Sidang Putusan Gugatan Ahli Waris ke BANI Mampang Ditunda
Berita

Sidang Putusan Gugatan Ahli Waris ke BANI Mampang Ditunda

Dua kubu optimis bahwa akan menang dalam sidang.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pecahnya BANI. Ilustrasi: BAS
Ilustrasi pecahnya BANI. Ilustrasi: BAS
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang putusan gugatan dari para ahli waris Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) kepada pengurus BANI versi Mampang. Ketua Majelis Hakim Ahmad Guntur mengatakan, penundaan sidang disebabkan para anggota hakim lainnya tengah mengikuti serangkaian acara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

“Jadi kita tunda dua minggu ya, sampai 3 Agustus (2017) nanti,” kata hakim Guntur di PN Jakarta Selatan, Selasa (18/7).

Sementara itu, pihak BANI Mampang optimis jika majelis akan menolak gugatan para ahli waris pendahulu BANI. Dan pihak ahli waris juga percaya dari bukti yang ada majelis akan mengabulkan tuntutan mereka. Untuk diketahui, dalam petitumnya, penggugat mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp26,69 miliar dengan kerugian immaterial sebesar Rp50 miliar.

(Baca: Ahli Waris Pendiri BANI Gugat BANI Mampang, Minta Ganti Rugi Rp50 Miliar)

Angka tersebut didasarkan atas pengembalian utang BANI Mampang terhadap para pendiri BANI yang telah meninggal. Hal tersebut karena para pendiri BANI yaitu yaitu (Alm) Prof Soebekti, (Alm)  Haryono Tjitrosoebono, dan (Alm) Prof. Priyatna Abdurrasyid yang mengeluarkan biaya operasional sejak awal pendirian BANI yaitu pada tahun 1977 hingga tahun 1998.

Saat berbincang dengan hukumonline beberapa waktu lalu Ketua BANI Mampang selaku pihak tergugat Husseyn Umar merasa optimis jika majelis hakim nantinya akan menolak gugatan ini.  "Dari pengadilan juga akan menolak itu kita yakin," ujar Husseyn.

Keyakinan Husseyn ini bukan tanpa sebab. Ia berpendapat jika tiga nama di atas bukanlah pendiri, tetapi perintis dari BANI. Sedangkan yang mendirikan badan arbitrase tersebut adalah Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia. "Jadi BANI lembaga yang didirikan KADIN, bukan lembaga yang didirikan orang-orang ini (Prof. Soebekti, Haryono Tjitrosoebono, dan Prof. Priyatna Abdurrasyid)," tutur Husseyn.

Oleh karena itu menurut Husseyn, tidak ada dasar hukum jika para perintis meninggal dunia maka ahli waris berhak menentukan. Alasannya, BANI adalah lembaga nirlaba yang didirikan oleh KADIN dan KADIN sendiri merupakan lembaga yang didirikan pemerintah sehingga tidak bisa diwariskan.

(Baca: BANI Berbadan Hukum Launching, Kini BANI Resmi Ada Dua)

Sedangkan mengenai ganti rugi yang diminta, hal itu juga dianggap tidak masuk akal. Husseyn menyatakan jika dahulu para pendiri memberikan sumbangan, iuran ataupun donasi maka hal itu merupakan sumbangan sukarela. Selain itu, tidak ada catatan administratif yang valid tentang berapa biaya yang dikeluarkan oleh ketiga pendahulu tersebut.

Terpisah, kuasa hukum penggugat dari Kantor Anita Kolopaking & Partner, Pujiati, mengaku yakin majelis hakim akan mengabulkan gugatan kliennya. Menurut Puji, jika majelis menilai secara obyektif putusan ini maka tidak ada alasan untuk menolak permohonannya para ahli waris. Apalagi dalam proses persidangan, pihaknya sudah mampu mengajukan bukti hubungan hukum penggugat sebagai ahli waris.

“Dan itu tidak pernah dibantah sekalipun oleh para tergugat bahkan tergugat mengakui kenal dengan Prof. Prijatna almarhum, Prof. Harjono almarhum. Sebenarnya kalau yang di PN Selatan mengenai warisnya, karena gugatan diajukan para ahli waris pendiri ataupun pelopor BANI,” terang Puji melalui sambungan telepon kepada hukumonline, Senin (17/7).

Sedangkan mengenai pendapat Husseyn Umar bahwa ketiga orang yang telah disebut diatas bukanlah pendiri melainkan pelopor menurut Puji hal itu terasa janggal. Sebab dalam laman resmi BANI tertulis jika Prof. Prijatna, Prof. Harjono termasuk salah satu pendiri bersama dengan beberapa ahli hukum lainnya.

Kemudian dalam salah satu bukunya, Husseyn Umar juga mengakui Prof. Prijatna dan Prof. Harjono merupakan salah satu pendiri BANI. “Sekarang ini ada permasalahan beliau mengingkari itu memang hak beliau tapi kita bicara mengenai pembuktikan itu kan hak beliau,” tegasnya.

(Baca: Catatan “Perang” Urat Syaraf Dua BANI)

Kemudian terkait keluarnya uang yang disebut Husseyn Umar sebagai bentuk pengeluaran sukarela, Puji juga tidak sependapat. Alasannya dalam laporan keuangan BANI kurun waktu 1977-1978 tertulis ada utang sekitar Rp1 miliar. “Kita ada catatan yang dibuat Prof. Prijatna ketika masih hidup ketika itu yang diregistrasi ke notaris juga dan memang ketika itu Prof. Prijatna yang hadir sendiri,” jelas Puji.

Puji juga mengklaim jika pihaknya mempunyai catatan yang cukup mengenai jumlah uang yang dikeluarkan para pendahulu yang ditagih para ahli waris. Mengenai jumlah yang fantastis yaitu Rp26,69 miliar dengan immateriil Rp50 miliar, Puji beralasan bahwa angka tersebut merupakan hasil konversi dengan nilai mata uang dollar Amerika saat itu. “Jadi kita konversi kita pakaidasarnya kurs dollar tahun sekian berapa sama kurs dollar saat ini berapa. Makanya kesannya agak fantastis,” tutup Puji.
Tags:

Berita Terkait