Ada Penyelidikan '86' Oknum Bea Cukai di Balik Terungkapnya Kasus Patrialis Akbar
Utama

Ada Penyelidikan '86' Oknum Bea Cukai di Balik Terungkapnya Kasus Patrialis Akbar

Rencana penyuapan Patrialis Akbar tersadap saat KPK menyelidiki dugaan '86' oknum Bea Cukai. Basuki Hariman dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, Ng Fenny dituntut 10,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan karena telah terbukti bersalah menyuap Patrialis melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan uji materi UU Peternakan.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Pengusaha importir daging Basuki Hariman usai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK. Foto : RES
Pengusaha importir daging Basuki Hariman usai menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK. Foto : RES
Rencana penyuapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar tersadap saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan penyelundupan tujuh kontainer daging yang melibatkan oknum Bea Cukai. Hal ini terungkap dalam surat tuntutan perkara pemilik sekaligus Direktur CV Sumber Laut Perkasa Basuki Hariman dan anak buahnya, Ng Fenny yang dibacakan penuntut umum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (31/7/2017).

Selain menguraikan dalil-dalil pembuktiannya, penuntut umum merasa perlu menguraikan kronologis kegiatan penyadapan terhadap Basuki. Sebab, tim pengacara Basuki melalui suratnya No.0201 atau 0202/FWP/HRB-KS-FT/VII/17 tanggal24 Juli 2017, mempermasalahkan penyadapan terhadap Basuki sebelum terbitnya Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-76/01/10/2016 tanggal 7 Oktober 2016.

Penuntut umum Lie Putra Setiawan menuturkan, penyadapan KPK terhadap Basuki sebelum terbitnya Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprin.Lidik-76/01/10/2016 tanggal 7 Oktober 2016, didasarkan atas penyelidikan lain terhadap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Basuki selaku importir. Penyelidikan itu bermula dengan adanya pengaduan masyarakat yang diterima oleh KPK.

"Berdasarkan pengaduan dari masyarakat, pada tanggal 28 Maret 2016 diketahui adanya kasus penyelundupan tujuh kontainer daging yang sudah dikeluarkan dari pelabuhan Tanjung Priok ke suatu gudang importir di Cileungsi, Bogor. Saat ini disegel oleh Bea Cukai. Namun, belum dilakukan pemeriksaan karena menunggu situasi tenang yang selanjutnya akan dilepas sehubungan sudah '86' oleh oknum Bea Cukai yang berkolusi dengan importir bernama Basuki," katanya.

Untuk diketahui, sebenarnya "86" adalah kode yang kerap digunakan Polisi untuk menyatakan "siap", "laksanakan", atau "mengerti". Akan tetapi, kode "86" ini berubah menjadi berkonotasi negatif ketika dikaitkan dengan "pengamanan" suatu perkara. Istilah "86" dalam penyelidikan kasus Basuki di atas sudah barang tentu "86" yang berkonotasi negatif. Baca Juga: Patrialis Pengusaha Menangkan Uji Materi UU Peternakan

Lie melanjutkan, setelah ditelaah, KPK memutuskan melakukan penyelidikan dengan menerbitkan Sprin.Lidik-26/01/04/2016 tanggal 11 April 2016. Penyelidik menduga keras adanya keterlibatan Basuki selaku pemberi, sehingga sejak 29 April 2016 dilakukan penyadapan terhadap Basuki berdasarkan Surat Perintah Penyadapan Nomor : Sprin.Dap-455/01/22/04/2016 tanggal 29 April 2016.

Atas surat perintah penyelidikan yang sama, yaitu Sprin.Lidik-26/01/04/2016, penyelidik juga melakukan penyadapan terhadap Kamaludin. Pasalnya, Kamaludin yang merupakan rekan kerja Basuki di PT Spektra Selaras Bumi, diduga terlibat atas perbuatan Basuki. Ketika KPK menyadap Basuki dan Kamaludin terkait dugaan korupsi penyelundupan kontainer daging, penyelidik menemukan dugaan korupsi lain.

"(Dugaan korupsi lain dimaksud adalah) Rencana penyuapan terkait judicial review atas UU No.41 Tahun 2014 (Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan) di MK yang akan dilakukan Basuki kepada Patrialis melalui Kamaludin. Karena itu, per 7 Oktober2016 dikeluarkan Sprin.Lidik-76/01/10/2016 dan per 12 Oktober 2016 mulai dilakukan penyadapan atas diri Patrialis," ujar Lie.

