Begini Kendala Pembahasan RUU Prolegnas 2017
Berita

Begini Kendala Pembahasan RUU Prolegnas 2017

Ada tiga RUU penambahan dalam Prolegnas prioritas 2017, sehingga seluruhnya berjumlah 53 RUU.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES
Kinerja DPR bidang legislasi memang jauh panggang dari api dibandingkan dengan bidang pengawasan dan anggaran. Belum rampung sejumlah RUU Prolegnas 2017, DPR bersama pemerintah malah menyepakati penambahan RUU Prolegnas 2017 setelah evaluasi pembahasan beberapa RUU di masing-masing alat kelengkapan dewan dan kemudian ditetapkan dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung DPR, Rabu (13/9/2017).

Hal itu ditandai dengan ketukan palu Pimpinan Rapat Paripurna oleh Agus Hermanto tanda persetujuan perubahan jumlah RUU Prolegnas 2017. Dengan demikian, jumlah Prolegnas prioritas 2017 menjadi 53 RUU.

Wakil Ketua Badan Legislasi Firman Subagyo dalam laporannya di ruang rapat paripurna menuturkan keputusan penambahan RUU dalam Prolegnas diambil setelah menggelar rapat koordinasi dengan DPD dan pihak pemerintah yang diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly pada 4 September lalu. Baca Juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya

Menurutnya, dalam pertemuan tersebut masing-masing institusi melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pembahasan RUU Prolegnas 2017 yang berlangsung di Gedung DPR. Beberapa hal yang disepakati antara lain melakukan percepatan pembahasan RUU yang ditangani oleh alat kelengkapan dewan. Dengan begitu, target pembentukan dan penyusunan RUU menjadi UU dapat diselesaikan tepat waktu.

Dari evaluasi atas pelaksanaan pembahasan RUU Prolegnas 2017 itu ditemukan beberapa fakta. Yakni, penyelesaian pembentukan RUU menjadi UU yang ditangani alat kelengkapan dewan ternyata tidaklah merata. Misalnya, antara satu komisi dengan komisi lain tidak sama jumlahnya. Akibatnya beban pembahasan jumlah RUU menjadi berat.

Memang terdapat alat kelengkapan dewan yang dapat merampungkan pembahasan RUU menjadi UU sesuai target waktu yang ditentukan. Namun ironisnya, banyak pula alat kelengkapan yang belum mampu merampungkan pembahasan RUU. Bahkan, masih dalam rahap penyusunan draf RUU dan naskah akademis.

“Juga belum optimalnya penyelesaiaan RUU sebagaimana termuat dalam Prolegnas prioritas 2017, karena lemahnya dan kurangnya koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait saat pembahasan,” ujar Firman yang juga sebagai anggota Komisi IV DPR itu. Baca Juga: Daftar Berubah, Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas 2017

Selain evaluasi itu, alhasil Baleg, DPD, dan pemerintah pun menyepakati adanya penambahan jumlah RUU dalam Prolegnas prioritas 2017. Pertama, RUU tentang Sumber Daya Air sebagai usulan dari Komisi V. RUU tersebut sebagai pengganti atas dibatalkannya UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.

Kedua, RUU tentang Serah Simpan Karya Cetak, Karya Rekam dan Karya Elektronik. RUU tersebut menjadi usulan dari Komisi X. Dikatakan Firman, RUU tersebut diajukan dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap hasil karya cetak, karya rekam dan karya elektronik. Terlebih dua RUU yang dibahas oleh Komisi X telah dirampungkan hingga disahkan menjadi UU. Yakni UU tentang Sistem Perbukuan dan RUU tentang Pemajuan Kebudayaan.

Ketiga, RUU tentang Konsultan Pajak. RUU tersebut dipandang memiliki peran penting. Sebab, peran konsultan pajak sebagai mitra strategis bagi otoritas pajak dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari wajib pajak. Terlebih, peran konsultan pajak pun membantu dalam melakukan self assessment terhadap kewajiban pajaknya.

Selain tiga RUU tersebut, terdapat satu RUU yang menggantikan RUU yang sudah masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2017. Yakni RUU tentang Praktik Pekerjaan Sosial menggantikan RUU tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Sedangkan sebanyak dua RUU dimasukan dalam long list daftar Prolegnas 2015-2019. Yakni RUU tetang Permusikan sebagai usulan anggota Komisi X dan RUU tentang Hak atas Tanah Adat sebagai usulan DPD.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan RUU tentang Permusikan diperlukan dalam rangka tata kelola dari hulu hingga hilir. Sedangkan RUU tentang Hak atas Tanah Adat diperlukan dalam rangka memberikan perlindungan dan pengakuan negara terhadap kepemilikan tanah yang dikuasai masyarakat adat.

“Dengan catatan seandainya substansi hak atas tanah adat sudah diatur dalam RUU tentang Masyarakat Adat yang sedang dalam tahap harmonisasi di Baleg, maka usulan DPD ini akan dikeluarkan atau dihapus dalam Prolegnas 2015-2019 saat evaluasi,” katanya. Baca juga: DPR Bakal Kebut Pembahasan RUU Prioritas Prolegnas 2017
Tags:

Berita Terkait