BPK Sebut Semester I 2017, Predikat WTP Capai 84 Persen
Berita

BPK Sebut Semester I 2017, Predikat WTP Capai 84 Persen

Sementara pemerintah provinsi dengan predikat opini WTP sejumlah 91 persen dari target sebesar 85 persen. Kemudian pemerintah kabupaten sebesar 66 persen dari target 60 persen. Serta pemerintah kota sebesar 77 persen dari target 65 persen.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES
Rapat Paripurna DPR. Foto: RES
Belasan ribu permasalahan audit keuangan negara senilai triliunan rupiah berhasil diidentifikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Setidaknya sebanyak 14.997 permasalahan dengan nilai Rp27,39 trliun dalam pemeriksaan semester pertama di periode 2017. Demikian disampaikan Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 dalam rapat paripurna DPR, di Gedung Parlemen, Selasa (3/10/2017).

“Permasalahan tersebut meliputi kelemahan sistem pengendalian intern (SPI), ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan senilai Rp25,14 triliun, permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan senilai Rp2,25 triiun,” ujarnya.

Dalam paparannya, Moermahadi menuturkan permasalahan ketidakpatuhan aturan berdampak  terhadap kerugian senilai Rp1,81 tiliun; potensi kerugian senilai Rp4,89 triliun; dan kekurangan penerimaan negara senilai Rp18,44 riliun. Sedangkan pemeriksaan entitas yang diperiksa, telah ditindaklanjuti dengan penyerahan aset ke kas negara/daerah sebesar Rp509,61 miliar. Baca Juga: Meski Raih ‘Opini WTP’, Pelaporan Pungutan OJK dapat Catatan

Dia merinci, IHPS di semeseter I periode 2017 merupakan ringkasan dari 687 laporan hasil pemeriksaan (LHP). Terdiri dari 645 LHP keuangan, 9 LHP kinerja, 33 LHP dengan tujuan tertentu. Sedangkan laporan keuangan pemerintah pusat di periode 2016 telah memperoleh status opini tanpa pengecualian (WTP).

Data BPK menyebutkan sebanyak 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) memperoleh opini WTP alias 84 persen. Menurutnya, capaian tersebut mendekati target sasaran pokok pembangunan tata kelola dan birokrasi hingga 2019 sebesar 95 persen. Sedangkan, 8 LKKL memperoleh opini Wajar dengan Pengecualian sebanyak 9 persen. Serta, 6 LKKL memperoleh opini tidak menyatakan pendapat sebesar 7 persen.

“Indeks opini atas capaian tingkat perolehan opini WTP pada pemeriksaan tahun 2017 adalah 3,70 masih di bawah target bidang reformasi keuangan negara yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 3,88,” ujarnya.

Berbeda dengan laporan keuangan daerah, capaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah. Menurutnya, pemerintah provinsi dengan opini WTP sejumlah 91 persen dari target sebesar 85 persen. Kemudian pemerintah kabupaten sebesar 66 persen dari target 60 persen. Serta pemerintah kota sebesar 77 persen dari target 65 persen.

Dalam laporannya, hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu menjadi perhatian di beberapa titik. Misalnya, perhitungan terhadap hasil minyak dan gas, pemasaran luar negeri, pemeliharaan pesawat. Termasuk, pengelolaan kredit perumahan rakyat sejahtera dan subsidi selisih angsuran atau subsidi selisih bunga. Baca Juga: KPPU-BPK Bersinergi Tingkatkan Efisiensi Penggunaan Anggaran Pengadaan Barang Jasa

BPK pun, kata Moermahadi, setidaknya telah melakukan pemantauan terhadap 463,715 rekomendasi hasil pemeriksaan senilai Rp285,23 triliun. Namun, sebanyak 320.136 rekomendasi yang sesuai dengan rekomendasi senilai Rp132,16 triliun. Menurutnya, dari sejumlah entitas yang diperiksa BPK sepanjang semester I di periode 2017 beberapa lembaga telah menindaklnajuti rekomendasi BPK. Diantaranya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Arsip Nasional.

“Dengan status telah sesuai dengan rekomendasi pada periode yang sama,” ujarnya.
Baca juga: BPK Tak Ikut Dorong Tarif PNBP, Tapi Wajib Memeriksa

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun berpendapat  anggota dewan dapat meminta laporan hasil audit BPK sebagai bahan dalam mengawasi laporan keuangan pemerintah daerah, tempat daerah pemilihan masing-masing anggota dewan. Menurutnya, BPK terbuka dalam memberikan laporan hasil audit sebagai bentuk akuntabilitas lembaga untuk kemudian disampaikan dalam rapat paripurna DPR.

Pimpinan rapat paripurna yang juga Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan hasil laporan BPK tersebut bakal diserahkan ke alat kelengkapan dewan yakni masing-masing komisi. Nantinya, laporan BPK tersebut menjadi bahan masukan komisi tertentu ketika melakukan pengawasan terhadap mitra kerjanya masing-masing.
Tags:

Berita Terkait