Mi Instan Mengandung Babi Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU
Berita

Mi Instan Mengandung Babi Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU

Selain aspek perdata yang dapat ditempuh dan administrasi dengan pencabutan izin operasionalnya, juga bisa menempuh langkah hukum pidana terhadap importir dan distributor melalui kepolisian.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Mi Instan Mengandung Babi Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU
Hukumonline
Secara resmi empat produk mi instan asal Korea dinyatakan positif mengandung babi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Karena itu, BPOM memerintahkan Kepala Balai POM seluruh Indonesia menarik produk mie sejak pertengahan pekan lalu. Padahal, peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2016 menegaskan pangan olahan yang mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi harus mencantumkan tanda khusus berupa tulisan "MENGANDUNG BABI". Selain itu, mencantumkan gambar babi berwarna merah dalam kotak berwarna merah di atas dasar warna putih.

Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris angkat bicara terkait persoalan ini. Ia mengatakan menunjuk UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, terhadap mi instan yang beredar dengan tidak mencantumkan label peringatan ‘mengandung babi’ patut diduga melanggar Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen.

Sebab, pelaku inti Pasal 8 yakni pelaku usaha dilarang keras memproduksi dan/atau memperdagangkan barang  dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang diatur sesuai ketentuan peraturan perundangan. “Pelanggaran atas ketentuan ini bisa dipidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak dua miliar rupiah,” ujarnya di Jakarta, Selasa (20/6).

Tak hanya itu, produk mi instan produk Korea itu tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan UU  No. 18 Tahun 2002 tentang Pangan dan UU No. 33 Tahun 2014  tentang Jaminan Produk Halal. Fahira menilai sanksinya tak hanya dengan sanksi administrasi berupa denda, penghentian dan penarikan dari peredaran, ganti rugi atau pencabutan izin semata, tetapi juga sanksi pidana. Baca Juga: Tanpa Daya Pemaksa, Jaminan Produk Halal Bak Macan di Atas Kertas

Senator asal DKI Jakarta ini melanjutkan dalam UU Pangan diatur bahwa orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan produk. Tujuannya, dalam rangka memberikan informasi yang benar dan jelas  terhadap produk yang dijual ke masyarakat.

Sementara kandungan babi dalam UU Jaminan Produk Halal termasuk bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan. Menurutnya, bila produk makanan mengandung kandungan babi, maka sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku mesti memberikan  keterangan di label yang ditulis, dicetak maupun ditampilkan secara tegas dan jelas. Sehingga dimengerti masyarakat.

“Tetapi ini tidak dilakukan. Saya berharap BPOM dan Kepolisian berkoordinasi mengusut pelanggaran hukum ini. Kepada konsumen harap lebih teliti, jika ragu melihat kehalalan sebuah produk, lebih baik tidak usah dibeli,” sarannya.

Pasal 18 ayat (1) UU tentang Jaminan Produk Halal menyebutkan, Bahan yang berasal dari hewan yang diharamkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) meliputi: a. bangkai; b. darah; c. babi; dan/atau d. hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat”.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi atas langkah BPOM memberikan penringatan terhadap beberapa produk mi instan dari Korea yang mengandung DNA babi tersebut. Namun, YLKI mempertanyakan kenapa public warning tersebut baru dikeluarkan sekarang ini. Baca Juga: Aturan Pencantuman Kandungan Gizi dan Komposisi Bahan di Kemasan Makanan Ringan

“Kenapa baru sekarang ada public warning,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya.

Tulus berpendapat dengan menarik produk dari pasaran hanya dapat ditelisik dari aspek perdata semata. Mestinya langkah yang dilakukan dengan upaya hukum lainnya. Misalnya aspek administrasi dan atau pidana. Pihak berwenang pun patut mencabut izin operasionalnya lantaran memasukan produk tidak memenuhi standar regulasi di Indonesia, yakni proses produksi halal. Terlebih, sudah ada UU tentang Jaminan Produk Halal.

Dikatakan Tulus, pihak aparat kepolisian pun segera melakukan tindakan pro justisia dari aspek pidana terhadap importir dan distributor. Sebab, tindakan importir dan distributor telah diduga kuat melanggar tiga UU. Yakni, UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan, dan UU Jaminan Produk Halal. Baca Juga: Pidana Bagi Penjual Makanan Yang Mengandung Bahan Berbahaya

Sekedar diketahui, BPOM beberapa waktu lalu melakukan pengambilan sampel dan pengujian terhadap beberapa produk mi instan asal Korea. Belakangan diketahui beberapa produk tersebut dilakukan pengujian terhadap parameter DNA spesifik babi. 

Hasilnya, empat produk menunjukkan positif terdeteksi mengandung DNA babi. Namun tidak mencantumkan peringatan ‘mengandung babi’. Keempat mi instan itu adalah Mi Instan U-Dongdan Mi Instan rasa Kimchi produksi Samyang, Mi Instan Shin Tamyun Ramen Black dari Nongshim, dan Mi Instan Yeul Ramen dari Ottogi.
Tags:

Berita Terkait