Paket Kebijakan Ekonomi XVI Diluncurkan, Ini Ringkasan Perpresnya
Berita

Paket Kebijakan Ekonomi XVI Diluncurkan, Ini Ringkasan Perpresnya

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perjanjian tertulis. Hol
Ilustrasi perjanjian tertulis. Hol
Pemerintah ingin terus mendorong kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan ekonomi yang efisien. Oleh sebab itu, hari ini, Kamis (31/8), Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha di Gedung Bursa Efek Indonesia yang terletak di kawasan SCBD, Jakarta. Paket kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.

Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan standar pelayanan perizinan berusaha yang efisien, mudah dan terintegrasi tanpa mengabaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin mempercepat proses penerbitan perizinan berusaha sesuai dengan standar pelayanan, memberikan kepastian waktu dan biaya dalam peroses perizinan dan meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).

“Selain itu, kebijakan ini bertujuan menyelesaikan hambatan dalam proses pelaksanaan serta memanfaatkan teknologi informasi melalui penerapan sistem perizinan terintegrasi (single submission),” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, dalam siaran pers yang diterima oleh hukumonline, Kamis (31/8).

Tujuan yang ingin dicapai ini, lanjut Darmin, dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal. Misalnya saja, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai “pemberi izin” dan belum “melayani”.

Di samping itu, beberapa indikator juga menunjukkan bahwa kinerja realisasi investasi, meski tumbuh tetapi masih di bawah target yang ditetapkan, antara lain investasi dunia ke Indonesia masih rendah (1,97%) dengan rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar USD 1.417,58 Milyar, capaian target rasio investasi sebesar 32,7% (2012-2016), di bawah terget RPJMN sebesar 38,9% pada tahun 2019, realisasi investasi masih rendah dibandingkan dengan pengajuan/komitmen investasi untuk PMA 27,5% dan PMDN 31,8% (2010-2016), dan belum seimbangnya wilayah investasi di mana investasi di Jawa di atas 50% dibandingkan dengan Luar Jawa. 

Oleh sebab itu, kendati Indonesia sudah masuk sebagai negara layak investasi, namun realisasi dan kecepatan untuk mulai berusaha belum seperti yang diharapkan. Untuk itulah, pemerintah berupaya untuk melakukan percepatan pelaksanaan berusaha yang akan ditetapkan dalam bentuk Perpres dan realisasinya akan dilakukan dalam 2 tahap. (Baca Juga Liputan Khusus: Menelaah Arah Penegakan Hukum Persaingan Usaha)

Dua tahap yang dimaksud adalah, tahap Pertama dengan output yang dibagi dalam empat bagian. Pertama, pembentukan Satuan Tugas (Satgas) untuk pengawalan dan penyelesaian hambatan perizinan dalam pelaksanaan berusaha (end to end). Satgas terdiri dari Satgas Nasional dan Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota, Satgas Nasional mengkoordinasikan Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota dan memastikan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan peningkatan pelayanan seluruh perizinan yang menjadi kewenangannya (end to end). Dalam pelaksanaan tugasnya, Satgas Nasional membentuk klinik penyelesaian hambatan, di antaranya yaitu Klinik Tata Ruang dan Kehutanan, Klinik Pertanahan, dan Klinik Ketenagakerjaan.

Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota melakukan penyelesaian perzinan yang menjadi kewenangannya serta menyediakan layanan pengaduan (help desk), Satgas pada kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota terdiri dari Satgas Leading Sector (utama) dan Satgas Supporting (pendukung), Satgas Leading Sector bertanggungjawab untuk melakukan pengawalan, pemantauan, dan penyelesaian hambatan atas perizinan berusaha disektornya (end to end) dan melakukan peningkatan pelayanan seluruh perizinan berusaha disektornya (end to end).

“Satgas Leading Sector pada kementerian/lembaga antara lain berada pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan,” jelas Darmin. (Baca Juga: Ini Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018)

Selanjutnya adalah Satgas Supporting yang memberikan dukungan untuk perizinan berusaha pada leading sector. Satgas Supporting pada kementerian/lembaga antara lain Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Lalu ada Satgas Supporting pada kementerian/lembaga dapat pula berfungsi sebagai Satgas Leading Sector dalam bidang tertentu. Satgas pada provinsi atau kabupaten/kota dapat menjadi Satgas Leading Sector dalam hal perizinan berusaha sepenuhnya menjadi kewenangan gubernur atau bupati/walikota.

“Setiap Satgas wajib menyampaikan laporan secara berkala. Satgas Leading Sector maupun Satgas Supporting menyampaikan laporannya kepada Satgas Nasional. Satgas Nasional menyampaikan laporannya kepada Presiden,” tambahnya.

Kedua adalah penerapan perizinan checklist pada KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata, yang meliputi PTSP pada KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata menyediakan checklist berupa daftar seluruh perizinan yang harus diselesaikan oleh pelaku usaha dalam waktu tertentu.