Menurutnya, dalam suatu kegiatan penyadapan, tidak dapat dicegah ada pihak lain yang ikut tersadap. Akan tetapi, penyadapan terbatas dan semata-mata karena pihak lain itu menghubungi atau dihubungi oleh nomor telepon pihak yang diduga melakukan korupsidan sedang disadap. Ia menganggap, sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan sepanjang pihak lain dimaksud tidak ikut melakukan perbuatan yang mengarah pada tindak pidana.

Lantas, bagaimana hasil perkembangan penyelidikan dugaan "86" oknum Bea Cukai tersebut? Apakah penyelidik telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan ke tahap penyidikan? Atau malah penyelidik tidak menemukan bukti cukup, sehingga tidak diteruskan ke tahap penyidikan?

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaku dirinya tidak dapat menyampaikan hasil atau perkembangan penanganan perkara yang masih dalam tahap penyelidikan. "Untuk proses penyelidikan, nanti kami sampaikan jika sudah naik pada tahap penyidikan dan kalau sudah ada tersangka. Itu nanti baru bisa terpublikasi," ucapnya, Selasa (1/8/2017).

Walau begitu, KPK memang pernah memanggil sejumlah saksi dari Bea Cukai ketika perkara Basuki masih di tahap penyidikan. Antara lain Direktur Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Harry Mulya, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok Imron, serta Kepala Sub Direktorat Intelijen Bea dan Cukai Tahi Bonar Lumbanraja.

KPK juga pernah mendatangi kantor Bea Cukai awal Maret 2017 lalu. Sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, terkait kedatangan KPK, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan pihaknya siap berkoordinasi dengan KPK. "Ini merupakan kegiatan penyidikan terhadap importir. Pada prinsipnya, Bea Cukai mendukung kegiatan ini dan kita melakukan koordinasi untuk pemenuhan dokumen yang diminta," tuturnya kala itu.

Heru menjelaskan, KPK mendatangi kantor Bea Cukai untuk mempercepat investigasi melalui pengumpulan data dan informasi terkait proses importasi. Namun, proses pengumpulan dokumen cukup memakan waktu karena dilakukan terhadap sembilan importir dan data impor masih tersebar di beberapa kantor Bea Cukai, seperti Tanjung Priok dan Marunda.

"(Maka itu) Kita sekarang bersama-sama mengumpulkan data. Ada sembilan importir. Kita saling support dan mengumpulkan data dan dokumen dari beberapa kantor. Kantor ini yang akan jadi tempat pemusatan data," imbuhnya.

Terbukti suap Patrialis
Selain mengungkap kronologi penyadapan terhadap Basuki, penuntut umum juga menguraikan sejumlah fakta persidangan yang mendukung pembuktian perbuatan suap Basuki dan Ng Fenny. Basuki dan Ng Fenny, masing-masing dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan dan 10,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Lie melanjutkan, keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama, Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kedua terdakwa dianggap terbukti menyuap Patrialis selaku hakim MK melalui Kamaludin untuk memenangkan uji materi UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU Peternakan).

Basuki merupakan pemilik beberapa perusahaan yang bergerak di bidang importasi daging, antara lain PT Impexindo Pratamadan CV Sumber Laut Perkasa. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Basuki bersama Ng Fenny telah berkali-kali memberikan uang kepada Kamaludin yang diperuntukan bagi kepentingan Patrialis. Pemberian uang dimaksudkan agar Patrialis membantu Basuki dengan mengabulkan uji materi UU Peternakan.

Pemberian uang dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama, pemberian AS$20 ribu di Restauran Paul Pacific Place pada 22 September 2016. Kedua, pemberian AS$10 ribu di Restaurant Mandarin Oriental Jakarta pada 13 Oktober 2016. Basuki memberikan AS$10 ribu karena sebelumnya Kamaludin meminta uang untuk bermain golf bersama Patrialis. Ketiga, pemberian AS$20 ribu di area parkir Buaran pada 23 Desember 2016, dimana AS$10 ribu diberikan Kamaludin kepada Patrialis untuk kepentingan umrah.

Lie berpendapat, meski uang itu diperuntukan untuk keperluan bermain golf bersama Patrialis, ternyata ada pihak lain yang "meng-handle" biaya kegiatan golf di Bintan dan Batam. Alhasil, Kamaludin menggunakan sebagian uang untuk membayar tiket pesawat kepulangan dari Batam menuju Jakarta, Kamaludin, Patrialis, Hamdan Zoelva, dan Ahmad Gozali. Sisanya, digunakan Kamaludin untuk keperluan pribadinya.

"Namun, sekali lagi, maksud atau tujuan pemberian uang oleh terdakwa (Basuki) dan Ng Fenny adalah untuk dapat dipergunakan membiayai keperluan Kamaludin dan Patrialis bermain golf yang kali ini dilakukan di Bintan dan Batam," katanya.

Tak hanya memberi uang, Basuki juga dianggap terbukti menjanjikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Patrialis. Pada Oktober 2016 di Restauran D'Kevin, Basuki menyampaikan kepada Kamaludin bahwa dirinya mempunyai kemampuan Rp2 miliar untuk mempengaruhi hakim yang belum menyatakan pendapat. Kesanggupan Basuki disampaikan Kamaludin kepada Patrialis.

Pada 19 Oktober 2016, Basuki, Kamaludin,dan Patrialis bertemu di tempat parkir Jakarta Golf Club Rawamangun dan kembali membahas permohonan uji materi UU Peternakan. Dalam pertemuan itu, Patrialis menyarankan kepada Basuki untuk melakukan pendekatan kepada dua hakim MK, I Dewa Gede Palguna dan Manahan MP Sitompul.

Sesuai informasi yang disampaikan Patrialis, kedua hakim itu semula berpendapat mengabulkan permohonan uji materi, tetapi belakangan malah mempengaruhi hakim lainnya agar menolak permohonan. Patrialis menyarankan agar Basuki membuat "surat kaleng" atau pengaduan masyarakat agar tim Kode Etik MK bergerak untuk melakukan proses etik terhadap kedua hakim tersebut.

Namun, sambung Lie, saran Patrialis tidak disetujui karena masih ada cara lain, yaitu dengan mendekati dua hakim MK lain yang belum menyampaikan pendapat, Arief Hidayat dan Suhartoyo.Untuk mendekati Suhartoyo, Patrialis menyarankan Basuki untuk menggunakan jasa pengacara Lukas, tetapi Basuki tidak bersedia. Baca Juga: Patrialis Sarankan Pengusaha Menangkan Uji Materi UU Peternakan

Kemudian, pada 23 Januari 2017 di Hotel Jakarta, Patrialis meminta Kamaludin menyampaikan kepada Basuki bahwa Patrialis telah memperjuangkan putusan uji materi UU Peternakan yang rencananya dibacakan dalam pekan itu. Perkataan Patrialis ini dipahami Kamaludin agar Basuki segera memberikan uang Rp2 miliar yang telah dipersiapkan Basuki untuk mempengaruhi pendapat para hakim dalam memutus perkara uji materi UU Peternakan.

Akhirnya, uang sejumlah Rp2 miliar ditukarkan ke dalam mata uang dollar Singapura sebesar Sing$211,3 ribu. Dari uang Sing$211,3 ribu, sebanyak Sing$11,3 ribu disimpan di dalam brankas di kantor Basuki, sedangkan Sing$200 ribu diserahkan Ng Fenny melalui Sutikno kepada Basuki. Basuki pun bertemu Kamaludin sambil membawa uang Sing$200 ribu untuk diberikan kepada Patrialis.  

Saat bertemu Kamaludin, Basuki menanyakan kapan jadwal pembacaan putusan uji materi UU Peternakan. Kamaludin menjawab, sesuai informasi yang diperoleh dari Patrialis, kemungkinan pembacaan putusan akan ditunda seminggu lagi. Basuki meminta uang disimpan oleh Kamaludin. Akan tetapi, Kamaludin menolak, sehingga uang itu disimpan dulu oleh Basuki sebelum sempat diberikan kepada Patrialis.

Lie menegaskan, fakta ini diperoleh dari sejumlah alat bukti, antara lain keterangan para saksi dan juga didukung oleh bukti pencatatan yang dilakukan pegawai Basuki pada buku keuangan perusahaan yang mencantumkan "u/H.MK" sebesar Rp1.999.954.500.

Mengingat semua unsur dakwaan pertama telah terpenuhi, penuntut umum berkesimpulan Basuki bersama-sama Ng Fenny telah terbukti bersalah menyuap Patrialis melalui Kamaludin untuk mempengaruhi putusan uji materi UU Peternakan. Salah satu hal yang memberatkan perbuatan kedua terdakwa, telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, khususnya MK.

Atas tuntutan penuntut umum, Basuki dan Ng Fenny beserta tim pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Ketua majelis hakim Nawawi Pomolango memberikan waktu satu minggu untuk menyiapkan pledoi. Setelah sidang ditutup, Basuki sama sekali enggan memberikan komentar. Muka Basuki terlihat memerah dan beberapa kerabat memberikan pelukan kepada Basuki.    
Tags:

Berita Terkait