Ideologi Negara Rusia dan Uzbekistan dalam Konstitusinya
Berita

Ideologi Negara Rusia dan Uzbekistan dalam Konstitusinya

Di Indonesia berideologi (tunggal) Pancasila, sementara Rusia dan Uzbekistan menganut beragama ideologi dalam Konstitusinya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Peserta Simposium Internasional AACC di Hotel Alila, Solo. Foto: AID
Peserta Simposium Internasional AACC di Hotel Alila, Solo. Foto: AID
Sebagian anggota Association of Asian Constitutional Court and Equivalent Institutions (AACC)menyampaikan pandangannya soal ideologi dan kemajemukan dalam konstitusi negaranya masing-masing. Hal ini terungkap dalam Simposium Internasional AACC bertemakan “Constitusional Court and State Ideology”.

Dalam sesi ini, negara Rusia, Turkey, Armenia, Uzbekistan, Mongolia dan Indonesia memaparkan prinsip ideologi di negaranya berdasarkan konstitusi yang dianut negara masing-masing. Misalnya, Hakim Konstitusi Indonesia, I Dewa Gede Palguna mengatakan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia yang pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Soekarno. Karenanya, Pancasila menjadi elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Palguna menjelaskan Pancasila merupakan dasar negara yang dapat memelihara kemajemukan di Indonesia. Integritas nasional bisa dicapai, menurut Palguna, bila masyarakat sepenuhnya mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

"Integritas nasional Indonesia sebagai sebuah negara yang didirikan berdasarkan masyarakat majemuk, hanya dapat diamankan dan dipelihara bila Pancasila mampu mentransformasikan dirinya menjadi sebuah ideologi yang hidup dimana semua orang Indonesia menerima, menginternalisasi, dan mempraktikkan konsepnya," papar Palguna di Hotel Alila Solo, Rabu (9/8/2017).

Menurutnya, meski tugas MK Indonesia menguji UU terhadap UUD 1945, tetapi ideologi negara Pancasila dapat menjadi pertimbangan. Karena itu, bisa dikatakan pengujian UU dapat dilakukan (dipertentangkan) terhadap ideologi negara Pancasila. “Jadi yang bertentangan dengan Pancasila dapat melakukan judicial reiview. Sebab, Pancasila merupakan dasar negara,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Sekretariat MK Rusia Vladimir A Sivitskiy, menyebut tidak ada ideologi resmi yang diproklamirkan oleh negara Rusia. Hal ini disebutkan dalam konstitusi Rusia. Sebab, sejarah Uni Soviet mempunyai pengalaman kelam di masa lalu. (Baca juga:AACC Jalin Kesepahaman dengan CCJA)

"Pasal 13 Konstitusi Federasi Rusia secara eksplisit menetapkan bahwa keberagaman politik seharusnya diakui di Federasi Rusia. Tidak ada ideologi yang diproklamirkan sebagai suatu kewajiban. Asal usul norma ini menjadi tidak dapat dimengerti. Sebab, diketahui bahwa di Uni Soviet, ideologi komunis didirikan sebagai satu-satunya ideologi untuk beberapa tahun dan mempunyai pengaruh negatif terhadap kebebasan berpendapat," sebutnya.

Atas dasar itu, Vladimir mengatakan Rusia mengambil sikap untuk menjamin kebebasan berpendapat atau berideologi di negaranya. Dia berharap apa yang dialami di masa lalu (paham ideologi tunggal komiunis) tidak akan terulang kembali."Karena itu, legislatif konstitusional Rusia telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan supremasi tersebut (kebebasan) setiap ideologi. Jadi penekanan terhadap perbedaan pendapat, tidak akan terulang kembali," kata Vladimir.

Sementara Mantan Ketua MK Uzbekistan, Bakhtiyar Mirbabayev mengatakan negaranya tak mempunyai satu ideologi baku yang menjadi dasar negara. Bakhtiyar lebih suka menyebut negaranya mempunyai pluraslisme ideologi dalam membangun masyarakatnya.Sebab, Konstitusi Republik Uzbekistan menjelaskan Uzbekistan sebagai negara demokratis berdaulat dengan bentuk pemerintahan republik.

Menurut Pasal 12 Konstitusi di Uzbekistan, kehidupan sosial berkembang berdasarkan keberagaman institusi politik, ideologi dan opini. ‘Jadi, tidak ada ideologi (tunggal) yang bisa dijadikan ideologi negara. Norma ini menetapkan pluralisme ideologi sebagai dasar pengembangan masyarakat," kata Bakhtiyar.

Dia menilai negara demokratis dan negara hukum bisa berdiri dengan adanya keberagaman ideologi. Sebab, manusia mempunyai pandangan yang tidak sama dan keberagaman pendapat yang tak mungkin dapat dihilangkan. Baginya, berfungsinya sebuah negara demokratis dan negara hukum serta masyarakat sipil hanya dimungkinkan hanya berdasarkan keragaman ideologi.

“Karena manusia pada dasarnya tidak sama dan tidak mungkin dikurangi keberagaman pendapat dan kepercayaan mereka terhadap satu sistem pandangan untuk mengembangkan gagasan universal tentang kesejahteraan universal," katanya.
Tags:

Berita Terkait