Dramaturgi Angket KPK
Editorial

Dramaturgi Angket KPK

Kesalahan seakan terus dicari-cari. KPK seperti pemburu yang menjadi target buruan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
KPK memburu, KPK diburu. Itulah keadaannya sekarang. Lembaga antirasuah yang dibanggakan masyarakat seakan menjadi target buruan bagi mereka yang tak senang dengan sepak terjang lembaga ini. Berbagai cara dilakukan untuk mencari titik lemah si pemburu koruptor. Salah satunya datang dari lembaga legislatif dengan ‘senjata’ yang bernama Pansus Hak Angket KPK.

Sebagian besar masyarakat pasti menyadari apa yang sebenarnya dihadapi KPK saat ini. Mungkin bisa dibilang bila Anda bekerja di lembaga yang satu ini, hidup Anda tidak akan bisa tenang. Anda terus memburu, tapi Anda juga masuk dalam radar buruan. Itu seperti yang dihadapi oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang disiram air keras. Ironisnya, aparat kepolisian belum menemukan siapa pelaku di balik tindakan biadab tersebut.

Belum berakhir cerita Novel, kini KPK harus kembali menghadapi ‘badai’. Kasus e-KTP yang menyeret sejumlah nama pejabat, termasuk di dalamnya anggota DPR Miryam S Haryani menjadi babak baru perjalanan lembaga ini. DPR seakan terusik ketika salah satu koleganya yang duduk di Komisi V itu ditahan KPK karena diduga terlibat dalam kasus tersebut.  

Dengan dalil tak puas dan ingin menyelidiki kinerja KPK, Pansus Hak Angket KPK dibentuk. Pansus baru saja meminta informasi kepada BPK terkait audit keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu KPK. Tak sampai di situ, Pansus terus mencari kesalahan KPK dengan berencana meminta masukan dari narapidana korupsi di sejumlah lapas.

Kini, bidikan Pansus kian melebar dengan mengundang para pakar hukum terkait posisi KPK dalam posisi lembaga ketatanegaraan. Entah apa yang ada di jalan pikiran Pansus Hak Angket KPK. Dugaan kesalahan administratif kian melebar ke segala penjuru. Perlu diingat, tahun 2016 DPR menjadi lembaga terkorup berdasarkan hasil survei Global Corruption Barometer. Serangkaian upaya Pansus mencari-cari kesalahan KPK ke sejumlah pihak merupakan serangan terhadap KPK yang terlembagakan.

Jika diingat lagi, banyak alasan DPR dalam menggulirkan wacana hak angket akhir April lalu. Mulai dari penolakan KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam khususnya dalam penanganan kasus korupsi proyek e-KTP, sampai keinginan dewan dalam menyelidiki kinerja KPK dari mulai kegiatan perjalanan dinas hingga urusan anggaran belanja sesuai laporan hasil pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK tahun 2015.

Padahal jelas disebutkan, hak angket merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Wajar saja, arti hak angket yang disebutkan di atas menjadi rancu jika pelaksanaan hak angket untuk KPK tetap dilaksanakan.

Dari awal pembentukan Panitia Khusus Angket, banyak pakar menilai hal itu telah bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan. Misalnya, pembentukan hak angket yang tak sesuai dengan mekanisme Pasal 201 UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Pasal itu menyebutkan, pembentukan keanggotaan Pansus Angket terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Padahal, ada fraksi yang tegas menolak hak angket diwacanakan.

Angket merupakan salah satu dari tiga hak yang melekat di DPR selaku wakil rakyat. Dua lainnya, hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat. Jangan sampai hak angket yang diusulkan oleh wakil rakyat tersebut malah menabrak sejumlah aturan perundang-undangan. Sebagai wakil rakyat yang dipilih langsung masyarakat, seyogyanya DPR menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum menggunakan tiga haknya tersebut.

Angket adalah hak mulia para anggota dewan lantaran di dalamnya terselip penggunaan anggaran negara yang berasal dari rakyat, sehingga peruntukannya harus lebih efisien. Untuk itu, penggunaan hak angket harus tepat sasaran bukanlah menyasar pihak-pihak yang dianggap bertentangan dengan jalan pikiran Parlemen semata.

Jika keributan ini terus bergulir, jelas rakyat yang akan dirugikan. Kepentingan rakyat harus di atas segalanya. Jangan sampai rakyat malah apatis melihat tingkah laku pejabatnya yang terus mengada-ada. Kepercayaan rakyat akan terus merosot, hingga akhirnya negara juga yang dirugikan.
Tags: