KPPU Minta Dilibatkan Bahas Standar Pelayanan Mutu Penyelenggaraan Umrah
Berita

KPPU Minta Dilibatkan Bahas Standar Pelayanan Mutu Penyelenggaraan Umrah

Otoritas di bidang persaingan usaha tersebut bahkan siap memfasilitasi diskusi-diskusi untuk merumusukan Standar Pelayanan Minumum (SPM).

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Forum Group Discussion bertema Standar Pelayanan Minimun Penyelenggaraan Umrah di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (23/10). Foto: NNP
Forum Group Discussion bertema Standar Pelayanan Minimun Penyelenggaraan Umrah di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (23/10). Foto: NNP
Kementerian Agama (Kemenag) berencana merevisi aturan main bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) agar lebih memberikan jaminan kepada jamaah selaku pengguna jasa. Dari sejumlah revisi, salah satu poin penting menyangkut Standar Pelayanan Mutu (SPM) yang nantinya wajib dipenuhi oleh perusahaan atau biro penyelenggara umrah.

Kasubdit Pembinaan Umrah Ditjen Penyelenggaran Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Arfi Hatim, mengatakan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No.18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah telah mengatur mengenai SPM meskipun masih belum secara rinci dan detail.

Oleh karena itu, pemerintah terus mengebut pembahasan SPM dan meminta pandangan dari berbagai kalangan karena substansi SPM tersebut akan masuk dalam revisi Permenag Nomor 18 Tahun 2015. “Sudah ada pembahasan, tapi memang sampai saat ini belum ditetapkan,” kata Arfi ditemui hukumonline usai Forum Group Discussion bertema Standar Pelayanan Minimun Penyelenggaraan Umrah di Gedung Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (23/10).

Sejak dua tahun lalu, lanjut Arfi, pemerintah sebetulnya telah mulai membahas soal SPM. Dalam draf sementara, sejumlah substansi yang mengemuka antara lain batasan antara jangka waktu pendaftaran dan keberangkatan calon jamaah agar tidak merugikan karena tidak ada kejelasan dan kepastian tanggal keberangkatan.

Pasalnya, biro perjalanan umrah seringkali memberikan jadwal tunggu yang lama misalnya dua tahun sejak pendaftaran. Ke depan, akan diatur paling lambat waktu tunggu jamaah paling lama satu tahun. (Baca Juga: Ragam Pendapat Korban Terhadap Proses PKPU First Travel)

Selain itu, draf sementara SPM juga akan mengatur soal jarak antara hotel dengan lokasi masjidil haram, transportasi yang digunakan, konsumsi, pendamping jamaah, sampai soal asuransi kesehatan bagi jamaah. Kata Arfi, dengan ditetapkan SPM maka akan muncul harga referensi yang dapat menjadi patokan bagi biro travel umrah dalam menawarkan jasa kepada jamaah.

“Harga referensi acuan regulator (Kemenag) untuk melakukan audit investigasi. Kenapa anda (PPIU) menjual di bawah harga referensi. Apakah ada efisiensi atau pengurangan SPM nya itu? Kalau memang ada SPM yang dikurangi, ya sanksi konsekuensinya,” kata Arfi.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf, mendorong Kemenag agar segera menetapkan SPM agar muncul harga referensi yang menjadi acuan bagi konsumen untuk melihat apakah biro travel umrah tersebut telah menerapkan manajemen yang sesuai dengan ketetapan regulator.

(Baca Juga: Menggugat Tanggung Jawab Kementerian Agama Lewat Class Action dan PMH)

Syarkawi menekankan, harga referensi tersebut bukan untuk menetapkan tarif batas bawah karena akan merugikan konsumen. “KPPU tidak pernah rekomendasikan tarif bawah atau biaya minimum karena tidak akan selesaikan pelayanan yang carut marut. Kita dorong standar pelayanan minimum dengan standar seperti A, B, C dan sebagainya, kira-kira ongkos minimum berapa. Ini bisa jadi referensi bagi jamaah yang ingin berangkat umrah,” kata Syarkawi di tempat yang sama.

Dalam FGD yang digelar Senin (23/10) kemarin, Syarkawi menyatakan siap membantu Kemenag merumuskan SPM dan memfasilitasi diskusi demi diskusi bersama dengan asosiasi penyelenggara ibadah umrah termasuk pemerintah itu sendiri.

Menurut Syarkawi, asosiasi dapat memberikan pemahaman yang lebih teknis ketika merumuskan komponen-komponen yang akan dimasukan dalam SPM. Pengalaman menyelenggarakan kegiatan umrah mulai dari tiket peswat, katering, hotel, akomodasi di tanah suci, pendamping, hingga teknis pendaftaran dan pemberangkatan dan persoalan visa dapat menjadi masukan penting.

“Kita bentuk aja tim, kalau perlu. Nanti dari asosiasi kasih masukan terkait SPM. Nanti kita sampaikan ke Presiden langsung dan Menko yang membahwai Kemenag,” kata Syarkawi.

Usulan tersebut disambut baik oleh sejumlah asosiasi travel seperti Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Keshturi), Asosiasi Pelaksana Haji, Umroh, dan In-Bound Indonesia (Asphurindo), Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia (AMPHURI). Namun, pihak Kemenag sendiri masih akan membicarakan rencana tersebut dengan Menteri Agama.

“Kami akan bicarakan dulu dengan atasan,” kata Arfi.


Tags:

Berita Terkait