PMK 70/2017, Menkeu: Tak Perlu Khawatir Soal Saldo Rp200 Juta
Berita

PMK 70/2017, Menkeu: Tak Perlu Khawatir Soal Saldo Rp200 Juta

Dari sekitar 200 juta akun yang tercatat di sektor perbankan, terdapat 2,3 juta akun perbankan yang memiliki saldo rekening di atas Rp200 juta atau 1,14 persen dari jumlah penabung.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta masyarakat tidak perlu khawatir soal aturan yang mewajibkan perbankan melaporkan data nasabah dengan total saldo di rekening minimal Rp200 juta.

"Sebenarnya itu kan bukan untuk mencari pajak, tapi sebetulnya 'sign' untuk 'compliance'. Masyarakat yang Rp200 juta itu biasanya yang melakukan kepatuhan pajak, membayar pajak yang penghasilannya sudah dipotong. Jadi sebenarnya masyarakat juga tidak perlu khawatir," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (6/6).

Sri Mulyani menekankan, data nasabah tersebut akan sangat bermanfaat dalam memetakan potensi perpajakan secara menyeluruh di Indonesia sehingga pemerintah semakin mendapatkan gambaran yang utuh terkait ekonomi domestik.

“Untuk pemerintah, data itu penting untuk mengetahui keseluruhan potensi perpajakan dari sisi berapa tax payer, aset, dan lain-lain. Jadi informasi untuk melihat seluruh struktur perekonomian Indonesia," katanya.

Sri Mulyani menyebutkan dari sekitar 200 juta akun yang tercatat di sektor perbankan, terdapat 2,3 juta akun perbankan yang memiliki saldo rekening di atas Rp200 juta atau 1,14 persen dari jumlah penabung.

Seperti diketahui, Menteri Keuangan telah meluncurkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan yang mewajibkan sektor perbankan melaporkan data nasabah dengan agregat saldo di rekening paling sedikit Rp200 juta. (Baca Juga: Mekanisme, Nilai Saldo, hingga Sanksi Terkait Akses Informasi Keuangan di PMK 70/2017)

Kewajiban pelaporan bagi perbankan terkait nasabah dengan saldo paling sedikit Rp200 juta tersebut diperuntukkan bagi rekening keuangan yang dimiliki oleh orang pribadi, sedangkan untuk entitas, badan atau perusahaan tidak terdapat batasan saldo minimum.

Informasi yang dilaporkan antara lain identitas pemilik rekening keuangan (nama, alamat, negara domisili, tanggal lahir), nomor rekening, identitas lembaga keuangan, saldo rekening per 31 Desember 2017 untuk pelaporan yang pertama, dan penghasilan.

Pelaporan pertama data nasabah domestik wajib dilakukan oleh lembaga jasa keuangan langsung kepada Ditjen Pajak pada 30 April 2018. Pelaporan data keuangan nasabah dari lembaga jasa keuangan yang melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat pada 1 Agustus 2018 untuk kejadian atau transaksi sampai 31 Desember 2017. OJK kemudian menyampaikan laporan data keuangan nasabah tersebut kepada Ditjen Pajak paling lambat 31 Agustus 2018. (Baca Juga: Catatan Asosiasi Perbankan Terkait Akses Informasi Data Keuangan)

Selain sektor perbankan, jenis lembaga jasa keuangan yang menjadi subjek pelapor dan pemberi informasi, yaitu sektor pasar modal, perasuransian, serta entitas lain di luar pengawasan OJK. Bagi rekening keuangan di sektor perasuransian, yang wajib dilaporkan adalah yang nilai pertanggungan paling sedikit Rp200 juta. Untuk sektor pasar modal dan perdagangan berjangka komoditi tidak terdapat batasan saldo minimal.

Ketua Umum Perbanas, Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan pemerintah harus melakukan sosialisasi yang jelas untuk menghindari keragu-raguan dari pemilik rekening. Jika sosialisasi tidak dilakukan dengan benar dan tepat, maka memunculkan kekhawatiran dari nasabah.

Kartika juga memberikan catatan mengenai kewajiban laporan yang dilakukan secara otomatis. Menurutnya, informasi yang dilaporkan secara otomatis oleh perbankan di setiap akhir periode adalah saldo akhir tahun dan pendapatan dari akun yang bersangkutan. Informasi data mutasi rekening tidak menjadi bagian yang masuk ke dalam bagian yang harus dilaporkan oleh perbankan.

“Hanya data saldo akhir dari satu periode. Sering tercampur bahwa ada akses apabila ada permintaan khusus dari DJP. Itu dulu dan dilakukan melalui OJK, kalau ada penyelidikan baru dibuka lebih lanjut. Jadi perlu diingat bahwa yang dibuka hanya saldo akhir,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait