Perusahaan Perlu Perluas Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas, Begini Alasannya
Berita

Perusahaan Perlu Perluas Kesempatan Kerja Penyandang Disabilitas, Begini Alasannya

Data Sakernas BPS menunjukkan jumlah angkatan kerja penyandang disabilitas yang bekerja sebanyak 10,8 juta orang.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Penyandang disabilitas. Foto: RES
Penyandang disabilitas. Foto: RES
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memperluas kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas. Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, mengatakan pemerintah terus mendukung dan memfasilitasi penyandang disabilitas dalam mencari pekerjaan. Salah satunya dilakukan dengan menggelar bursa kerja khusus bagi penyandang disabilitas dan pelatihan serta pendampingan wirausaha.

Hanif menyebut pemerintah juga mendorong badan usaha swasta dan BUMN/BUMD memberikan kesempatan kerja kepada penyandang disabilitas. Tentunya disesuaikan dengan jenis disabilitas yang disandang, tingkat pendidikan dan kemampuannya.

(Baca juga: Isu Ketenagakerjaan dalam UU Penyandang Disabilitas Perlu Dicermati).

Penyandang disabilitas menurut Hanif telah berkontribusi besar terhadap Indonesia. "Banyak rekan-rekan disabilitas yang memiliki usaha sendiri dan bisa membuka lowongan kerja. Malah mereka memiliki karyawan,” kata Hanif dalam keterangan pers, Selasa (08/8).

Selain itu Hanif menekankan pembangunan ketenagakerjaan di Indonesia harus dilakukan secara inklusif. Siapa saja berhak mendapat akses pendidikan dan pekerjaan yang layak. Perlindungan terhadap penyandang disabilitas juga diberikan melalui mekanisme jaminan sosial yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

(Baca juga: Alami Kecelakaan Kerja, Pahami Regulasi Return to Work).

Melansir data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS per Februari 2017, jumlah penduduk usia kerja penyandang disabilitas sebesar 21.930.529 orang, yang termasuk angkatan kerja 11.224.673 orang. Angkatan kerja penyandang disabilitas yang bekerja sebanyak 10.810.451 orang (96,31 persen) dan penganggur terbuka 414.222 orang (3,69 persen).

Ketua Departemen Tenaga Kerja dan Wira Usaha DPP Pertuni, Jonna Damanik, mengatakan UU No. 8 Tahun 2016  tentang Penyandang Disabilitas sudah mengamanatkan pemerintah melakukan berbagai hal untuk penyandang disabilitas. Misalnya, pemerintah, pemerintah daerah (Pemda), BUMN dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen penyandang disabilitas dari total jumlah pekerja. Untuk perusahaan swasta wajib merekrut 1 persen tenaga kerja penyandang disabilitas.

(Baca juga: 750 Ribu Lulus Universitas Setiap Tahun, Kompetensi Masih Jadi Masalah).

Sejak terbitnya UU Penyandang Disabilitas, Jonna menegaskan pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam menerbitkan kebijakan harus berbeda dengan masa sebelumnya. Saat ini pendekatan yang digunakan berbasis HAM, yaitu perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM bagi penyandang disabilitas. “Tapi faktanya kementerian dan lembaga pemerintahan masih menggunakan paradigma lama, persoalan menyangkut penyandang disabilitas masih diserahkan kepada Kementerian Sosial,” katanya saat dihubungi hukumonline.com, Rabu (09/8).

Lemahnya pemahaman kementerian dan lembaga pemerintahan terhadap hak penyandang disabilitas di bidang ketenagakerjaan dapat dilihat dari dibukanya penerimaan tenaga kerja pada institusi tersebut. Misalnya, beberapa waktu lalu Kementerian Hukum dan HAM membuka 17 ribu penerimaan CPNS, tapi kesempatan yang diberikan untuk penyandang disabilitas hanya 1 orang. Tentu saja kuota itu sangat kecil dan tidak sesuai dengan amanat UU Penyandang Disabilitas.

Selain itu Jonna menyoroti pelatihan bagi penyandang disabilitas yang diselenggarakan BLK. Jenis pelatihan yang diberikan hanya untuk keahlian yang terbatas dan tidak beragam seperti tunanetra selalu dilatih pijat dan tunarungu dilatih menjahit. Hal itu membuat penyandang disabilitas tidak punya kesempatan untuk berlatih keterampilan lain yang lebih dibutuhkan pasar.

Penyandang disabilitas juga menghadapi kendala mengenai perlindungan terhadap profesi yang mereka geluti. Mestinya penyandang disabilitas mendapat sertifikasi atas keterampilan dan keahlian yang mereka miliki. Hal itu dibutuhkan karena penyandang disabilitas sangat sulit mengakses pendidikan formal. Menurut Jonna pemerintah bisa membuat terobosan, misalnya penyandang disabilitas yang memiliki keterampilan dan keahlian tertentu mendapat sertifikasi yang bobotnya sama dengan gelar akademik seperti Diploma.

(Baca juga: Tiga Alasan Penolakan PP ‘Sapu Jagat’ di UU Penyandang Disabilitas).

Kendala lain yang dihadapi penyandang disabilitas menurut Jonna yakni adanya mental blocking karena selama ini mereka mengalami diskriminasi. Akibatnya, ada keluarga yang tidak mau memberi ruang anggota keluarganya yang berstatus penyandang disabilitas padahal yang bersangkutan punya potensi dan produktif. Beragam persoalan yang dihadapi penyandang disabilitas itu harus diselesaikan secara serius bukan saja oleh pemerintah tapi juga masyarakat sipil.
Tags:

Berita Terkait