Ketika Pengacara Miryam "Berkeras" Menduplikasi Rekaman Pemeriksaan
Utama

Ketika Pengacara Miryam "Berkeras" Menduplikasi Rekaman Pemeriksaan

Namun, permintaan pengacara tetap ditolak majelis hakim.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Di persidangan, Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik KPK.
Di persidangan, Miryam mencabut berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik KPK.
Selesai giliran penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini giliran pihak Miryam S Haryani menghadirkan ahli a de charge (meringankan). Pengacara Miryam menghadirkan dua orang ahli yang salah satunya adalah ahli digital forensik Ruby Alamsyah. Ruby merupakan Chief Digital Forensic PT Digital Forensic Indonesia.

Pengacara menghadirkan Ruby untuk menganalisis video rekaman pemeriksaan Miryam yang pernah diputarkan penuntut umum di persidangan. Sebab, pengacara meyakini video rekaman pemeriksaan Miryam yang diputarkan penuntut umum tersebut sudah tidak asli dan telah melalui proses editing atau dipotong-potong.

Selain itu, pengacara merasa transkrip video pemeriksaan yang dibuat pihak KPK agak sedikit berbeda dengan apa yang dialami Miryam. Awalnya, pengacara meminta penuntut umum memutarkan kembali video rekaman pemeriksaan Miryam saat proses penyidikan yang pernah ditayangkan pada persidangan sebelumnya.

Dalam satu hari pemeriksaan, sebut saja pemeriksaan Miryam tanggal 1 Desember 2016, bisa terdapat beberapa potongan video. Penuntut umum pun mulai memutarkan satu per satu barang bukti video yang tersimpan dalam beberapa cakram padat atau compact disc (CD) dengan menggunakan komputer jinjing.

Di sela-sela pemutaran video, pengacara menanyakan apakah Ruby dapat menganalisis keaslian video yang telah diputarkan penuntut umum. Namun, Ruby mengaku tidak dapat menganalisis dan membuat kesimpulan hanya dengan melihat video-video yang diputarkan penuntut umum di persidangan.

Ia menjelaskan, barang bukti digital dianggap sah apabila barang bukti digital itu dapat dijamin keaslian dan keutuhannya. Baca Juga: Alasan Pencabutan BAP Ini, Miryam Didakwa Berikan Keterangan Tidak Benar 
Pasal 6 UU ITE
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Ruby mengatakan, apabila ada subjek dalam rekaman video yang merasa tampilan visual atau transkrip berbeda dengan apa yang dia rasakan, maka layak untuk dilakukan pemeriksaan perbandingan oleh pihak lain. Pemeriksaan itu dapat dilakukan pihak lain tanpa merusak keaslian video sebagai barang bukti.  

"Barang bukti digital saat disita sampai kapanpun itu ada keunikan sendiri, ada ilmu ilmiah (disebut sebagai teknik hashing) yang dapat menjaga integritas, keasliannya, sehingga diperiksa oleh pihak manapun hasilnya pasti akan sama," katanya saat memberikan keterangan dalam sidang perkara terdakwa Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/10/2017).

Jadi, sambung Ruby, tinggal membuktikan apakah tampilan video dari penuntut umum sesuai atau berbeda dari apa yang dirasakan oleh terdakwa. Situasi serupa pernah dialami Ruby saat menjadi ahli di Pengadilan Negeri Pelalawan, Riau. Kala itu, ada perbedaan antara analisa dalam laporan forensik penyidik dengan kesimpulan yang ditampilkan oleh jaksa.

Kemudian, Ruby mencoba memberikan beberapa pandangan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan. Alhasil, majelis memberikan penetapan untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti yang diragukan tersebut.

Mendengar pengalaman Ruby, pengacara Miryam pun meminta agar majelis hakim membuat penetapan serupa. Terlebih lagi, menurut Ruby, jumlah video rekaman yang diputarkan penuntut umum cukup banyak, sehingga membutuhkan waktu cukup lama pula untuk melakukan proses analisa, audio forensik, dan menerjemahkannya menjadi sebuah transkrip.

