Kampus Masih Rawan Korupsi, Ada Cara Menghindarinya
Utama

Kampus Masih Rawan Korupsi, Ada Cara Menghindarinya

Dana triliunan rupiah digelontorkan ke perguruan tinggi. Penggunaan dana penelitian termasuk yang disorot KPK. Kampus harus bekerjasama untuk mencegah.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Dialog antikorupsi di kampus FH Unpad Bandung, Senin (16/10). Foto: ADJI
Dialog antikorupsi di kampus FH Unpad Bandung, Senin (16/10). Foto: ADJI
Potensi tindak pidana korupsi bisa ditemukan di mana saja. Termasuk di lingkungan perguruan tinggi. Hasil kajian Polling Center yang diungkap ICW mengungkap bahwa universitas masuk dalam salah satu dari 10 kategori lembaga yang rawan korupsi. Kampus menempati ranking 7 dengan nilai 9 persen. Angka ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan terhadap 2.335 orang di 34 provinsi di Indonesia pada 2017.

"Untuk tingkat korupsi, universitas masuk anggapan persepsi korupsi dalam 10 besar," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama S. Langkun dalam acara 'Dialog Antikorupsi dan Pendidikan Antikorupsi' di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Senin (16/10) kemarin.

Tama membeberkan temuan lain survei tersebut.  Pertama tingkat korupsi di Indonesia pada 2017 tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya,. Kedua, Presiden atau Pemerintah dinilai semakin serius memberantas korupsi. Ketiga KPK merupakan lembaga paling dipercaya dan paling berperan dalam memberantas korupsi. Keempat penerimaan CPNS dan kepolisian dianggap paling rawan praktek korupsi dibanding bidang lainnya.

(Baca juga: Cegah Korupsi, Tata Kelola Pemerintahan Butuh Kreativitas).

Dotty Rahmatiasih, perwakilan Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (Dikyanmas KPK) membeberkan data betapa tingginya alokasi anggaran pada sektor pendidikan tinggi. Dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) saja sekitar Rp39,6 triliun belum termasuk Kementerian Agama sebesar Rp46,8 triliun.

KPK, kata Dotty, telah menangani beberapa kasus korupsi di lingkungan Perguruan Tinggi seperti mantan Wakil Rektor UI Tafsir Nurchamid dalam perkara pengadaan barang dan jasa proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi perpustakaan UI pada 2010-2011. Kemudian, kasus korupsi pengadaan RS Unair yang menjerat mantan rektornya Fasichul Lisan. "KPK melakukan kajian, mau petakan dana operasional baik di lingkup Kemenristek Dikti, dana operasional dan asetnya," terang Dotty di acara yang sama.

KPK telah melakukan survei pada Februari 2016-November 2016. Dari survei itu ditemukan ada masalah regulasi di lingkungan pendidikan tinggi. Antara lain, dana penelitian tidak efektif, dewan pengawas tak efektif menjalankan fungsi, dan ada aset yang mangkrak dengan total sekitar Rp9 triliun di 9 Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

(Baca juga: Kampus dalam Bunga Rampai Isu Korupsi).

Atas dasar itulah KPK memberikan rekomendasi tentang alokasi anggaran,  penetapan tarif layanan, pemanfaatan aset PTN dan PTKIN, perbaikan internal, pengadaan barang dan jasa serta pada aspek pengawasan. "Perlu statuta, roadmap, indikasi integrasi dana kelola, evaluasi kinerja, dam kejelasan pemanfaatan rusunawa," pinta Dotty.

Pencegahan
Wakil Rektor Bidang Tata Kelola dan Sumber Daya Universitas Padjajaran Sigid Suseno buru-buru menjelaskan mengapa kampusnya tidak masuk dalam kategori 500 universitas terbaik. Penyebabnya, kata Sigit, bisa karena metode surveinya, dan bisa pula mengenai substansi penilaian. Namun tidak masuknya Unpad bukan berarti kampus tersebut tidak bersih dalam dunia pendidikan. "Kita tidak akan melakukan hal yang melanggar etik. Kesannya rangking bagus ini bersih," pungkasnya.

Dosen Fakultas Hukum ini menjelaskan Unpad telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kasus korupsi di lingkungan kampus. Salah satunya membuat layanan terpadu untuk meminimalisasi terjadinya pertemuan antara pihak berkepentingan dengan pejabat kampus.

(Baca juga: Pembaru Hukum Harus Berani Ambil Keputusan Cermat Bagi Kemajuan Bangsa).

Menurut Sigid, pertemuan langsung pejabat dengan pihak berkepentingan menjadi salah satu faktor terjadinya korupsi di kampus. Yang bisa dilakukan perguruan tinggi antara lain mengurangi potensi pertemuan yang potensial meahirkan praktik korupsi. "Terus terang ini belum 100 persen. Untuk mencegahnya Unpad ini ada tiga lantai. Tidak boleh masuk di lantai 2 dan 3 untuk membatasi," imbuhnya.

Unpad juga telah membangun klinik antikorupsi sebagai sarana bagi warga kampus untuk menanamkan budaya pemberantasan korupsi. Tak hanya itu, Unpad telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk mencegah terjadinya kasus rasuah di kampus. "Saya tidak mau terjadi seperti di Unair, rektor selesai, diadili. Dari awal harus dijaga, kasus aset kerjasama dengan Datun menyelesaikan, dengan BPK, BPKP untuk semua yang kita lakukan," tegasnya.

Selain dengan penegak hukum, tambah Sigit, Unpad rutin melakukan dialog bersama UI dan UGM. Namun ia mengakui jika tiga universitas ini saja tidak akan mampu mencegah terjadinya korupsi khususnya di sektor pendidikan tinggi tetapi harus ada kerjasama seluruh pihak termasuk universitas baik itu negeri ataupun swasta dalam menanamkan budaya antikorupsi.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung Agustinus Pohan berpendapat hasil survei yang dilakukan Polling Center mengenai persepsi masyarakat terhadap kasus korupsi menjadi catatan tersendiri. Apalagi ada anggapan bahwa korupsi saat ini sudah dianggap hal biasa oleh masyarakat. "Faktor pendidikan bepengaruh, kita tidak bisa biarkan sikap permisif, karena akan pengaruh pada pemberantasan korupsi," ujar Agustinus.
Tags:

Berita Terkait