang dari sekedar bunga bank, sekarang menawarkan surat lunas,” ungkapnya.

Tim Transisi BI-Bapepam LK-OJK
Selain menjabat sebagai Ketua Satgas Waspada Investasi, sejak 2016 hingga saat ini Tongam juga mejabat sebagai Direktur Kebijakan Dukungan dan Penyidikan di OJK. Tongam masuk sebagai salah satu pegawai ex-officio dari BI ke OJK. Sebelumnya, tepatnya pada 2014-2015, Tongam menjabat sebagai Direktur Litigasi yang tugasnya adalah membela hak dan kepentingan OJK pada pengadilan, memberikan bantuan hukum kepada karyawan OJK, dan membantu OJK sebagai saksi atau ahli di persidangan. Sementara dalam masa 2012-2014, Tongam menjabat sebagai Kepala Divisi Direktorat Pengembangan Organisasi OJK.

Dari BI ke OJK. Tongam masuk ke dalam tim transisi pada akhir tahun 2012 lalu. Tim transisi ini dibentuk setelah adanya UU OJK. Pada mulanya, jelas Tongam, Tim Transisi belum mengetahui seperti apa organisasi OJK, belum tahu peraturan-peraturan apa yang akan dibentuk. Tim Transisi lah yang membentuk organisasi dan peraturan-peraturan yang mendukung kegiatan pada saat Dewan Komisioner OJK dibentuk.

“Sehingga pada saat pengalihan Bapepam-LK OJK, sudah bisa run tugas OJK. Jadi tim transisi itu membentuk organisasinya, membentuk perangkat-perangkatnya, membentuk kebijakannya, bagaimana cara pelaksanaan tugas, bagaimana cara DK OJK melakukan tugas dan bagaimana pegawai bekerja, seperti itu. Bagaimana uraian tugas, fungsi, kewenangan, tanggung jawabnya apa,” tuturnya. (Baca Juga: Non-Conviction Based Asset Forfeiture untuk Buru Aset Pelaku Investasi Ilegal)

Apa gagasan yang diusung oleh Tim Transisi pada saat itu? Tongam mengaku jika ia berpatokan pada pengalaman organisasinya selama di BI. Konsep organisasi di BI, katanya, adalah konsep yang bagus dan professional. Misalnya saja, BI memiliki sembilan level jabatan, tetapi di Kemenkeu level jabatan tidak seperti BI.

“Nah pada saat itu keinginan kita memang jangan sampai sembilan level lah, terlalu panjang, dan konsultan organisasi juga berkeinginan melakukan itu, tapi pada saat itu level BI Indonesia sama dengan Malaysia, maka untuk memuluskan visi dan misi ke OJK maka dibentuklah sembilan level jabatan,” jelas pria keturunan Batak ini.

Saat ini, OJK masih menggunakan konsep sembilan level jabatan seperti di BI. Tepat pada 31 Desember 2013, Tim Transisi menyelesaikan tugas karena BI dan Bapepem-LK sudah melebur di OJK. Beberapa manajemen strategis yang dibentuk pada masa itu adalah SDM, organisasi, IT, dan Hukum. Tongam ditempatkan di bahagian organisasi.

Sebagai Direktur Kebijakan Dukungan dan Penyidikan OJK, Tongam mengaku bahwa direktorat yang ia bawahi fokus pada penanganan tindak pidana jasa keuangan yang dilakukan oleh indsutri yang berada di bawah pengawasan OJK. Termasuk, pelaku yang menurut Pasal 46 UU Perbankan dimasukkan ke dalam kategori tindak pidana jasa keuangan, seperti bank gelap.

“Memang di penyidikan ini sebaiknya orang hukum karena konteks pekerjaan mengenai hukum,” pungkasnya.


Tags:

Berita Terkait