Alasan Pencabutan BAP Ini, Miryam Didakwa Berikan Keterangan Tidak Benar
Berita

Alasan Pencabutan BAP Ini, Miryam Didakwa Berikan Keterangan Tidak Benar

Miryam minta perlindungan hukum ke Pansus Angket.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan anggota DPR Miryam S. Haryani menjalani sidang perdana kasus dugaan pemberian keterangan palsu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7). Foto: RES
Mantan anggota DPR Miryam S. Haryani menjalani sidang perdana kasus dugaan pemberian keterangan palsu di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7). Foto: RES
Mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani didakwa melakukan beberapa perbuatan pidana secara berlanjut dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto.

"Dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan yang menerangkan, antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto, dengan alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam oleh tiga orang penyidik KPK. Padahal, alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar," kata penuntut umum Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Kresno menjelaskan, perbuatan itu bermula ketika Miryam dihadirkan oleh penuntut umum perkara Irman dan Sugiharto sebagai saksi dalam sidang perkara bernomor 41/Pid.Sus/TPK/2017/PN.JKT.PST di salah satu ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kala itu, Miryam terlebih dahulu mengucap sumpah dan menyatakan akan memberikan keterangan yang benar. Baca Juga: Penyebab Asiadi Tolak Praperadilan Miryam

Selanjutnya, ketua majelis hakim menanyakan kepada Miryam mengenai keterangan yang pernah dia berikan dalam BAP penyidikan tanggal 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016, dan 24 Januari 2017 yang diparaf serta ditandatanganinya. Miryam pun membenarkan tanda tangannya dalam semua BAP. Namun, politikus Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mencabut semua keterangan yang pernah dia berikan dalam BAP.

Alasannya, sambung Kresno, Miryam mengaku isi BAP tidak benar karena adanya tekanan dan ancaman dari tiga orang penyidik KPK yang memeriksanya saat proses penyidikan. Terhadap pencabutan BAP, hakim sempat memperingatkan Miryam agar memberikan keterangan yang benar. Sebab, selain telah disumpah, keterangan Miryam dalam BAP sangat runtut, sistematis, dan tidak mungkin bisa mengarang keterangan seperti itu, sehingga kalau Miriyam mencabut keterangan harus dengan alasan yang logis agar bisa diterima hakim.

Hakim juga memperingatkan Miryam mengenai ancaman pidana penjara bagi saksi yang memberikan keterangan tidak benar. Akan tetapi, meski hakim sudah memperingatkan, Miryam tetap menerangkan bahwa dirinya telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat proses pemeriksaan di penyidikan. Akibatnya, hakim memerintahkan penuntut umum perkara Irman dan Sugiharto agar menghadirkan tiga orang penyidik yang pernah memeriksa Miryam untuk dikonfrontasi pada sidang berikutnya.

Alhasil, Kresno menyatakan, pada 30 Maret 2017, penuntut umum perkara Irman dan Sugiharto kembali menghadirkan Miryam bersama tiga orang penyidik KPK, yaitu Novel Baswedan, MI Susanto, A Damanik. Setelah pengambilan sumpah terhadap ketiga saksi verbal lisan tersebut, hakim menanyakan kepada para penyidik mengenai adanya tekanan dan ancaman terhadap Miryam. Atas pertanyaan hakim, ketiga penyidik menegaskan tidak pernah melakukan penekanan dan pengancaman saat memeriksa Miryam.

Bahkan, menurut ketiga penyidik, dalam empat kali pemeriksaan yang dituangkan dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016, dan 24 Januari 2017, Miryam diberikan kesempatan untuk membaca, memeriksa, dan mengoreksi keterangannya pada setiap akhir pemeriksaan sebelum kemudian memaraf dan menandatangani BAP-nya. Tak hanya itu. Setiap awal pemeriksaan lanjutan, Miryam juga diberikan kesempatan untuk membaca dan mengoreksi keterangan yang pernah diberikan dalam BAP sebelumnya.

