Libur Lebaran Usai, Ingat! Langgar Aturan Ini, ASN Siap-Siap Terkena Sanksi
Melek Hukum Saat Berlebaran

Libur Lebaran Usai, Ingat! Langgar Aturan Ini, ASN Siap-Siap Terkena Sanksi

Sanksi paling ringan teguran lisan dan paling berat pemberhentian.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: RES
Ilustrasi. Foto: RES
Libur lebaran telah usai. Senin, 3 Juli 2017 merupakan hari pertama bagi kantor-kantor pemerintahan untuk kembali membuka loket-loket pelayanan publik pasca libur lebaran. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Asman Abnur pun mengimbau seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali beraktivitas.

"Kepada seluruh ASN dimana saja Anda berada, dengan suasana lebaran, kita mulai beraktivitas dengan penuh kegembiraan dan produktif untuk melayani," kicau Asman melalui akun media sosial twitter-nya, Senin (3/7).

Sebagaimana dikutip dari laman resmi menpan.go.id, Asman meminta agar seluruh ASN kembali masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja. Ia mengingatkan, libur lebaran kali ini cukup lama. Bahkan, dengan tambahan hari libur nasional sebanyak dua hari (Idul Fitri) dan Sabtu-Minggu, jumlah libur lebaran kemarin mencapai 10 hari.

"Sepuluh hari cukup memadai untuk beribadah bersama, bersilaturahmi, dan liburan bersama keluarga," kata Asman. Ia menambahkan, saatnya ASN kembali bertugas dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Memang, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Cuti Bersama Tahun 2017 yang ditandatangani pada 15 Juni 2017, telah memberikan waktu cuti bersama yang cukup panjang bagi para pegawai negeri sipil (PNS) atau ASN. Cuti bersama lebaran yang semula diberikan empat hari, ditambah menjadi lima hari.

(Baca: Yuk, Intip Aturan Libur Lebaran di Firma Hukum dan Kantor Notaris)

Menindaklanjuti hal ini, MenPAN-RB melalui Surat Nomor : B/21/M.KT.02/2017 tanggal 30 Mei 2017, mengimbau kepada semua instansi pemerintahan agar Tidak Memberikan Cuti Tahunan Sebelum dan Sesudah Cuti Bersama Idul Fitri 1438 H kepada ASN, TNI, dan Polri. MenPAN-RB juga mengimbau setelah pelaksanaan cuti bersama berakhir, seluruh aktivitas instansi pemerintah harus sudah berjalan normal, terutama dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Meski sifatnya imbauan, tetapi untuk mendapatkan cuti tahunan, ASN harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan. Aturan itu tertuang dalam Pasal 311 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) No.11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS. Pada ayat (4)-nya disebutkan, hak atas cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.

Dengan demikian, mengingat pemerintah sudah memberikan waktu "libur" yang cukup panjang, Asman meminta para ASN mengimbangi hak tersebut dengan kewajiban. Sanksi disiplin "menanti" bagi para ASN yang tidak melaksanakan kewajibannya, seperti tidak masuk kerja tanpa izin.

"Tidak masuk kerja tanpa izin adalah pelanggaran disiplin. Bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran disiplin, tentu akan menerima sanksi hukuman disiplin sebagaimana diatur dalam PP No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS," ujarnya.

(Baca: Pahami Hak Anda Saat Mudik Berkendara)

Lebih lanjut, Asman berharap, PPK melakukan monitoring dan evaluasi di hari pertama masuk kerja setelah libur lebaran. Hal itu guna memastikan jajaran ASN melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Apabila ada ASN yang melanggar, pemberian sanksi disiplin dilakukan oleh PPK di lingkungan masing-masing instansi.

Melihat tren pelanggaran tahun lalu, Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Nuraida Mokhsen mengungkapkan, pelanggaran yang paling banyak dilakukan ASN ketika menjelang dan setelah lebaran adalah tidak masuk kerja tanpa izin atau membolos.

"Yangbanyak itu, habiscuti bersama masih banyak yang bolos. (Jenis sanksi) Tergantung berapa hari. Ada diatur dalam PP No.53 Tahun 2010. Mana yang dapa teguran lisan, mana yang tertulis, ada juga yang kena tunda kenaikan pangkat, turun pangkat,dan bahkan diberhentikan," katanya kepada hukumonline.

