Yuk, Kenali Profil 9 Arbiter PAMI
Berita

Yuk, Kenali Profil 9 Arbiter PAMI

Empat dari sembilan arbiter adalah pensiunan hakim agung.

Oleh:
Muhammad Yasin/Ady
Bacaan 2 Menit
Peluncuran Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia (PAMI) di Jakarta, Kamis (28/9).
Peluncuran Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia (PAMI) di Jakarta, Kamis (28/9).
Satu lagi lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan (out of court settlement) telah lahir. Akhir September lalu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo, melansir pembentukan Pusat Arbitrase dan Mediasi Indonesia. Kehadiran PAMI semakin menambah jumlah lembaga sejenis yang sudah berdiri sebelumnya, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).

Arbitrase dan mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang dibenarkan oleh hukum. Bahkan Mahkamah Agung mewajibkan proses mediasi lebih dahulu kepada para pihak sebelum gugatannya dibacakan atau proses pemberiksaan pokok gugatan dilakukan. Arbitrase diatur tersendiri dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo, Hariyadi B. Sukamdani, memastikan PAMI akan menjalankan fungsinya secara professional meskipun pembentukannya diinisiasi para pengusaha. “Jangan dikira kalau anggota Apindo yang berperkara di PAMI pasti dimenangkan. Jangan salah sangka, kami akan menjaga keadilan,” tegasnya saat peluncuran PAMI, Kamis (28/9).

(Baca juga: Asosiasi Pengusaha Bentuk Pusat Arbitrase dan Mediasi).

Profesional yang akan menjaga kredibilitas PAMI ke depan adalah para arbiternya. Sejauh ini ada 9 nama yang sudah disebut menjadi arbiter PAMI. Empat dari sembilan nama yang disebut pernah menjadi hakim agung. Bahkan Harifin A. Tumpa pernah menjadi orang nomor satu, dan Mariana Sutadi orang nomor dua di Mahkamah Agung.

Profil dan pengalaman para arbiter bisa menjanjikan bagi para pihak yang akan menggunakan PAMI dalam penyelesaian sengketa. Mari mengenal satu persatu para arbiter tersebut.

1.     Harifin A. Tumpa
Pria yang lahir di Soppeng 23 Februari 1942 ini memiliki pengalaman puluhan tahun sebagai hakim. Ia telah menjadi pengadil sejak 1969, melalui serangkaian perpindahan tugas, dan akhirnya terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) menggantikan Bagir Manan. Hakim bergelar doktor ilmu hukum ini memimpin MA sejak 2009 hingga Februari 2012. Ia pernah menjadi Direktur Perdata dan Ketua Pengadilan Tinggi Palu pada Mahkamah Agung sebelum terpilih menjadi hakim agung. Pengalamannya sebagai hakim adalah bekal penting bagi ayah dua anak ini menjalankan tugas barunya sebagai arbiter.

2.   Nindyo Pramono
Lahir di Boyolali pada 18 Juli 1954, Nindyo Pramono selama ini dikenal sebagai akademisi yang menaruh perhatian pada hukum bisnis. Ia adalah Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan pernah menjadi Dekan Fakultas Hukum. Selain punya latar belakang akademik mpumpuni, Prof. Nindyo juga tercatat sebagai pendiri kantor hukum Nindro & Associates, anggota Konsultan Hukum Pasar Modal. Ia lulus dari Fakultas Hukum UGM; memperoleh gelar magister sains dan gelar doktor dari kampus yang sama. Ia juga pernah mengikuti sandwich fellowship di Belanda pada tahun 1990. Karyanya tersebar dalam bentuk buku dan makalah dengan beragam topik, antara lain buku Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual; Hukum PT Go Publik dan Pasar Modal; dan Hukum Pasar Modal di Indonesia.

3.   Susanti Adi Nugroho
Susanti Adi Nugroho adalah pensiunan hakim agung lainnya yang diangkat jadi arbiter di PAMI. Ia menjalani profesi hakim sejak 1966, hingga mencapai puncak sebagai hakim agung. Saat di Mahkamah Agung, Susanti pernah diangkat menjadi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (2003). Setelah pensiun, Susanti menjadi pengajar di perguruan tinggi di Jakarta sekaligus menulis. Karyanya antara lain Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, dan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen. Ia memperoleh gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Padjadjaran Bandung.

(Baca juga: Mantan Hakim Agung Analisis Revisi UU Antimonopoli, Berikut Poin-Poinnya).

