MA Sambut Baik Persetujuan Rekrutmen Calon Hakim
Utama

MA Sambut Baik Persetujuan Rekrutmen Calon Hakim

Diperkirakan satu atau dua bulan lagi sudah ada kepastian mengenai pelaksanaan rekrutmen calon hakim.

Oleh:
AIDA MARDATILLAH
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Adanya persetujuan pelaksanaan rekrutmen calon hakim dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menjadi angin segar bagi Mahkamah Agung (MA). Soalnya, MA sudah 7 tahun tidak melakukan rekrutmen calon hakim. Sedangkan pensiun hakim setiap tahun terus bertambah, sehingga jumlah hakim pun semakin berkurang.

Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo bersyukur dan berterima kasih kepada Kemenpan-RB atas persetujuannya terkait pelaksanaan rekrutmen calon hakim tahun ini. Harapannya, pelaksanaan seleksi calon hakim ini bisa segera dipenuhi oleh pemerintah. Sebab, selama ini benar-benar harus diperhitungkan kondisi jumlah hakim yang semakin lama semakin berkurang karena banyak hakim yang sudah pensiun.

“Andaikata ini tidak dipenuhi tentu kami mengalami kesulitan penempatan hakim-hakim yang berada di Pengadilan Kelas II. Ini memang harus menjadi perhatian pemerintah tentang pemenuhan kebutuhan hakim di Indonesia,” kata Pudjo saat dihubungi Hukumonline, Senin (12/6/2017) kemarin.

Alokasi formasi kebutuhan hakim per pengadilan sudah diserahkan sejak adanya persetujuan prinsip dengan Kemenpan yang ditujukan ke Kementerian Keuangan yang ditembuskan ke MA. “Kami masih terus berkoordinasi untuk mempersiapkan kebutuhan hakim dengan lembaga terkait, kami tidak melakukanya sendiri,” kata Pudjo.

Ada beberapa kekurangan yang kami sampaikan terkait seleksi calon hakim ke Kemenpan-RB pada 8 Juni 2017 lalu. “Jadi sekarang sudah kami kirim lagi ke bagian teknis menyelesaikan kebutuhan formasi hakim ke Kemenpan secara detail,” ungkapnya. (Baca Juga: KEMENPAN-RB Setujui Penerimaan Calon Hakim)

Pudjo melanjutkan Insya Allah tahun ini akan ada rekrutmen hakim. Terlebih, Kementerian Keuangan juga sudah setuju dengan rekrutmen hakim sejak bulan Maret lalu. Saat ini, Kemenpan sudah menerima pertimbangan teknis dari Kementerian Keuangan mengenai gaji, tunjangan, pensiun dan hal-hal lain.

“Saat ini kita masih terus rapat dan berkoordinasi menyiapkan keperluan bersama dengan Kemenpan dan lembaga lain. Seperti dengan BKN pihaknya bekerja sama membahas mengenai sistem apa yang akan digunakan untuk melaksanakan rekrutmen hakim yang baik,” paparnya.

Mengenai status hakim. Pudjo menjelaskan status hakim setelah dilakukan rekrutmen hakim ini masih berstatus PNS. “Karena penerimaan hakim yang paling logis dan terselenggara dengan benar dengan (sistem) CPNS. Sebab, untuk status pejabat negara sekarang ini payung hukumnya belum jelas,” ujarnya.

“Saat ini, RUU Jabatan Hakim pun belum, baru ada pembahasan minggu lalu menyerahkan ke DPR. Bahkan, Panjanya pun belum terbentuk dan kita tidak tahu kapan itu bisa selesai karena banyak persoalan menentukan status hakim itu sendiri dan harus diselaraskan dengan berbagai aturannya. Jangan sampai UU Jabatan Hakim nanti mempengaruhi kemandirian hakim itu sendiri,” kata dia.

