Menanti Para Pelaku Start Up Melantai Ke Bursa
Utama

Menanti Para Pelaku Start Up Melantai Ke Bursa

Dalam waktu dekat, direncanakan salah satu perusahaan rintisan (start up) akan melakukan penawaran umum (initial public offering/IPO). Bagaimana dengan perusahaan dengan aset skala kecil dan aset skala menengah lainnya?

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Transaksi di Bursa Efek Indonesia (Foto: dok BEI)
Transaksi di Bursa Efek Indonesia (Foto: dok BEI)
Sejumlah regulasi melonggarkan persyaratan khusus bagi perusahaan rintisan (start up) yang berencana melakukan penawaran umum (Initial Public Offering). Emiten skala kecil dan skala menengah tersebut seakan diberikan ‘karpet merah’ untuk melantai di bursa efek.

Deputi Direktur Penilaian Perusahaan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muhammad Maulana, mengatakan bahwa pihaknya berupaya mempermudah akses emiten skala kecil dan emiten skala menengah untuk memanfaatkan pasar modal melalui IPO. Dengan begitu, diharapkan pasar modal dapat menjadi alternatif pendanaan bagi para emiten yang memiliki total aset Rp 50 miliar untuk emiten skala kecil dan total aset Rp 250 milyar untuk emiten skala menengah di luar pendanaan melalui perbankan.

“Kita akomodir perusahaan kecil yang mau terbitkan saham, obligasi atau sukuk,” kata Maulana saat ditemui di Bogor Jawa Barat, Sabtu (9/9).

Regulasi yang dimaksud melonggarkan persyaratan bagi emiten yang melakukan IPO, yakni POJK Nomor 53/POJK.04/2017 tentang Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah yang diterbitkan sekira 27 Juli 2017 lalu.

POJK Nomor 53 Tahun 2017 tersebut ‘memangkas’ sejumlah dokumen sebagaimana tertuanng dalam Pasal 11, antara lain penyampaian laporan keuangan cukup satu tahun terakhir atau sejak berdirinya emiten skala kecil yang kurang dari satu tahun. Lalu, pelonggaran penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang cukup menggunakan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntablilitas publik (ETAP). Sementara, untuk emiten skala menengah cukup laporan keuangan dua tahun terakhir atau sejak berdirinya emiten yang kurang dari dua tahun.

“Saat ini baru terbatas perusahaan start up digital. Kita ingin tidak hanya perusahaan digital, tapi semua perusahaan. Tahap awal ini baru pembinaan kepada UKM start up, contoh kita sedang menerima IPO Strat up Kios On, perusahaan digital,” kata Maulana.

Beberapa waktu lalu, PT Kioson Komersial Indonesia memastikan akan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pencatatan perusahaan e-Commerce tersebut rencananya dilakukan pada 3 Oktober 2017 mendatang. Dalam rencana IPO tersebut, Kioson menawarkan 150 juta saham atau 23,07 persen dari total modal yang disetor dengan penawaran harga Rp 280 sampai Rp 300 per lembar yang dipercayakan kepada PT Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin emisi (underwriter).

(Baca Juga: Mau Terjun Sebagai Pelaku e-Commerce? Perhatikan 5 Hal Penting Ini)

Salah satu alasan Kioson melantai ke bursa lantaran menargetkan meraup Rp 42 miliar – Rp 45 miliar dari hasil IPO yang selanjutkan akan dipakai untuk ekpansi serta mengakuisisi PT Narindo Silusi Komunikasi sebanyak 75,76 persen dari hasil IPO sementara sisanya 13,13 persen digunakan untuk modal kerja perusahaan. Sebelum pencatatan pada awal Oktober mendatang, rencana IPO dijadwalkan untuk persiapan dokumen akan dilakukan pada 7-11 September 2017 dan penawaran umum akan dilaksanakan pada 22- 26 September 2017.

“Penerbitan Peraturan OJK ini juga merupakan bentuk komitmen OJK pada program pemerintah untuk lebih memberdayakan pelaku usaha skala kecil dan menengah,” kata Maulana.

Patut dicatat, ketentuan tersebut merupakan penyempurnaan dari aturan sebelumnya yakni Peraturan IX.C.7 – Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-11/PM/1997 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil. Dalam aturan tersebut, yang dimaksud dengan emiten skala kecil dan skala menengah masih didefinisikan sebagai badan hukum yang memiliki jumlah kekayaan tidak lebih dari Rp 100 milyar untuk eminten skala kecil dan Rp 40 milyar untuk emiten skala menengah.

Selain regulasi tersebut, Maulana mengatakan pelonggaran syarat juga diakomodir dalam POJK Nomor 54/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum dan Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu oleh Emiten dengan Aset Skala Kecil atau Emiten dengan Aset Skala Menengah. Upayanya juga masih sama, yakni memangkas sejumlah poin yang biasanya dicantumkan dalam prospektus umum namun dikecualikan khusus untuk emiten skala kecil dan emiten skala menengah.

