BI Terbitkan Aturan, Top Up e-Money Maksimal Kena Biaya Rp1.500
Utama

BI Terbitkan Aturan, Top Up e-Money Maksimal Kena Biaya Rp1.500

Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional membagi dua jenis pengenaan biaya Top Up, yakni On Us dan Off Us. Pengisian ulang (Top Up) yang dilakukan kanal pembyaran penerbit kartu yang berbeda maksimal dikenakan biaya Rp1.500.

Oleh:
Nanda Narendra Putra/ANT
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia. Foto: SGP
Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan pelaksanaan terkait Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (GPN/NPG). Dari 17 ketentuan yang diatur dalam aturan ini, BI menegaskan salah satu ketentuan yakni mengenai skema harga transaksiTop Up uang elektronik (e-Money).

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Agusman mengatakan, salah satu poin yang diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 19/10/PADG/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional adalah terkait skema harga. Terkait skema harga tersebut, transaksi Top Up uang elektronik dibagi menjadi dua, yakni pengisian ulang melalui kanal pembayaran milik penerbit (Top Up On Us) dan pengisian ulang melalui kanal pembyaran penerbit kartu yang berbeda (Top Up Off Us).

“Bank Indonesia menetapkan kebijakan skema harga guna memastikan berjalannya interkoneksi (saling terhubung) dan interopabilitas (saling dapat beroperasi) dalam ekosistem GPN,” kata Agusman dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/9).

Agusman melanjutkan, skema harga Top Up On Us akan dikenakan biaya maksimal Rp750 bila nilai transaksinya di atas Rp 200ribu. Sementara bila nilai pengisian ulang di bawah Rp200 ribu, maka tidak dikenakan biaya atau gratis. Namun, khusus biaya Top Up On Us ini baru akan diberlakukan setelah disempurnakan ketentuan uang elektronik. Sedangkan, biaya pengisian ulang yang dilakukan secara Top Up Off Us, dapat dikenakan biaya maksimal sebesar Rp1.500.

(Baca Juga: Peraturan BI Soal National Payment Gateway Terbit, Ini Poin-Poin Pentingnya)

Penetapan batas maksimum biaya Top Up Off Us uang elektronik sebesar Rp1.500 dimaksudkan untuk menata struktur harga yang saat ini bervariasi.  Untuk itu, penerbit yang saat ini telah menetapkan tarif di atas batas maksimum tersebut wajib melakukan penyesuaian. Kata Agusman,kebijakan skema harga berdasarkan mekanismeceiling price (batas atas)ditempuh dalam rangka memastikan perlindungan konsumen dan pemenuhan terhadap prinsip-prinsip kompetisi yang sehat, perluasan akseptasi, efisiensi, layanan,dan inovasi.

“Rata-rata nilai Top Up dari 96% pengguna uang elektronik di Indonesiayang tidak lebih dari Rp200 ribu, kebijakan skema harga Top Up diharapkan tidak akan memberatkan masyarakat,” kata Agusman.
Poin-Poin Penting PADG Tentang National Payment Gateway
1.     Pengaturan terkait hubungan antara penyelenggara GPN (NPG) dengan pihak yang terhubung dengan GPN (NPG).
Ø  Bank Indonesia mengatur prosedur penetapan kelembagaan GPN guna memastikan pihak-pihak yang akan menjadi penyelenggara GPN, yaitu Lembaga Standar, Lembaga Switching dan Lembaga Services,mampu menjalankan fungsi dan kewajibannya sebagaimana diatur secara lebih rinci di dalam PADG GPN
2.     Tata cara dan tahapan pemrosesan dalam rangka penetapan Lembaga Standar.
3.     Detil dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penetapan Lembaga Standar.
4.     Tata cara dan tahapan dalam rangka penetapan Standar yang akan dikelola Lembaga Standar.
5.     Tata cara dan tahapan pemrosesan dalam rangka persetujuan Lembaga Switching.
6.     Detil dokumen yang dibutuhkan dalam rangka persetujuan LembagaSwitching.
7.     Pengaturan mengenai pelaksanaan fungsi Lembaga Switching.
8.     Pengaturan mengenai pelaksanaan kerja sama Lembaga Switching dan penyelenggara Switching di luar GPN (NPG).
Ø  Bank Indonesia mengatur mekanisme kerja sama dalam penyelenggaraan GPN, termasuk mekanisme kerja sama antara penyelenggara GPN dengan pihak-pihak di luar GPN.
9.     Tata cara dan tahapan pemrosesan dalam rangka penetapan Lembaga Services.
10.   Detil dokumen yang dibutuhkan dalam rangka penetapan Lembaga Services.
11.   Tata cara dan tahapan dalam rangka penetapan Standar yang akan dikelola Lembaga Services.
12.   Pengaturan mengenai pelaksanaan fungsi LembagaServices.
13.   Pengaturan mengenai kewajiban pihak yang terhubung baik berupa Bank maupun Lembaga Selain Bank (LSB).
14.   Pengaturan penggunaan branding nasional.
Ø  Bank Indonesia menetapkan kebijakan branding nasional yang terdiri atas logo nasional, perluasan akseptasi (penerimaan) nasional,dan kewajiban pemrosesan domestik. Lebih lanjut, BI mewajibkan penggunaan logo nasional pada setiap instrumen yang diterbitkan dan kanal pembayaran yang digunakan dalam transaksi pembayaran domestik melalui GPN, sertatahapan waktu implementasi pencantuman logo nasional untuk instrumen kartu ATM dan/atau kartu debet.
15.   Pengaturan penerapan kebijakan skema harga.
16.   Penyampaian laporan oleh Penyelenggara GPN (NPG): Lembaga Standar, Lembaga Switching, dan Lembaga Services.
17.   Mekanisme pengawasan dan tata cara pengenaan sanksi.
Sebelumnya, pengenaan biaya transaksi untuk Top Up e-Money sempat menuai kritik dari berbagai kalangan. Advokat David ML Tobing misalnya bahkan sampai ‘mengadu’ kepada Ombudsman lantaran menilai pengenaan biaya tersebut sebagai bentuk maladministrasi serta menimbulkan ketidakadilan bagi konsumen. Pengacara yang concern terhadap isu perlindungan konsumen ini bahkan melihat ketentuan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang lantaran tidak memberikan hak bagi masyarakat atau konsumen melakukan transaksi dengan mata uang rupiah kertas atau logam.