Mengacu PP No.53 Tahun 2010, terdapat tiga kategori hukuman disiplin untuk pelanggaran tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, yaitu ringan, sedang, dan berat.
Ringan Sedang Berat
Pasal 8 angka 9 Pasal 9 angka 11 Pasal 10 angka 9
a. teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 hari kerja; a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 sampai dengan 20 hari kerja; a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 31 sampai dengan 35 hari kerja;  
b. teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 sampai dengan 10 hari kerja; dan b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 21 sampai dengan 25 hari kerja; dan b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 36 sampai dengan 40 hari kerja;
c. pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 11 sampai dengan 15 hari kerja; c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 26 sampai dengan 30 hari kerja; c. pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 41 sampai dengan 45 hari kerja; dan
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 hari kerja atau lebih

Sejumlah "pantangan" ASN dan gratifikasi
Menjelang hari raya Idul Fitri 1438 H lalu, MenPAN-RB mengeluarkan sejumlah imbauan yang berisi "pantangan-pantangan" bagi para ASN. Selain mengimbau agar instansi pemerintah tidak memberikan cuti tahunan sebelum dan setelah lebaran, MenPAN-RB juga mengimbau agar ASN tidak menggunakan mobil dinas untuk mudik lebaran.

Imbauan itu sebenarnya merujuk pada Peraturan MenPAN-RB Nomor: PER/87/M.PAN/8/2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja. Pada pokoknya, Peraturan MenPAN-RB tersebut mengatur, kendaraan dinas operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas.

Sementara, ketentuan mengenai larangan membolos memang sudah diatur secara tegas dalam PP No.53 Tahun 2010. Namun, tak hanya membolos. Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik KemenPAN-RB Herman Suryatman mengatakan, larangan lain yang sudah jelas diatur adalah larangan menerima sesuatu. "ASN dilarang menerima apapun dan dari siapapun terkait dengan jabatan, termasuk gratifikasi," ujarnya.

Dalam konteks lebaran, penerimaan itu bisa berupa parsel, hadiah, maupun gratifikasi dalam bentuk apapun. Jika mengacu penjelasan Pasal 12 B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001(UU Tipiko), "yang dimaksud dengan 'gratifikasi' dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik".

Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Giri Suprapdiono mengingatkan kembali agar pegawai negeri dan penyelenggara negara tidak menerima hadiah terkait jabatan. Jika hadiah tersebut terpaksa diterima, misalnya bingkisan langsung dikirim ke rumah, kantor,atau ditransfer masuk ke rekening pribadi, segera laporkanke Direktorat Gratifikasi KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak tanggal diterima.

Menurutnya, meski Islam tidak melarang menerima hadiah, tetapi hadiah yang terkait jabatan masuk dalam kategori gratifikasi. Hadiah itubisa berbentuk uang tunai, bingkisan makanan-minuman, parsel, fasilitas atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan, pengusaha, atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatannya.

(Baca: Mengintip Besaran THR PNS Hingga Pejabat Negara)

Bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, sambung Giri, menerima gratifikasi dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan menimbulkan konflik kepentingan. Bagi pegawai negeri dan penyelenggara yang menerima, dapatdianggap melakukan kesalahan penerimaan yang tidak patut atau tidak wajar.

“Harap pegawai negeri atau penyelenggara negara berhati-hati dengan kepentingan lain yang potensial menumpangi tradisi mulia saling memberi yang ada di masyarakat dan adat istiadat kita,” tuturnya.

Untuk pelaporan penerimaan gratifikasi khusus terkait Hari Raya Idul Fitri tahun 2017, Giri mengaku KPK belum melakukan rekapitulasi. Walau begitu, secara umum, nilai pelaporan gratifikasi yang masuk ke KPK perJanuari sampai Mei 2017 telah mencapai Rp108,3 miliar.

Senada, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah berharap agar pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat menjadi contoh bagi seluruh masyarakat dengan cara menolak pemberian uang, bingkisan atau parsel, atau pemberian dalam bentuk lain dari semua pihak yang berhubungan dengan jabatannya.

