Perppu Ormas Sebaiknya Diterima dengan Revisi
Berita

Perppu Ormas Sebaiknya Diterima dengan Revisi

DPR perlu mempertahankan peran pengadilan dan MA dalam UU Ormas sebagai instrumen pembubaran ormas guna menghindari subjektivitas pemerintah ketika hendak membubarkan ormas.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Jimly Asshiddiqie saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk “Menakar Kegentingan Makar: Urgensi Perppu Ormas” di Gedung DPR, Rabu (27/9). Foto: RFQ
Jimly Asshiddiqie saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk “Menakar Kegentingan Makar: Urgensi Perppu Ormas” di Gedung DPR, Rabu (27/9). Foto: RFQ
Komisi II DPR tengah memproses pembahasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Berbagai kalangan menyoroti materi muatan Perppu Ormas ini yang terkesan diskriminatif. Menanggapi hal itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyarankan agar DPR menerima Perppu tersebut menjadi UU.

“Makanya, (sebaiknya) diterima saja menjadi UU dengan kesimpulan segera dilakukan perubahan. Itu mungkin lebih solutif,” ujarnya dalam diskusi  bertajuk Menakar Kegentingan Makar: Urgensi Perppu Ormas” di Gedung DPR, Rabu (27/9) kemarin.

Menurutnya, terdapat konsekuensi politik ketika Perppu tersebut ditolak DPR. Sebab, apabila Perppu Ormas ditolak mesti dicabut melalui UU. Hal ini sebagai bentuk prosedur pembahasan Perppu. Selain itu, penolakan terhadap Perppu Ormas ini berdampak mesti diajukan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) baru. “Ini kan jadi ribet,” sebutnya.

Sebaliknya, kata Jimly, bila diterima menjadi UU, maka berbagai kekurangan dalam Perppu dapat diperbaiki setelah disahkan menjadi UU. Ia beralasan ketika Perppu ditolak, berdampak butuh waktu panjang dengan mencabut Perppu dan proses pengajuan hingga pembahasan RUU baru. Baca Juga: Menguji Ketepatan Asas Contrarius Actus dalam Perppu Ormas

Sebagai orang yang tak setuju dengan terbitnya berbagai Perppu, Jimly beralasan antara teori dan praktik berbeda. Sebab, secara teoritis Perppu merupakan UU Darurat. Kepala negara pun mesti mendeklarasikan terlebih dahulu dalam rangka mengatasi persoalan keadana darurat. Praktiknya, Perppu sebagai peraturan atas dasar kegentingan memaksa dengan penilaian subjektif presiden. Kemudian dinilai objektif oleh DPR.  “Mau objektif apa?” katanya mempertanyakan.

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menilai DPR mesti menyikapi Perppu secara bijak. Misalnya, adanya aturan pemidanaan dalam Perppu mesti dikritisi. Meski begitu, Jimly menilai Perppu Ormas sejatinya tidak terlampau perlu untuk diterbitkan. Sebab, UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas sudah lengkap dalam mengatasi aturan keormasan.

“Tapi karena sudah jadi Perppu dan bisa diuji, terima saja dulu. Tetapi langsung direvisi atau diperbaharui,” tegasnya menyarankan.

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengatakan komisinya telah mengagendakan rapat rapat paripurna untuk memberi keputusan terhadap Perppu Ormas ini pada 24 Oktober mendatang. Dia menerangkan terdapat beberapa pasal dalam UU Ormas yang dihilangkan melalui Perppu Ormas ini. “Dalam pembahasan, terjadi pro dan kontra di intenal Komisi II DPR,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Tak hanya itu, pihaknya juga bakal mengundang berbagai pihak untuk meminta pendapatnya. Mulai Ormas Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lain. “Rapat pembahasan Perppu masih berjalan di internal Komisi II.  Apakah Front Pembela Islam dan Hizbut Tahrir diundang, masih diperdebatkan,” kata dia. Baca Juga: Perppu Ormas Dinilai Tidak Penuhi Syarat Kegentingan yang Memaksa

Dikatakan Lukman, penghapusan fungsi pengadilan dan peran Mahkamah Agung (MA) dalam Perppu menjadi persoalan. Sebab, ormas-ormas yang dipandang berseberangan dengan pemerintahan ke depannya dapat dengan mudah dibubarkan pemerintah. Karena itu, Komisi II DPR masih mencari jalan tengah agar pemerintah tidak sewenang-wenang membubarkan ormas yang dipandang berseberangan.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu melanjutkan jalan tengah yang dapat diambil diantaranya menunggu penetapan Perppu Ormas oleh DPR setelah disetujui dalam rapat paripurna. Setelah itu, Perppu tersebut langsung kembali dilakukan revisi. Dia mencontohkan saat DPR menyetujui Perppu tentang Pilkada yang dinilai banyak pasal yang aneh dan tidak sinkron antara pasal yang satu dengan lain yang membingungkan pelaksanaan Pilkada. Baca Juga: Yusril: Pembubaran Ormas HTI Harus Prosedural

Lukman yakin DPR bakal menempuh jalan tersebut yakni jika diterima, bakal langsung dilakukan revisi terhadap Perppu Ormas ini. Dengan begitu, aturan peran pengadilan dan MA tetap ada dalam UU Ormas. Baginya, DPR tetap perlu mempertahankan adanya mekanisme pembubaran ormas melalui pengadilan. “Cuma perlu kita revisi waktu yang ribet, lebih disederhanakan,” katanya.
Tags:

Berita Terkait