RUU Terorisme Bakal Pidanakan Penyidik Pembocor Hasil Penyadapan
Berita

RUU Terorisme Bakal Pidanakan Penyidik Pembocor Hasil Penyadapan

Untuk mencegah bocornya hasil penyadapan ke publik. Sebab, hasil penyadapan hanya dikhususkan bagi kepentingan penyelidikan dan penyidikan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana Pembahasan RUU Pemberantasan Terorisme antara Panja DPR dan Pemerintah di Gedung DPR, Rabu (26/7). Foto: RFQ
Suasana Pembahasan RUU Pemberantasan Terorisme antara Panja DPR dan Pemerintah di Gedung DPR, Rabu (26/7). Foto: RFQ
Aturan penyadapan dalam Revisi Undang-Undang (RUU) No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah disepakati antara Panja RUU tersebut dengan pemerintah. Selain mengatur mekanisme aturan penyadapan, sanksi pidana bagi aparat penegak hukum yang membocorkan hasil sadapan menjadi ancaman tersendiri. Tujuannya untuk mencegah tidak tersebarnya hasil penyadapan ke publik, apalagi ke media massa.

Anggota tim dari pemerintah, Prof Harkristuti Harkrisnowo mengatakan RUU yang merupakan inisiatif dari pemerintah itu penting mengatur aturan sanksi bagi aparat penegak hukum. Sebab, dengan tersebarnya hasil penyadapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme bakal mengganggu penyelidikan dan penyidikan.

“Yaa, menurut saya harus ada (aturan sanksi bagi  penyidik, red),” ujarnya di Gedung DPR, Rabu (26/7) kemarin. Baca Juga: Disepakati, Penyadapan Harus Mendapat Izin Pengadilan

Selain pidana, ada sanksi administratif bagi penyidik yang terbukti membocorkan hasil penyadapan ke publik, atau media. Karena itu, laporan dari hasil penyadapan yang dilakukan  mesti dilaporkan ke atasan penyidik hingga sampai ke kementerian terkait yakni Kemenkominfo.

Selama ini tak jarang dokumen ataupun hasil rekaman sadapan bocor ke publik. Sayangnya, tak ada pihak yang dapat dimintakan pertanggungjawaban. “Nah ini akan diatur pertanggungjawabanya pada aparat penegak hukum terkait dengan proses penyadapan. Apabila membocorkan itu bisa kena sanksi (administratif dan pidana, red,” tegasnya.

Meski aturan sanksi ini sudah dirumuskan dalam RUU Terorisme oleh pemerintah, namun belum ditentukan besaran lamanya ancaman sanksi pidana. Berbeda dengan RUU tentang Intelijen yang sudah merumuskan besaran ancaman sanksi pidana bagi pembocor hasil penyadapan yakni selama 10 tahun penjara.

“Kita belum bicara sanksinya berapa (tahun, red) ya. Kalau di RUU Intelijen kan sanksinya 10 tahun, kalau di sini kita belum bicarakan, tapi akan ada sanksi pidana,” ujar mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ini.

Dalam pembahasan terakhir RUU Terorisme ini adanya usulan aturan sanksi pidana diberikan secara berjenjang. Mulai dari penyidik hingga atasan penyidik. Namun Prof Harkristuti merasa keberatan. Alasannya, apabila hasil sadapan bocor, maka yang bertanggung jawab orang yang melakukan penyadapan.

“Tetapi, bukan tidak mungkin atasan penyidik (ikut bertanggung jawab). Terlepas siapapun pembocor hasil penyadapan, namun wajib dibuktikan pihak yang membocorkan hasil sadapan. Ini jadi penting,” imbuh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia itu.

Anggota Pansus RUU Terorisme, Dossy Iskandar Prasetyo mengatakan memang perlu diatur sanksi pidana bagi aparat penegak hukum yang membocorkan hasil penyadapan ke publik. Soalnya, hasil penyadapan bersifat rahasia negara agar hasil penyadapan dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel.

“Sanksi bagi pembocor hasil penyadapan agar lebih progresif hukumnya. Apapun itu perlu pertangunggjawaban pidana bagi aparat penegak hukum,” tegasnya. Baca Juga: Pembahasan RUU Terorisme Mesti Kedepankan Asas Kehati-Hatian

Terpisah, Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono mengamini pandangan Prof Harkristuti dan Dossy. Menurutnya, adanya aturan sanksi pidana bagi aparat penegak hukum yang membocorkan hasil penyadapan bentuk sarana pencegahan. “Harusnya ada ketentuan pencegahan seperti itu,” ujarnya, Jumat (28/7).

Meski begitu ICJR, bagi Supri, pihaknya telah merekomendasikan agar berbagai persoalan mengenai mekanisme penyadapan diatur khusus melaui UU Penyadapan termasuk di dalamnya mengatur sanksi bagi penyidik atau aparat penegak hukum yang membocorkan hasil sadapan. Dengan begitu, mekanisme penyadapan berada di satu UU, sehingga aturan penyadapan tidak tersebar di beberapa UU.

“Tetapi, memang perlu juga diatur dalam RUU Terorisme, karena (saat ini) ada kekosongan hukum soal itu (penyadapan, red),” katanya.
Tags:

Berita Terkait