Perppu Ormas Dinilai Picu Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah
Berita

Perppu Ormas Dinilai Picu Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah

Terutama mengancam kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat.

Oleh:
Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Perppu Ormas Dinilai Picu Penyalahgunaan Kekuasaan Pemerintah
Hukumonline
Baru beberapa hari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas) terbit. Namun, terhadap Perppu Ormas tersebut telah muncul penolakan dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Ketua Pusat Studi Hukum HAM (HRLS), Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P. Wiratraman. Menurut dia, pada dasarnya, Perppu yang ditujukan kepada ormas yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila itu sejalan dengan menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
“Namun, jika dilihat lagi dari substansi Perppu yang berisi membubarkan ormas tanpa melalui mekanisme keberatan, keberadaan Perppu tersebut malah berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh Pemerintah. Terutama, mengancam kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat,” tulis Herlambang dalam siaran persnya, Rabu (13/7).
Menurut Herlambang, meski dalam penjelasan Perppu merujuk argumentasi Pasal 4 ICCPR/Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, namun penjelasan tersebut tidak jelas membedakan situasi daruratnya (emergency situation). Padahal dalam ketatanegaraan, situasi darurat ini dibedakan menjadi dua hal, yakni staatsnoodrecht dan noodstaatsrecht. “Tanpa kejelasan kualifikasi posisi situasi itu, maka pemerintah bisa setiap saat menggunakan otoritasnya membubarkan ormas.”
Terbitnya Perppu ini, lanjut Herlambang juga memangkas proses hukum yang seharusnya ditempuh terhadap ormas yang dinilai telah melanggar hukum. “Padahal pertanggungjawaban hukum itu menjadi penting sebagai pijakan apakah negara ini bekerja dan patuh pada prinsip-prinsip negara hukum. Impunitas atas pelaku kekerasan, sesungguhnya pekerjaan yang mendasar bagi pemerintah dan jajaran penegak hukum,” katanya. 
Ia menilai, terbitnya Perppu ini terlalu berlebihan. Bahkan, Perppu ini tak menempatkan standar hukum HAM internasional, serta menciderai prinsip-prinsip negara hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD RI 1945. “Hal yang paling mengkhawatirkan adalah kemunduran demokrasi dan ancaman terhadap kebebasan sipil dalam berekspresi, berpendapat, berserikat, berkumpul dan merendahkan kualitas perlindungan hak asasi manusia,” katanya. 
Hal serupa juga diutarakan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK). Dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, PSHK menilai, Pasal 61 Perppu Ormas memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan. Perppu tersebut telah menempatkan posisi negara kembali berhadap-hadapan dengan organisasi masyarakat sipil, sama seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Tags:

Berita Terkait