Setelah pelaku usaha memperoleh pendaftaran penanaman modal (Indicative Investment Certificate), pelaku usaha memilih kawasan untuk tempat berusaha. PTSP kemudian memberikan kepada pelaku usaha, berupa akta pendirian dan pengesahan badan usaha, NPWP, Tanda Daftar Perusahaan, Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), Angka Pengenal Impor (API), dan Akses Kepabeanan. (Baca Juga: Progress Simplifikasi Regulasi Bidang Perizinan dan Investasi)

Selanjutnya pelaku usaha menandatangani checklist sebagaimana dimaksud pada huruf a dan checklist tersebut merupakan perizinan sementara yang mencakup: perizinan lingkungan (UKL-UPL), sertifikat tanah, rencana teknis bangunan/IMB, dan Izin Usaha. PTSP berdasarkan checklist tersebut memproses pemberian fasilitas perpajakan, fasilitas kepabeanan dan cukai, serta kemudahan untuk ketenagakerjaan, keimigrasian, dan pertanahan. Setelah penandatanagan checklist yang merupakan perizinan sementara, pelaku usaha dapat melakukan pembebasan tanah dan melakukan konstruksi.

Lalu ketiga, penerapan perizinan dengan penggunaan data sharing untuk perizinan berusaha diluar KEK, FTZ, Kawasan Industri, dan Kawasan Pariwisata yang belum menggunakan perizinan checklist, pelaksanaan kemudahan perizinan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya dilakukan melalui penggunaan data secara bersama (data sharing). 

Pelaku usaha, untuk mendapatkan beberapa perizinan berusaha termasuk perizinan untuk konstruksi, cukup menyampaikan 1 kali dokumen persyaratan kepada PTSP. Dokumen persyaratan yang disampaikan tersebut digunakan oleh PTSP dan instansi terkait lainnya secara bersama (data sharing) untuk menyelesaikan: izin lokasi atau penetapan lokasi, izin lingkungan, izin gangguan, analisa dampak lalu lintas, persetujuan rencana teknis bangunan/IMB, perizinan sektor industri serta untuk permintaan fasilitas perpajakan, kepabeanan, cukai, dan fasilitas lainnya. 

Keempat, mengenai waktu pelaksanaan tahap pertama yakni pembentukan dan pelaksanaan tugas Satgas dimulai sejak Peraturan Presiden ditetapkan. Satgas Nasional dan Satgas Leading Sector akan bertugas untuk Tahun 2017 dan seterusnya. Satgas Supporting hanya akan bertugas pada Tahun 2017 yang selanjutnya pelaksanaan tugas Satgas Supporting dilakukan oleh sistem Single Submission.

Tahap kedua dibagi dalam tiga bagian dengan output, pertama adalah reformasi peraturan perizinan berusaha dimana Menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan evaluasi atas seluruh dasar hukum pelaksanaan proses perizinan berusaha yang berlaku pada saat ini termasuk untuk UMKM.

Kemudian Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, masing-masing melakukan penyederhanaan pengaturan perizinan berusaha melalui penerbitan peraturan pengganti (baru) termasuk Perda, yang memuat secara jelas mengenai standar pelayanan perizinan PTSP yang mencakup: pelaku usaha yang eligible untuk mendapatkan perizinan, persyaratan, prosedur dan jangka waktu penyelesaian, biaya penerbitan perizinan (PNBP atau Pajak Daerah/Retribusi Daerah), kewajiban PTSP untuk memberikan perizinan apabila semua persyaratan telah lengkap dan benar.

Dalam hal persyaratan belum lengkap dan benar, PTSP wajib memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan, pembentukan layanan pengaduan; dan seluruh proses perizinan yang telah disempurnakan dilaksanakan dalam bentuk penggunaan teknologi informasi (online) termasuk pemanfaatan tanda tangan digital (digital signature).

Kedua, penerapan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission), yakni pelaksanaan seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha yang menjadi kewenangan menteri/kepala lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib dilakukan melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi (Single Submission). Seluruh perizinan dan pemenuhan persyaratan berusaha tersebut wajib diharmonisasi dan distandarisasikan sesuai standar nasional/internasional.

Kemudian sistem melakukan pemrosesan perizinan serta pengambilan keputusan secara tunggal (single and synchronous processing of data and information). Sistem melakukan proses manajemen koordinasi dan validasi sistem informasi perizinan secara elektronik antar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam rangka mendapatkan legalitas akses terkait perizinan.

Sistem akan terintegrasi dengan berbagai sistem pelayanan yang terkait dengan Single Submission, antara lain: Nomor Induk Kependudukan (Kemendagri), pendirian badan usaha (Kemenkumham), Impor-Ekspor dalam Indonesia National Single Window (Kemenkeu), dan sistem dari kementerian/lembaga terkait lainnya, dan data yang disampaikan dalam sistem dijamin keamanan dan kerahasiannya melalui Single Submission.

Ketiga, waktu pelaksanaan tahap kedua. Preparasi Tahap Kedua dilakukan dalam Tahap Pertama (sampai Desember 2017) dan penyelesaian reformasi peraturan beserta harmonisasinya ditargetkan selesai pada akhir November 2017.

Kemudian, uji coba Single Submission ditargetkan pada 1 Januari 2018 dan pelaksanaannya secara bertahap dimulai setelah uji coba berhasil  dilaksanakan dan selambat-lambatnya pada Maret 2018. Seluruh proses Single Submission dan PTSP dilakukan dalam 1 gedung.
Tags:

Berita Terkait