"Perlu diingat, terdapat resiko pidana maksimal 20 tahun bagi penerima gratifikasi yang menenuhi ketentuan Pasal 12 B dan Pasal 12 C UU Tipikor tersebut," imbuhnya.
Berikut tabulasi sejumlah "pantangan" bagi ASN menjelang lebaran:
Kategori Aturan Keterangan
Cuti tahunan sebelum dan sesudah lebaran Surat MenPAN-RB Nomor : B/21/M.KT.02/2017 tentang Imbauan Tidak Memberikan Cuti Tahunan Sebelum dan Sesudah Cuti Bersama Idul Fitri 1438 H tanggal 30 Mei 2017 Poin 3 :
Setelah pelaksanaan cuti bersama berakhir, dipastikan bahwa seluruh aktivitas instansi pemerintah harus sudah berjalan normal, utamanya dalam penyelenggaraan pelayanan publik
Menggunakan mobil dinas untuk mudik Peraturan MenPAN-RB Nomor : PER/87/M.PAN/8/2005 tentang Pedoman Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan, dan Disiplin Kerja. Pada pokoknya, Peraturan MenPAN-RB Lampiran II :
A. Sarana
5. Penggunaan Kendaraan Dinas Operasional
a. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan untuk kepentingan dinas yang menunjang tugas pokok dan fungsi.
b. Kendaraan Dinas Operasional dibatasi penggunaannya pada hari kerja kantor.
c. Kendaraan Dinas Operasional hanya digunakan di dalam kota, dan pengecualian penggunaan ke luar kota atas ijin tertulis pimpinan Instansi Pemerintah atau pejabat yang ditugaskan sesuai kompetensinya.
Membolos atau tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah PP No.53 Tahun 2010 Pasal 3
Setiap PNS wajib:
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
Penjelasan angka 11 :
Yang dimaksud dengan kewajiban untuk “masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja” adalah setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Apabila berhalangan hadir wajib memberitahukan kepada pejabat yang berwenang.
Keterlambatan masuk kerja dan/atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 ½ (tujuh setengah) jam sama dengan 1 (satu) hari tidak masuk kerja.
Pasal 5
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Sanksi hukuman disiplin untuk PNS yang membolos diatur dalam Pasal 8 angka 9, Pasal 9 angka 11, dan Pasal 10 angka 9
Menerima sesuatu (parsel, gratifikasi, dll) PP No.53 Tahun 2010 Pasal 4
Setiap PNS dilarang :
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
Penjelasan angka 8 :
PNS dilarang menerima hadiah, padahal diketahui dan patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 13
Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan :
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8;
UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor) Ketentuan pidana mengenai penerimaan sesuatu, hadiah, atau janji diatur dalam Pasal 5 ayat (2), 6 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 12. Sementara, ketentuan mengenai gratifikasi diatur dalam Pasal 12B
Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar
Pasal 12 C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Surat Menteri PAN-RB Nomor : B/2343/M.PAN-RB/06/2016 tentang Imbauan untuk Tidak Meminta THR/Hadiah tanggal 27 Juni 2016 Tahun 2016, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi pernah menerbitkan imbauan yang isinya mengimbau para pimpinan instansi pemerintah agar memberikan pembinaan kepada PNS dan anggota TNI/Polri untuk tidak menerima dan/atau meminta THR/hadiah secara langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat dalam rangka hari raya Idul Fitri. Apabila terdapat PNS dan anggota TNI/Polri yang menerima dan/atau meminta THR/hadiah, MenPAN-RB meminta agar diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak diketahui, apakah di tahun 2017, MenPAN-RB Asman Abnur kembali menerbitkan imbauan tertulis serupa. Namun, Asman sempat mengimbau ASN pusat dan daerah untuk tidak menerima parsel maupun hadiah yang terkait dengan jabatannya.
Untuk diketahui, ketentuan mengenai penerimaan hadiah, sesuatu, atau gratifikasi telah diatur dalam PP No.53 Tahun 2010 dan UU Tipikor.
Tags:

Berita Terkait