4 Aturan Perpajakan Terbaru yang Wajib Anda Ketahui
Berita

4 Aturan Perpajakan Terbaru yang Wajib Anda Ketahui

Salah satunya mengenai penerapan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
4 Aturan Perpajakan Terbaru yang Wajib Anda Ketahui
Hukumonline
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan memaksimalkan potensi penerimaaan, baik dari Wajib Pajak (WP) dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga, beberapa peraturan pun diterbitkan untuk mengakomodir upaya pemerintah tersebut.

Setidaknya, terdapat empat peraturan perpajakan terbaru yang wajib diketahui. Pertama, setelah pemerintah menerbitkan Perppu No 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Untuk Kepentingan Perpajakan, DPR mengesahkan Perppu 1/2017 menjadi UU No 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

UU 9/2017 ini hanya terdiri dari dua pasal saja. Pasal 1 berbunyi, “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6051) ditetapkan menjadi Undang-Undang dan melampirkannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Sedangkan Pasal 2 menyatakan “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.”

“UU No 9/2017 merupakan kelanjutan dari Perppu No 1 Tahun 2017 yang sekarang sudah disahkan menjadi UU. UU ini minggu lalu sudah terbit,” kata Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP), John Hutagaol di Kantor Pusat DJP, Senin (4/9).

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek.(Baca Juga: Aturan Baru Controlled Foreign Company, Korporasi Dipersulit ‘Pecah-Pecah’ Saham)

John menyampaikan bahwa PMK 107/2017 tersebut merupakan penyempurnaan dari PMK 256/PMK.03/2008 yang dinilai belum efektif dan masih dapat dihindari oleh WP. PMK 256/2008 masih memiliki celah, misalnya mendirikan perusahaan perantara, membuat CFC tidak langsung dan/atau memecah penyertaan modal (kepemilikan) antara anggota grupperusahaan atau antara perusahaan afiliasi. Selain itu, PMK 107/2017 juga merupakan respon atas final Report BEPS Action Plan 3 (Controlled Foreign Company).

Terdapat tujuh poin-poin perubahan dalam PMK 107/2017. Berikut poin-poin yang dimaksud dalam PMK 107/2018.
1.    Pengaturan lingkup pengendalian melalui penyertaan modal meliputi:
-      pengendalian langsung
-      pengendalian tidak langsung
2.    penetapan saat diperolehnya Deemed Dividend atas pengendalian melalui penyertaan modal
3.    Pengaturan penyertaan modal melalui trust atau bentuk usaha lain yang sejenis di luar negeri
4.    Penentuan jumlah saham yang disetor didasarkan pada:
- jumlah nilai saham yang diterbitkan;
- jumlah nilai saham yang mempunyai hak suara (voting rights)
5.   Pengaturan besarnya Deemed Dividend yang diperoleh WPDN
6.   Pengaturan atas Deemed Dividend yang telah dilaporkan dapat diperhitungkan
          dalam menentukan besarnya penghasilan berupa dividen yang diterima WPDN
7.   Penambahan CONTOH terkait bagaimana menerapkan ketentuan-ketentuan
         dalam aturan CFC

Adapun output yang diharapkan adalah untuk menurunkan risiko penghindaran pajak melalui pengalihan penghasilan (profit shifting) ke anak perusahaan yang berada di negara-negara tax heaven, termasuk sebagai backstop praktik transfer pricing yang abusive, serta meningkatkan basis penerimaan perpajakan yang berasal dari deemed dividend.

Ketiga, Peraturan Dirjen Pajak No 10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). kepala Seksi Perjanjian dan KErja Sama Perpajakan Internasional I, Heny Purwanti menjelaskan bahwa aturan ini terbit guna mengatur WP yang berhak memanfaatkan tax treaty di luar negeri. (Baca Juga: Paket Kebijakan Ekonomi XVI Diluncurkan, Ini Ringkasan Perpresnya)

Latar belakang lahirnya Perdirjen 10/2017 adalah bentuk komitmen Indonesia sebagai anggota Inclusive Framework on BEPS dalam menerapkan BEPS Action Plan 6 (Treaty Benefits). Selain itu, aturan sebelumnya yang mengatur tentang P3B yakni PER-61/PJ/2009 dan PER-62/PJ/2009 belum efektif sehingga masih terdapatnya kasus-kasus treaty abuse.