(Baca Juga: BEI Siapkan Aturan Papan Khusus Saham UKM)

“Yang lain, comfort letter, kita tidak wajibkan. (comfort letter) Itu surat apakah ada hal yang membahayakan yang dibuat akuntan. Saat ini kita sedang permudah kewajiban, semester pertama akan kita keluarkan karena tidak bisa sama dengan perusahaan umum supaya kewajiban pasca IPO bisa lebih ringan,” kata Maulana.

Tak hanya OJK, upaya mempermudah emiten skala kecil dan emiten skala menengah melantai ke bursa juga dilakukan oleh otoritas BEI. Sejak tengah tahun terus menyiapkan aturan mengenai papan khusus bagi saham kategori perusahaan kecil dan menengah yang menyelaraskan dan mendukung regulasi yang diterbitkan OJK pada Juli lalu. BEI sendiri masih mempelajari kriteria jumlah pemegang saham, persentase saham yang akan kepas ke publik melalui mekanisme IPO, kemudian mengenai direksi independen perusahaan kecil dan menengah.

"Sedang siapkan aturan mengenai papan khusus untuk perusahaan kecil dan menengah, OJK juga telah mengeluarkan aturan mengenai kriteria perusahaan kecil dan menengah. BEI sekarang siapkan aturan pendukung peraturan OJK itu," kata Direktur Pengembangan BEI, Nicky Hogan.

Di BEI sendiri terdapat papan utama dan papan pengembangan. Papan utama merupakan papan pencatatan yang disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva berwujud bersih sekurang-kurangnya Rp100 miliar dan memiliki pengalaman operasional sekurang-kurangnya 36 bulan.

(Baca Juga: Komisaris Independen Punya Peran Tangkal ‘Intervensi’ Pemegang Saham Pengendali)

Sedangkan, papan pengembangan merupakan papan pencatatan yang disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva berwujud bersih sekurang-kurangnya Rp5 miliar dan memiliki pengalaman operasional sekurang-kurangnya 12 bulan.

Juga Berlaku untuk Emiten Umum
Kepala Divisi Penilaian Perusahaan Jasa Non Keuangan Direktorat Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa OJK, Nailin Ni’mah, mengatakan bahwa OJK menerbitkan tiga POJK terkait simplifikasi dokumentasi dalam rangka penawaran umum. Ketiga aturan itu telah terabit sejak 14 Maret 2017, namun diberikan masa transisi peralihan dalam hal penghilangan dokumen yang sebelumnya diatur lewat peraturan lama.

Nailin menjelaskan, POJK No. 7/POJK.04/2017 Tahun 2017 tentang Dokumen Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum memangkas sejumlah dokumen antara lain terkait penggunaan laporan keuangan untuk prospektus efek yang bersifat utang dan/atau sukuk yang sebelumnya tiga tahun, kini cukup dua tahun terakhir atau sejak berdiri jika kurang dari dua tahun. Sementara, untuk prospektus yang bersifat ekuitas cukup data keuangan selama tiga tahun terakhir di mana sebelumnya diminta sejak lima tahun terakhir.

Selain penyederhanaan jangka waktu laporan keuangan, dari aspek legal juga dilakukan penyederhanaan seperti pelaporan anggaran dasar cukup anggaran dasar pada saat pendirian dan anggaran dasar terakhir. Lalu, penyederhaan juga dilakukan terkait struktur permodalan dan perubahan kepemilikan, yakni hanya tiga tahun terakhir untuk penawaran umum efek bersifat ekuitas sedangkan untuk penawaran umum berisfat utang dan/atau sukuk cukup dua tahun terakhir.

Begitu pula terkait bentuk dan isi prospektus ringkas sebagaimana Pasal 3 POJK Nomor 7 Tahun 2017 merujuk ketentuan yang diatur POJK Nomor 8 /POJK.04/2017 dan POJK Nomor 9/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas dalam Rangka Penawaran Umum Efek, dimana POJK Nomor 8 Tahun 2017 untuk efek bersifat ekuitas sedangkan POJK Nomor 9 Tahun 2017 untuk efek bersifat utang. Dua aturan itu, pada intinya berusaha menyederhanakan bentuk dan isi prospektus serta berusaha meningkatkan kualitas keterbukaan informasi buat para emiten.

“Kalau POJK 8 dan 9 karena sudah lama tidak direvisi. Terakhir tahun 96 (Peraturan Nomor IX.C.2 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Prospektus dalam Rangka Penawaran Umum). Kesini sudah banyak tambahan yang penting, transaksi emiten sudah beragam sehingga selama inikan (OJK) selalu minta disclosure tetapi underlying peraturan belum ada. Nah, sekarang lebih banyak dituangkan di peraturan,” kata Nailin.
Tags:

Berita Terkait