4.   Wahyuni Bahar
Ia adalah pendiri kantor hukum Bahar & Partners. Sebelum membuka kantor hukum itu pada Oktober 1992, Bahar mengajar di Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Trisakti Jakarta. Bahar memperoleh gelar sarjana hukum dari Universitas Padjadjaran, pendidikan magister ditempuh di Institue of Social Studies Belanda dan McGill University Kanada. Selain sebagai advokat, Bahar adalah anggota Apindo, Kamar Dagang dan Industri, dan Indonesia Service Dialogue.

5.    Hj. Rehngena Purba
Sebelum menjadi hakim agung, Hj. Rehngena Purba mengabdi sebagai pendidik di almamaternya, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Ia pernah menjadi dekan dua periode di sana, dan memperoleh Guru Besar Ilmu Hukum. Pada tahun 2003, Rehngena terpilih sebagai hakim agung jalur non-karir. Karir yang dijalaninya hingga pensiun pada 1 Desember 2012. Selama menjadi hakim agung, ia menangani banyak perkara dan terlibat intens dalam kebijakan Mahkamah Agung mengenai kasus anak yang berhadapan dengan hukum, adopsi, mediasi penal, dan masalah-masalah perdata.

6.   Mariana Sutadi
Mariana Sutadi punya segudang pengalaman sebagai hakim, ditambah pengalaman sebagai diplomat dan akademisi. Sejauh ini, Mariana adalah perempuan pertama yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung (2004-2008). Perempuan kelahiran Jakarta 12 Oktober 1941 ini berasal dari keluarga hukum. Ayahnya juga seorang hakim. Ketika menjabat Ketua Muda MA Bidang Pengawasan, Mariana dikenal sebagai hakim yang sangat tegas kepada para hakim yang melanggar kode etik. Hakim dikenal sebagai hakim yang menguasai bidang perdata, khususnya kepailitan. Tetapi saat menjadi hakim agung, beragam jenis perkara yang dia putus. Dunia diplomat juga bukan sesuatu yang baru buat Mariana. Ia adalah isteri seorang diplomat Indonesia. Setelah pensiun dari hakim agung, Mariana diangkat menjadi menjadi Dubes Indonesia di Rumania merangkap Moldova. Kini, Mariana sesekali mengajar di Sekolah Tinggi Hukum Jentera di Jakarta.

(Baca juga: Mariana Sutadi, Perempuan Pertama di Kursi Wakil Ketua MA).

7.    H. Ahmad Rizal
Ahmad Rizal adalah salah satu anggota Dewan Kehormatan Ad Hoc Perhimpunan Advokat Indonesia Sumatera Selatan. Ia punya pengalaman sebagai arbiter dalam penyelesaian sengketa bisnis dalam bidang perkebunan, pertambangan, konstruksi, telekomunikasi, dan investasi. Misalnya, pengalaman Rizal di BANI Arbitration Center Palembang. Ia juga tercatat pernah menjadi anggota komite BPH Migas. Di bidang legal dan manajerial, Rizal aktif dalam kegiatan di sejumlah lembaga seperti International Chamber of Commerce, Chartered Institue of Arbitration, Singapore Institute of Arbitration, dan Pusat Media Nasional.

8.   M. Aditya Warman
Pengalamannya dalam menangani isu perburuhan sudah tak diragukan lagi. Pria yang juga pengurus DPN Apindo ini tercatat pernah bekerja sebagai Kepala Departemen Hubungan Industrial PT Astra International Tbk (2005-2012), dan menjadi Head of Corporate Industrial Relations di perusahaan yang sama pada 2012-2016. Kini sarjana psikologi industri ini menjadi anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Di Apindo, pria peraih gelar MBA ini tercatat sebagai Wakil Sekretaris Umum.

9.   A. Kemalsjah Siregar
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini dikenal publik sebagai advokat yang menangani isu-isu ketenagakerjaan atau perselisihan hubungan industrial. Putra hakim agung Bismar Siregar ini punya kantor hukum Kemalsjah & Associates. Dalam wawancara dengan Hukumonline, Kemalsjah menyatakan memasuki dunia hukum adalah pilihannya sendiri, tak terpengaruh ayahnya yang mantan hakim agung. Selain sebagai advokat, Aulia Kemalsjah Siregar juga tercatat menjadi dosen antara lain di Universitas Al Azhar Jakarta.
Tags:

Berita Terkait