Dugaan Korupsi Eks Bupati Konawe Utara: Kerugian Negara Fantastis dan Sengketa ANTAM
Utama

Dugaan Korupsi Eks Bupati Konawe Utara: Kerugian Negara Fantastis dan Sengketa ANTAM

Permasalahan tumpang tindih kuasa/izin pertambangan di Konawe Utara sudah terjadi cukup lama. Bahkan, PT ANTAM dan Bupati Konawe Utara beberapa kali bersengketa di pengadilan. Selain kasus ini, KPK tercatat beberapa kali menangani kasus korupsi dengan kerugian negara fantastis.

Oleh:
Novrieza Rahmi/ANT
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers terkait penetapan tersangka Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman terkait dugaan korupsi penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta IUP operasi produksi dari Pemkab Konowe Utara di Gedung KPK di Jakarta, Selasa (3/10). Foto: RES
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers terkait penetapan tersangka Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman terkait dugaan korupsi penerbitan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta IUP operasi produksi dari Pemkab Konowe Utara di Gedung KPK di Jakarta, Selasa (3/10). Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman (ASW) sebagai tersangka. Aswad diduga melakukan dua tindak pidana korupsi selama menjabat sebagai Pejabat (Pj) Bupati Konawe Utara tahun 2007-2009 dan Bupati Konawe Utara tahun 2011-2016.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, ASW diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan cara menyalahgunakan kewenangan atau melawan hukum dalam pemberian Izin Kuasa Pertambangan Eksplorasi dan Eksploitasi, serta Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tahun 2007-2014.

"Indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat proses perizinan yang melawan hukum," katanya dalam keterangan persnya di KPK, Selasa (3/10/2017).

Tak hanya diduga melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara triliunan rupiah, ASW selaku Pj Bupati Konawe tahun 2007-2009 diduga telah menerima uang sejumlah Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemerintah Kabupaten Konawe Utara.

Atas perbuatannya, ASW disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saut menyatakan, perkara ASW telah melalui proses pengumpulan informasi dan data, serta penyelidikan. Dalam proses penyelidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

Dengan demikian, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan ASW sebagai tersangka. Dalam rangka penyidikan, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi. Dari hasil penyidikan, masih terbuka kemungkinan bagi KPK untuk mengembangkan kasus ini.

Lebih lanjut, Saut menjelaskan, permasalahan tumpang tindih izin di Kabupaten Konawe Utara sudah berlangsung cukup lama. Kabupaten Konawe Utara merupakan wilayah pemekaran daerah di provinsi Sulawesi Tenggara. Konawe Utara memiliki potensi sumber daya alam, salah satunya tambang nikel yang secara mayoritas dikuasai oleh PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTAM).

Kemudian, ASW diangkat menjadi Pj Bupati Konawe Utara pada 2007. ASW diduga secara sepihak mencabut kuasa pertambangan milik PT ANTAM yang berada di Kecamatan Linggikima dan Molawe, Kabupaten Konawe Utara.

Dalam keadaan masih dikuasai PT ANTAM, sambung Saut, ASW diduga menerima pengajuan permohonan kuasa pertambangan eksplorasi dari delapan perusahaan. Selanjutnya, ASW menerbitkan 30 Surat Keputusan (SK) Kuasa Pertambangan Eksplorasi. Dari proses tersebut, ASW diduga telah menerima sejumlah uang dari masing-masing perusahaan.

"Dari seluruh kuasa pertambangan eksplorasi yang diterbitkan, beberapa diantaranya telah diteruskan hingga tahap produksi dan melakukan penjualan ore nickle secara ekspor hingga tahun 2014," ujarnya.

Berdasarkan penelusuran Hukumonline, PT ANTAM dan Bupati Konawe Utara telah beberapa kali bersengketa di pengadilan. Salah satunya, perkara Nomor 338K/TUN/2013. Kala itu, PT ANTAM mengajukan kasasi atas putusan pengadilan tinggi yang memenangkan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman atas penerbitan Surat Keputusan (SK) Bupati Konawe Utara Nomor 108 Tahun 2012 tanggal 17 Februari 2012 tentang Pembatalan dan Pencabutan Surat Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 15 Tahun 2010 tanggal 11 Januari 2010 (tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Aneka Tambang Tbk./KW.99.STP 057.a/SULTRA). Namun, permohonan kasasi PT ANTAM ditolak Mahkamah Agung (MA).

Di samping perkara Nomor 338K/TUN/2013, ada pula perkara nomor 225.K/TUN/2014 yang justru memenangkan PT ANTAM. Dalam rangka menindaklanjuti putusan ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara tengah membentuk tim evaluasi penyelesaian atas tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lahan pertambangan milik PT ANTAM yang terletak di Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara.

Kadis Pertambangan dan ESDM Provinsi Sultra, Burhanuddin mengatakan, pembentukan tim evaluasi akan melibatkan sejumlah stakeholder yang ada di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. "Ketuanya sendiri dalah Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sultra, HM Saleh Lasata bersama Asisten II Setda Provinsi," ujarnya di Kendari, Selasa (18/7), sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara.