Menanggapi permintaan pengacara, ketua majelis hakim Frangki Tambuwun sependapat bila ahli membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menganalisa keaslian dan keutuhan video. Ia berpendapat, forum persidangan tidak memungkinkan bagi ahli untuk melakukan analisa dan mengambil kesimpulan.

"Jadi, mungkin ya kita adopsi cara kemarin dari ahli yang diajukan oleh penuntut umum. Nanti, (video-video rekaman) dipelajari (ahli) di KPK sana supaya cukup waktu seperti ahli yang diajukan KPK kemarin," ujarnya.

Namun, pengacara Miryam, Aga Khan kurang sepakat dengan pendapat majelis hakim. Ia meminta  agar majelis hakim mengizinkan ahli untuk menduplikasi atau menyalin beberapa file video pemeriksaan yang sebelumnya diputarkan penuntut umum demi kepentingan pembelaan kliennya di persidangan.

Lagipula, sebagaimana disampaikan Ruby, proses untuk menduplikasi video tidak terlalu rumit dan tidak membutuhkan waktu lama. Yang penting, keaslian video sebagai barang bukti sudah terjamin dengan adanya proses hashing  yang telah dilakukan di tahap penyidikan dan telah dituangkan dalam berkas perkara.

Proses hashing sendiri menghasilkan sebuah nilai atau sidik jari digital, dimana masing-masing barang bukti digital pasti memiliki nilai berbeda antara satu dengan lainnya. Hashing dapat digunakan sebagai data pembanding bahwa barang bukti masih asli dari sejak disita sampai ditampilkan di pengadilan.

"Saat pihak lain melakukan duplikasi, akan me-refer ke hashing itu. Hashing itu hanya merupakan sebuah nilai patokan bahwa barang bukti itu nilainya sekian, sehingga jika ada pihak lain yang mengubah satu bit pun, itu akan berubah nilai hashing-nya," ucap Ruby.

"Saudara ahli, berarti dengan adanya hashing, sangat gampang bagi kami penasihat hukum untuk meminta data (file video) tersebut?," tanya Aga.

"Maksudnya, kalau tidak ada hasing, pihak jaksa pasti akan khawatir data atau video tersebut diubah-ubah. Tapi, dengan adanya hashing, tidak ada pihak yang bisa mengubah tanpa terjadinya perubahan hashing tadi," jawab Ruby.

Pernyataan Aga dan Ruby disambut penuntut umum Kresno Anto Wibowo. Ia sependapat dengan majelis hakim yang meminta agar analisis video dilakukan ahli di kantor KPK. Sebab, menurut Kresno, pemeriksaan perkara Miryam belum selesai dan barang barang bukti yang dimiliki penuntut umum adalah barang bukti satu-satunya.

"Jika memang dari pihak penasihat hukum, dalam hal ini ahli a de charge ingin mempelajari terhada barbuk yang kami tampilkan, maka seperti halnya ahli dari psikologi (dari penuntut umum), bisa mungkin dipelajari di tempat kami. Tentu, kami persilakan sebebas-bebasnya untuk mempelajari hal tersebut," tuturnya.

Frangki pun mengamini pernyataan penuntut umum. Ia tetap meminta agar ahli dari pengacara untuk menganalisis dan mempelajari video-video pemeriksaan itu di kantor KPK demi mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Akan tetapi, Aga bersikeras meminta izin majelis untuk melakukan duplikasi file video yang terdapat dalam barang bukti penuntut umum. Bahkan, ia menanyakan kepastian waktu yang dibutuhkan untuk menduplikasi sebuah file video. "Berapa lama waktunya, kalau cuma satu file saja?" yang dijawab Ruby, "Kurang dari lima menit mungkin kalau cuma mengambil (file), tergantung jenis file-nya".

