MA: KPK Masih Bisa Tetapkan Kembali Setnov Jadi Tersangka
Berita

MA: KPK Masih Bisa Tetapkan Kembali Setnov Jadi Tersangka

Bawas MA akan mempelajari sungguh-sungguh laporan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MA tampak dari depan. Foto: RES
Gedung MA tampak dari depan. Foto: RES
Meski putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi e-KTP menuai kritikan dari sejumlah pihak, Mahkamah Agung (MA) tetap menghormati putusan praperadilan tersebut. Sebab, pihaknya sangat menjunjung tinggi prinsip independensi hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman.  

Namun, MA menganggap KPK bisa kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka sesuai Peraturan MA (Perma) No. 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Sebab, Perma itu sudah memberi petunjuk bahwa pembatalan status tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidikan untuk menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah.

“Ini sesuai dengan Perma. Tetapi, alat bukti baru yang sah ini, tentu harus berbeda dengan alat bukti (sidang praperadian) sebelumnya. Jadi, KPK masih ada kesempatan untuk menetapkan kembali Setnov sebagai tersangka. Ini terserah kepada KPK untuk meneruskan perkara ini atau tidak,” kata Abdullah di Gedung MA, Jakarta, Jumat (6/10/2107).

Pernyataan ini menanggapi adanya laporan dari Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Madrasah Anti Korupsi (MAK) Muhammadiyah, dan Tangerang Public Transparancy Watch (Truth). Mereka menilai putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang dimohonkan Setya Novanto itu mengandung beberapa kejanggalan. Baca Juga: ICW Dkk Minta Bawas MA Panggil Hakim Cepi

Abdullah menilai dalam sidang praperadilan Setnov kemarin tidak seluruh alat bukti yang dimiliki KPK disampaikan dalam sidang. Sebab, diperkirakan ada sekitar ratusan alat bukti yang dimiliki KPK. “Maka, tidak sulit bagi KPK untuk menetapkan kembali Setnov menjadi tersangka. Untuk itu, mari kita serahkan semuanya kepada KPK, penyidik dan penuntutnya sudah tentu mengetahui semuanya dari awal,” kata Abdullah.

Terlebih, kata Abdullah, saat ini KPK sedang bekerja sama dengan FBI untuk mengungkap dan menemukan alat-alat bukti baru khususnya yang menyangkut keterlibatan Setnov. “Saya pikir, KPK ini mempunyai seribu kiat (cara) untuk menyelesaikan tugasnya. Jadi, tidak usah pesimis dan tergesa-gesa. Karena tergesa-gesa memilik plus minusnya sendiri,” sarannya.

Ia mengingatkan sidang praperadilan ini hanya menyangkut hal-hal formil, belum menyangkut subsansi perkara menyangkut perbuatan pidananya. “Apakah dugaan tindak pidana korupsinya Setya Novanto akan dilanjutkan atau tidak itu tetap akan menjadi kewenangan KPK,” tegasnya.

Terkait laporan Koalisi Masyarakat Sipil, Abdullah mengungkapkan sejak awal Bawas MA sudah melakukan pemantauan secara tertutup dalam sidang pemeriksaan praperadilan yang dimohonkan Setya Novanto, yang  tentunya sudah memiliki data dan fakta kasus ini.  “Adanya pengaduan masyarakat, Bawas MA akan mempelajari sungguh-sungguh, apakah materi laporan tersebut masuk ranah pelanggaran etika/perilaku atau sudah masuk ranah teknis yuridis,” kata dia.

Apabila, ada bukti-bukti yang mengarah adanya pelanggaran etik/perilaku hakim, maka MA siap menindak dan menjatuhkan sanksi terhadap hakim yang bersangkutan. “Hal ini tentu perlu dikaji secara mendalam kalau akan menindak hakim yang bersangkutan,” katanya.

Sebelumnya, Hakim tunggal Cepi membatalkan status tersangka Setnov melalui putusan praperadilan yang dibacakan pada Jum’at (29/9) pekan lalu. Alasannya, hakim beranggapan proses penyelidikan dan penyidikan KPK tidak sesuai prosedur yang berlaku baik UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, KUHAP, SOP, dan aturan lain. Misalnya, KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) milik Irman, Sugiharto, dan Andi Narogong. Hasil penyidikan mereka digunakan untuk perkara Setya Novanto (copy paste). Hal ini dianggap melanggar prosedur KPK sendiri.       

Hakim  juga berpendapat status seseorang menjadi tersangka seharusnya terjadi pada tahap penyidikan, bukan penyelidikan. Menurut Hakim Cepi, penyidikan harus diawali proses penyelidikan. Artinya, penetapan tersangka baru ada dalam proses penyidikan, bukan penyelidikan. Lalu, menurutnya proses penetapan tersangka dilakukan di akhir penyidikan dengan dua alat bukti yang sah, bukan di awal penyidikan, agar hak calon tersangka dapat terlindungi sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Tags:

Berita Terkait