Setelah mendengar keterangan ketiga penyidik KPK, hakim perkara Irman dan Sugiharto, kembali menanyakan kepada Miryam mengenai pencabutan keterangannya. Miryam menyatakan tetap pada jawabannya yang menerangkan telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat proses pemeriksaan di penyidikan serta dipaksa menandatangani BAP, sehingga Miryam tetap mencabut semua BAP, termasuk keterangan mengenai penerimaan uang dari Sugiharto.

Kresno menganggap, keterangan yang disampaikan Miryam saat bersaksi dalam sidang perkara Irman dan Sugiharto yang mencabut semua BAP dengan alasan telah ditekan dan diancam oleh tiga penyidik KPK adalah keterangan yang tidak benar. "Karena bertentangan dengan dengan keterangan tiga orang penyidik KPK selaku saksi verbal lisan maupun rekaman video pemeriksaan yang menunjukan tidak adanya tekanan dan ancaman," ujarnya.

Demikian pula keterangan Miryam yang membantah penerimaan uang dari Sugiharto. Kresno berpendapat, perbuatan Miryam ini juga bertentangan dengan keterangan Sugiharto. Pasalnya, Sugiharto, dalam persidangan, menerangkan telah memberikan sejumlah uang kepada Miryam.

Terhadap keterangan Miryam yang tidak benar tersebut, ketika itu, penuntut umum perkara Irman dan Sugiharto pernah mengajukan permintaan kepada hakim agar Miryam ditetapkan sebagai pelaku pemberian keterangan palsu atau keterangan tidak benar. Atas permintaan dari penuntut umum, meski hakim tidak mengeluarkan penetapan, tetapi hakim mempersilakan kepada penuntut umum untuk memproses Miryam secara hukum.

Atas perbuatannya, Miryam didakwa penuntut umum dengan Pasal 22 jo Pasal 35 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menanggapi dakwaan penuntut umum, Miryam dan pengacaranya akan mengajukan nota keberatan pada sidang berikutnya, Rabu (19/7). Usai sidang, Miryam mengungkapkan keberatannya terkait pemberitahuan sidang dan uraian dakwaan penuntut umum. Ia merasa aneh karena pemberitahuan sidang baru disampaikan pagi hari di hari yang sama sebelum sidang.

"(Mengenai dakwaan) Saya keberatan atas dakwaan jaksa, karena saya tidak mengatakan keterangan yang tidak benar sesuai Pasal 22 (UU Tipikor) itu. Saya tidak tahu keterangan mana yang tidak benar itu menurut jaksa. Padahal, saya sudah berikan keterangan yang benar itu di pengadilan," terangnya.

Miryam mengaku dirinya agak tertekan dan stres ketika menjalani pemeriksaan sebagai saksi di proses penyidikan. Ia menyebut Novel Baswedan sebagai penyidik yang dominan melakukan penekanan. Ketika ditanyakan mengenai pernyataan Novel mengenai sejumlah kolega Miryam di DPR yang melakukan penekanan, Miryam malah bertanya balik.

Ia mempertanyakan, andaikata penekanan tersebut ada, mengapa KPK tidak memberikan perlindungan kepadanya? Mengapa KPK hanya mendiamkan? Padahal, jeda waktu antara pemeriksaan Miryam yang pertama, kedua, ketiga, dan keempat cukup lama.

Lantas, mengenai video pemeriksaan Miryam yang tidak menunjukan kondisi tertekan, menurut Miryam, tampilan video bisa saja tidak sesuai dengan kondisi fisik sebenarnya. "Ada (orang) marah (tapi) diam. Tertekan itu bagaimana, kan tidak bisa dilihat dari tayangan video itu," tuturnya. (Baca Juga: Saat Praperadilan, Pengacara Miryam Sebut KPK Tak Punya Cukup Bukti)

Atas perlakuan KPK terhadapnya, Miryam melalui tim pengacaranya juga telah mengirimkan surat kepada Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR. Dalam surat yang ditujukan kepada Ketua Pansus Agun Gunandjar Sudarsa itu, Miryam memohon perlindungan hukum. Sebab, KPK dinilai tidak memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas untuk perkara yang sudah dilimpahkan ke pengadilan. Seperti yang dialami Miryam. Sampai 13 hari setelah pelimpahan berkas, pihak Miryam belum menerima relaas/panggilan sidang.
Tags:

Berita Terkait