"Mau di-copy maksudnya?," tanya Frangki.
"Lima menit cuma," kata Aga.
"Saya kira, ambilnya sih gampang, tapi hal-hal yang di...," ujar Frangki yang langsung disergah Aga, "Kan kami punya hak untuk melakukan pembelaan".

"Iya benar, makanya untuk tidak... maka kita ambil jalan tengah. Kita kasih kesempatan untuk mempelajari di sana. Nanti kami tentu keluarkan penetapan," imbuh Frangki.
"Untuk duplikasi?," tanya Aga lagi.

"Bukan, untuk belajar (mempelajari) di sana. Kayak ahli yang diajukan KPK kan mempelajarinya di sana. Saya kira sama saja kan (dengan ahli yang diajukan KPK)."

Mendengar ucapan Frangki, Aga langsung memotong, "Bukan, majelis sorry, menurut keterangan ahli proses itu kan ada editan, video itu sound-nya apa, duplikasi dia agak lama".

"Saya kira sama saja sebetulnya kalau menurut pendapat kami. Sama saja kan (dengan ahli dari KPK), dipelajari di sana, sama aja kan.. dari itu.. disaksikan sendiri, diputar di sana, " tutur Frangki.

Tak patah arang, Aga kembali berupaya meminta izin majelis untuk duplikasi video rekaman pemeriksaan Miryam. "(Kalau begitu) Permohonan tertulis saja ya kepada majelis dan pak jaksa untuk mendapatkan copy barang bukti yang diajukan di persidangan, boleh ya?"   

"Saya kira, ini kami sampaikan saja. Kami akan keluarkan kalau memang itu sangat diperlukan. Kami akan keluarkan penetapan untuk memberi izin kepada tim penasihat hukum untuk mempelajarinya di KPK," tegas Frangki.

Kualitas video pemeriksaan KPK dinilai buruk
Melihat video pemeriksaan Miryam yang ditampilkan penuntut umum di persidangan, Ruby sangat menyayangkan kualitas video tersebut. Ia mempertanyakan, sebagai video yang merekam proses investigasi, serta dimaksudkan sebagai sebuah rekaman penting dan bisa dijadikan barang bukti oleh penyidik, mengapa kualitas video dan audionya kurang bagus?

Padahal, berdasarkan pengalaman Ruby yang kerap diminta bantuan oleh penyidik dari lembaga penegak hukum lain, selalu ada media kamera dengan kualitas tinggi (high quality) untuk menampilkan atau merekam kejadian saat investigasi. "Dimana, hasil yang high quality video tadi dapat benar-benar menjadi pegangan penyidik di kala ada pihak yang meragukan," katanya. Baca Juga: Disebut Mengancam, Masinton Sambangi KPK Terkait Pemutaran Video Miryam

"Nah, sayangnya kalau tampilan tadi yang kami lihat, sepertinya kamera yang digunakan mirip seperti kamera CCTV, yang mana resolusinya tidak terlalu tinggi, serta kualitas audionya tidak terlalu jernih atau baik. Dimana, tadi terlihat jelas, suara pihak yang mendekati ke arah kamera atau microphone-nya cukup jelas, tapi suara terdakwa yang lebih jauh kurang jelas," imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, mantan anggota Komisi II DPR, Miryam didakwa memberikan keterangan tidak benar saat menjadi saksi dalam sidang perkara korupsi proyek Pengadaan Paket Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto.

Hal ini bermula dari pencabutan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan Miryam ketika bersaksi dalam sidang perkara Irman dan Sugiharto. Miryam mengaku mendapat tekanan dari penyidik KPK saat memberikan keterangan di penyidikan. Namun, penyidik KPK membantah telah melakukan penekanan terhadap Miryam.

Justru, menurut penyidik, sesuai dengan penyampaian Miryam kala pemeriksaan di KPK, politikus Partai Hanura itu mendapat tekanan dari rekannya di DPR. Keterangan para penyidik tersebut dibuktikan penuntut umum perkara Miryam dengan memutarkan sejumlah video pemeriksaan Miryam di persidangan.
Tags:

Berita Terkait