Untuk pelibatan Komisi Yudisial (KY) dalam rekrutmen hakim. Menurut Pudjo jika dilihat dari Putusan MK No.43/PUU-XIII/2015 bahwa KY sudah tidak berwenang lagi dalam rekrutmen hakim. Tetapi yang pasti, MA akan melibatkan KY dalam hal pendidikan dan latihan calon hakim. Soalnya, selama ini sudah banyak kerja sama dengan KY dalam bidang pendidikan hakim.

Pudjo memperkirakan satu atau dua bulan lagi sudah ada kepastian mengenai pelaksanaan rekrutmen calon hakim. “Jadi tinggal pelaksanaan teknis untuk melaksanakan rekrutmen hakim yang terus bekerja dengan Kemenpan, Kementerian Keuangan, dan BKN sesuai PERMA No. 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim melalui sistem penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS),” ujarnya.

Mengawasi
Menanggapi hal ini, Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim Maradaman Harahap mengatakan jika memang Kemenpan sudah menyetujui rekrutmen hakim berarti tidak ada masalah dan dijalankan saja. “Tentu KY akan mengawasi bila ada kejanggalan dalam proses rekrutmen hakim dimana sudah diatur dalam PERMA No. 2 Tahun 2017. Disana dijelaskan harus ada transparansi dan anti KKN. Sepanjang ada laporan nanti bisa ditindaklanjuti KY,” kata Maradaman yang dihubungi Hukumonline, Selasa (13/6/2017).

Sesuai Putusan MK No. 43/PUU-XIII/2015, KY sudah tidak berwenang terlibat dalam rekrutmen hakim. Tapi bila MA melibatkan KY tentu sepanjang KY bisa lakukan dengan senang hati. “Tentu bukan persoalan teknis (rekrutmen hakim), kalau masalah kapasitas kode etik dan memerlukan investigasi tentu KY siap. Meski tidak terlibat KY akan perhatikan jalannya rekrutmen hakim,” ujarnya.

Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi agak sedikit berbeda pendapat. Dia mengatakan pada dasarnya KY memahami betul kebutuhan yang ada pada badan peradilan. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama,  mengingat saat ini RUU Jabatan Hakim masih dalam proses pembahasan, yang mana salah satu materinya adalah status hakim sebagai pejabat negara, maka kami mengimbau agar proses seleksi disesuaikan dengan konten yg sedang disusun dalam RUU Jabatan Hakim tersebut.

Kedua, proses yg akan dilaksanakan benar-benar memenuhi menerapkan partisipasi publik serta akuntabilitas yang sesungguhnya. Sebab beban menseleksi 1600-an hakim bukan hal ringan. Ketiga, Perhitungan jumlah kebutuhan rekrutmen hakim yang benar-benar harus menjawab kebutuhan dunia peradilan. Itu berarti harus juga dikaitkan dengan distribusi hakim, jumlah perkara, persebaran hakim. "Tidak semata-mata menuruti jumlah pensiun atau kosongnya rekrutmen hakim selama beberapa tahun ini," ujar Farid.

Terakhir menurut Farid, jangan korbankan kualitas untuk kuantitas demi generasi hakim jauh lebih baik. Sebisa mungkin tidak fokus pada pemenuhan kuota 1600-an orang, tetapi lebih mengutamakan kualitas. “Jika tidak bisa memenuhi jumlah tersebut tidak masalah asalkan tersaring benar-benar individu yang kapabel."

Untuk diketahui, kini aturan rekrutmen hakim diatur dalam PERMA No. 2 Tahun 2017 memuat 9 pasal yang secara garis besar mengatur tujuh poin. Yakni, kewenangan MA dalam pengadaan hakim, asas-asas, tahapan pengadaan hakim, pelaksana, proses seleksi, pengangkatan CPNS/cakim, pengusulan CPNS/cakim menjadi hakim, dan status cakim yang tidak lulus pendidikan cakim. PERMA ini sekaligus mencabut berlakunya PERMA No. 6 Tahun 2016 tentang Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan serta Pengadaan Hakim. (Baca Juga: MA: Perma Pengadaan Hakim, Solusi Atasi Krisis Hakim)
Tags:

Berita Terkait