Ia mengungkapkan, tujuan pembentukan tim evaluasi tersebut adalah untuk menyelesaikan adanya laporan terkait tumpang tindih lahan IUP di lokasi PT ANTAM dan menindaklanjuti putusan MA Nomor 225.K/TUN/2014 Tanggal 17 Juli 2014 yang telah berkekuatan hukum tetap. Dimana, amar putusannya menyatakan bahwa pada intinya IUP PT ANTAM Nomor 158 tanggal 29 April 2010 diperintahkan MA untuk dihidupkan kembali.

Menurut Burhanudin, sambil menunggu pengaktifan IUP PT ANTAM oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tim evaluasi akan melakukan kajian sekaligus pengecekan ke lapangan terkait 13 perusahaan yang masuk dalam wilayah PT ANTAM dan diduga melakukan kegiatan eksploitasi, bahkan eksplorasi selama bertahun-tahun.

Ke-13 perusahaan dimaksud adalah CV Ana Konawe, CV Malibu, CV Yulan Pratama, PT Andhikara Cipta Mulia, PT Avry Raya, PT Hafar Indotech, PT James Armando Pundimad, PT Karya Murni Sejati 27, PT Mughni Energi Bumi, PT Rizqi Cahaya Makmur, PT Sangia Perkasa Raya, PT Sriwijaya Raya, dan PT Wanagon Anoa Indonesia.

Evaluasi IUP ini dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Apabila terbukti ada tumpang tindih IUP, maka sesuai Permen ESDM, IUP ke-13 perusahaan dapat dilakukan penciutan untuk sebagian wilayah IUP yang tumpang tindih atau pencabutan IUP jika semua wilayah IUP tumpang tindih.

Kasus korupsi dengan kerugian negara fantastis
Kasus ASW menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, baik terkait penerimaan suap maupun penyalahgunaan kewenangan dalam pemberian izin pertambangan kepada pengusaha.

Saut mengatakan, KPK sangat prihatin atas kondisi ini, dimana potensi sumber daya alam yang begitu besar dikuasai hanya oleh sekelompok pengusaha. Kajian KPK menemukan sejumlah persoalan terkait tumpang tindih wilayah, serta potensi kerugian keuangan negara dari praktik bisnis yang tidak beretika dan melanggar aturan, seperti menunggak pajak, tidak membayar royalti, dan tidak melakukan jaminan reklamasi pasca tambang.

Oleh karena itu, KPK sekali lagi mengimbau kepala daerah yang memiliki potensi sumber daya alam untuk tidak menyalahgunakan kewenangan dan menjalankan pemerintahan dengan amanah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. KPK mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengatur, "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".

"Ketika para pejabat justru menyalahgunakan kewenangan untuk mengelola kekayaan alam sehingga tidak lagi untuk kemakmuran rakyat Indonesia tetapi justru untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, maka tentu hal itu dapat berarti telah mengkhianati amanat konstitusi negara kita," tutur Saut.

Menurut Saut, kasus ASW merupakan perkembangan salah satu penanganan perkara dengan indikasi kerugian negara cukup besar dan sebanding dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK, seperti korupsi KTP elektronik (e-KTP) dan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

KPK tercatat beberapa kali menangani kasus korupsi dengan kerugian negara bernilai fantastis. Sebagian diantaranya berkaitan dengan penerbitan izin pemanfaatan hutan dan pertambangan. Setidaknya, Hukumonline mencatat sepuluh kasus korupsi di KPK dengan kerugian negara yang cukup besar. Berikut rinciannya :
Tersangka/Terdakwa/Terpidana Perkara Korupsi Kerugian Negara
Irman, Sugiharto dkk Proyek Penerapan KTP Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (KTP Elektronik atau e-KTP) tahun 2011-2012 Rp2,3 triliun
Syafruddin Temenggung Penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham/Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim Rp3,7 triliun
Budi Mulya Pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal ditengarai berdampak sistemik Rp6,7 triliun
Tengku Azmun Jafar dkk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT) kepada 15 perusahaan Rp1,2 triliun
Nur Alam Penerbitan Surat Keputusan (SK) Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan IUP Eksplorasi, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi Menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah Rp3 triliun
Asral Rachman dkk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK/HT) di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Riau kepada sejumlah perusahaan tahun 2002-2005 Rp889 miliar
Burhanuddin Husin dkk Izin Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan dan Siak tahun 2005-2006. Rp519 miliar
Deddy Kusdinar, Andi Alifian Mallarangeng dkk Mega proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat Rp 463 miliar
Rusli Zainal dkk Izin Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (BKUPHHK-HT) pada 2004 untuk sembilan perusahaan di Riau Rp 265 miliar
Heru Sulaksono dkk Proyek pembangunan Dermaga Sabang pada kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang tahun anggaran 2004-2011. Rp313 miliar
*Diolah dari berbagai sumber
Tags:

Berita Terkait