Selanjutnya, terdapatnya klausul “subject to tax” pada Form DGT yang sebelumnya, sehingga treaty benefits tidak bisa diterapkan dalam hal lawan transaksi berada di negara dengan territorial tax system, satu Surat Keterangan Domisili hanya dapat digunakan untuk satu pemotong/pemungut pajak, dan belum ada pengaturan bagi Surat Keterangan Domisili untuk transaksi non witholding tax.

“Siapa yang bisa memanfaatkan treaty yang antar negara, diatur dalam Perdirjen 10/2017, jangan sampai treaty dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak,” katanya.

Adapun pokok-pokok Perdirjen 10/2017 adalah sebagai berikut.
• persyaratan Subjek Pajak luar negeri untuk dapat menerapkan P3B
• bentuk, tata cara pembuatan dan pelaporan Surat Keterangan Domisili (SKD SPLN) dalam bentuk Form DGT-1 dan DGT-2
• kewajiban pemotong/pemungut pajak dan kustodian terkait penerapan P3B
• administrasi terkait penerapan P3B di KPP
• pengujian penyalahgunaan P3B (treaty abuse) dan beneficial owner (BO)
• refund dan mutual agreement procedure (MAP) terkait penerapan P3B

Sementara output yang diharapkan dari aturan ini adalah meningkatkan kepastian hukum bagi WP, pemotong/pemungut pajak dan Kantor Pelayanan Pajak, meminimalisir treaty abuse, implementasi BEPS Action Plan 6 (Treaty Benefits) pada ketentuan domestik, memastikan penerapan P3B bagi seluruh negara/yuridiksi mitra P3b, dan meningkatkan efektifitas serta menutup celah-celah pengaturan pada peraturan sebelumnya. (Baca Juga: PMK Ini Atur Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal Pinjaman Daerah 2018)

Keempat, Peraturan Dirjen Pajak No 08/PJ/2017 tentang Surat Keterangan Domisili Subjek Pajak Dalam Negeri (SKD SPDN). Menurut Kepala Seksi Perjanjian dan Kerja Sama Perpajakan Internasional II, Ahmad Sadiq Urwah F.M, terdapat empat poin urgensi perubahan SKD SPDN, yakni SKD SPDN hanya dapat diterbitkan untuk tahun pajak yang Wajib Pajak telah laporkan SPT Tahunan PPh nya menyebabkan Wajib Pajak yang membutuhkan SKD SPDN untuk masa pajak/tahun pajak berjalan tidak dapat mendapatkan manfaat P3B, penggunaan SKD bagi banyak lawan transaksi yang menyebabkan kurangnya informasi penghasilan dari luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak, penerbitan SKD SPDN belum terintergrasi dalam SIDJP, dan tidak adanya aturan mengenai pengesahan Formulir Khusus.

Berikut pokok-pokok aturan dalam Perdirjen 08/PJ/2017:
• Mengakomodasi penerbitan SKD untuk masa pajak / tahun pajak berjalan
• Memanfaatkan SKD SPDN sebagai bahan untuk penggalian potensi atas penghasilan dari luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak
• Mengintegrasikan penerbitan SKD SPDN & data penghasilan Wajib Pajak ke SIDJP dalam rangka pembangunan basis data Wajib Pajak yang lebih efektif
• Mengatur tentang pengesahan Formulir Khusus PER-08/PJ/2017

Output yang diharapkan dari aturan tersebut adalah memberikan kepastian bagi Wajib Pajak dalam memanfaatkan fasilitas P3B, menurunkan risiko pengenaan pajak berganda atas penghasilan dari luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak, dan meningkatkan basis data perpajakan khususnya data penghasilan dari luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak.
Tags:

Berita Terkait