Buah Perlawanan Syarifuddin Terhadap KPK
Berita

Buah Perlawanan Syarifuddin Terhadap KPK

Penggugat: eksekusi putusan ini menunjukkan KPK tak selamanya menang. Masih ada yang lebih tinggi yaitu pengadilan.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Syarifuddin (kanan) ketika masih dalam proses peradilan di Pengadilan Tipikor. Foto: HOL
Syarifuddin (kanan) ketika masih dalam proses peradilan di Pengadilan Tipikor. Foto: HOL
Masih ingat dengan nama Syarifuddin Umar? Mantan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang pernah dijaring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap Rp250 juta dari seorang kurator bernama Puguh Wirawan dalam perkara kepailitin perusahaan garmen PT Skycamping Indonesia (SCI) pada sekitar 2011 lalu?

Setelah namanya mengemuka dan diproses hukum akibat kasus tersebut, Syarifuddin melakukan perlawanan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menggugat KPK perihal penyitaan aset miliknya dalam proses penangkapan. Gugatan perdata itu diterima majelis hakim yang dipimpin Matheus Samiaji yang menyatakan penyitaan yang dilakukan KPK tidak sah karena tidak adanya surat penggeledahan.

Singkat cerita, majelis mengabulkan gugatan tersebut dan menghukum KPK membayar ganti rugi sebesar Rp100 juta. Jumlah ini memang tidak sesuai dengan gugatan Syarifuddin yang meminta ganti rugi materiil sebesar Rp60 juta dan immaterial sebesar Rp5 miliar. Alasannya, jumlah yang diajukan sebesar Rp60 juta itu tidak ada hitungan yang jelas dan Rp5 miliar dianggap terlalu besar karena KPK dibiayai oleh APBN.

Tidak terima, KPK mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tetapi banding ini kandas. Sama halnya pengajuan kasasi di Mahkamah Agung, hakim agung yang dipimpin Valerine JL Kriekhoff dengan anggota Syamsul Ma’arif dan Hamdan pada 13 Maret 2014 mengabulkan gugatan Syafruddin. Upaya hukum KPK berupa Peninjauan Kembali (PK) juga tidak membuahkan hasil yang berarti KPK harus membayar ganti rugi sebesar Rp100 juta. Sebaliknya, dalam perkara pidana korupsi, kasasi Syarifuddin ditolak Mahkamah Agung.

(Baca juga: Kasasi Syarifuddin Ditolak MA).

Eksekusi putusan pengadilan dalam arti penerimaan uang ganti rugi Syarifuddin baru dilaksanakan pada Senin (21/8) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam keterangannya, Syarifuddin mengatakan dengan adanya eksekusi putusan tersebut maka menjadi bukti jika KPK bukanlah malaikat karena ada kekuasaan yang lebih besar yaitu unsur pengadilan.

“KPK gunakan segala upaya hukum, KPK tetap kalah. Hal ini yang penting bahwa KPK enggak mau diketahui, enggak mau menerima bahwa ada kekuasaan yang berada lebih dari KPK yaitu pengadilan,” ujar Syarifuddin di PN Selatan.

Menurut Syarifuddin, penyerahan uang pengganti ini tidak menyelesaikan masalah yang ada. Sebab dengan putusan majelis hakim yang meminta KPK membayar uang ganti rugi sebesar Rp100 juta itu sama saja merugikan negara karena selama ini pembiayaan KPK berasal dari APBN. Ia pun meminta agar para pimpinan KPK diperiksa secara etik oleh pengawas internal.

Selain itu, Syarifuddin juga mengaku telah melaporkan KPK ke Polda Metro Jaya terkait pencurian barang (yang ikut disita) miliknya. "Saya minta kepada PMJ selesaikan laporan saya, KPK curi barang saya, penggelapan barang saya,pengrusakan barang saya," terang Syarifuddin.

Perwakilan Biro Hukum KPK Indra Mantong Batti mengatakan kehadirannya di PN Selatan hanya untuk melaksanakan putusan pengadilan. KPK, kata Indra sebenarnya telah mengirimkan uang melalui transfer ke PN Selatan pada Desember 2016 lalu untuk melaksanakan putusan pengadilan.

Namun Indra menolak disebut kalah dalam gugatan ini. Menurut dia, KPK ingin menghargai putusan pengadilan dengan melaksanakan putusan tersebut. "Tapi ini bukan dimaksudkan bahwa kami kalah. Tidak. Kami menghargai keputusan pengadilan. Dan memang tidak ada jalur hukum lain selain kami sudah mengajukan PK yang terdahulu. Kalau kami misalkan masih ada upaya hukum lain, mungkin akan kami tempuh. Tapi ini yang terakhir, maka jalan satu-satunya adalah menghargai keputusan itu," tutur Indra.

Kasus ini sendiri berawal pada 2007 lalu saat MA menyatakan PT SCI pailit dengan segala akibat hukum yang ditimbulkan dengan menunjuk Tafrizal Gewang dan Royandi Haikal sebagai kurator dan Zulfahmi sebagai hakim pengawas. Permonan pailit ini diajukan olrh PT Kemilau Surya Mandiri karena piutang PT SCI sebesar Rp220 juta tak kunjung dibayar.

Tetapi dalam prosesnya terjadi kekisruhan sehingga terjadi pergantian yaitu Tafrizal diganti Puguh dan Syarifuddin menjadi hakim pengawas. Pergantian ini juga bukan menjadi solusi karena ada ketidakpuasan dari pihak Serikat Pekerja yang berhak menerima bagian dari proses kepailitan.

Dari fakta persidangan pada proses pembuktian perkara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Syarifuddin terbukti menerima uang Rp250 juta dari Puguh selaku kurator. Uang tersebut diberikan agar Syarifuddin memberikan persetujuan mengenai perubahan aset boedel pailit PT SCI berupa dua bidang tanah atas nama PT SCI dan PT Tanata Cempaka Saputra menjadi aset non-boedel pailit tanpa harus melalui penetapan pengadilan.
Tags:

Berita Terkait