(Baca Juga: David Tobing: Biaya Isi Ulang e-Money Rugikan Konsumen)

Pasal2 ayat (2), 23 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tegas diatur bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran dan pelanggarannya diancam pidana paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta. Berdasarkan informasi sementara yang diterima Hukumonline, Ombudsman berencana memanggil pihak BI dalam 14 hari kedepan setelah laporan David yang masuk pada 19 September 2017 kemarin.

“Masih klarifikasi 14 hari paling lama. Mungkin kita akan undang BI. Ombudsman mendengar aja dulu pekan depan,” kata Komisioner Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya, Selasa (19/9).

Empat bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam Himbara yakni PT. Bank Mandiri Persero Tbk, BRI, PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk dan PT. Bank Tabungan Negara Persero Tbk. memutuskan tidak memungut biaya pengisian saldo e-money. Himbara akan lebih mengarahkan isi saldo melalui pemanfaatan teknologi. Empat bank tersebut, DIrektur Utama PT Bank Tabungan Negara Maryono mengatakan pihaknya tetap mengikuti aturan BI terakait pengenaan biaya isi ulang e-Money.

"Memang kita ingin bahwa untuk biaya top-up dibebaskan, namun tetap kita mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur BI nanti. Kita kan belum tahu nih karena semua ketentuannya sedang diatur," kata Maryono sebagaimana dikutip Antara, Selasa (19/9).

Sementara, PT Bank Central Asiang Tbk sendiri masih mengkaji rencana pengenaan biaya pengisian saldo uang elektronik. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan pihaknya mengalokasikan dana untuk e-money BCA yakni Flazz, mencapai Rp80 miliar tiap tahunnya. Dana tersebut termasuk untuk pemeliharaan (maintanance) mesin EDC atau Electronic Data Capture. Namun, lanjut Jahja, BCA akan tetap melihat ke depan dengan memprioritaskan kepentingan nasabah namun tidak menutup kemungkinan membebankan biaya isi ulange-Money ke nasabah.

"Kami akan lihat, aku belum sempat rapat ya. Ya nanti kita lihat lah," kata Jahja sebagaimana dikutip Antara, Selasa (19/9).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpendapat besaran biaya suatu produk keuangan sebaiknya penetapannya diserahkan ke industri sendiri untuk menentukan. Pendapat yang dilontarkan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso ini dilontarkan saat menanggapi rencana BI yang akan merilis aturan pengenaan biaya isi ulang e-Money. Namun, Wimboh menegaskan masyarakat tidak dirugikan dengan penetapan biaya tersebut. Ia menyebutkan, kepentingan masyarakat tetap menjadi prioritas utama.

"Kalau soal fee dan sebagainya ini adalah keputusan bagaimana industri untuk memberikan jasa itu.Fee ini biarin keputusan industri,” kata Wimboh, Selasa (19/9) sebagaimana dikutip Antara.

Menurut Wimboh, apabila ada suatu produk keuangan dari lembaga baik itu bank maupun non bank, membebankan fee kepada masyarakat namun ada lembaga keuangan lainnya yang justru menggratiskan untuk produk yang sama, maka pasti masyarakat akan memilih menggunakan produk dari lembaga keuangan yang tidak mengenakan biaya. Wimboh kembali menekankan, penetapan besaran biaya suatu produk keuangan, memang sebaiknya mengikuti mekanisme pasar.

Namun, OJK memastikan akan selalu berada di belakang industri dan masyarakat supaya masyarakat tidak dieksploitasi semena-mena sehingga hanya bisa menerima pembebanan biaya yang ditetapkan lembaga keuangan. "Pricing itu adalah pricing industri. Ya silahkan saja, tapi saya yakin lembaga itu, bank atau nonbank, tapi ada bank atau non bank yang sama memberlakukan fee, pasti yang laku yang tanpa fee," kata Wimboh.

BI sendiri masih membuka peluang untuk mengkaji kembali PADG Nomor 19/10/PADG/2017 khususnya yang terkait dengan skema harga Top Up e-Money. Sebab, tujuan utama diterbitkannya aturan ini adalah mendukung program pemerintah seperti bantuan sosial non tunai, strategi nasional keuangan inklusif, elektronifikasi jalan tol dan GNNT yang ditujukan untuk efisiensi perekonomian nasional. Apabila kebijakan ini malah menimbulkan kondisi yang kontradiktif, bukan tidak mungkin BI akan segera mengkaji ulang aturan tersebut.

“Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat mengevaluasi kebijakan skema harga,” kata Agusman.
Tags:

Berita Terkait