7 Masalah HAM untuk Komnas HAM
Kolom

7 Masalah HAM untuk Komnas HAM

Persoalan-persoalan tersebut tidak berdiri sendiri, mereka saling beririsan satu dengan lainnya. Hal ini menunjukkan kompleksitas pelanggaran HAM di Indonesia.

Bacaan 2 Menit
Haris Azhar. Foto: Istimewa
Haris Azhar. Foto: Istimewa

Selamat kepada tujuh orang Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang baru terpilih, lolos seleksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk periode 2017-2022. Kepada tujuh orang ini tugas yang sangat berat tak bisa dihindari, yaitu merespon atau bahkan menuntaskan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang cenderung meningkat dan makin kompleks dari sisi motif serta aktor yang terlibat.

 

Ada tujuh masalah besar, untuk memudahkan kategorisasi atas semua peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Pertama, Papua, di mana kondisi hak-hak sosial, keamanan dan sipil masih buruk. Index Pembangunan Manusia di Papua masih dan tetap yang terendah sepanjang 10 tahun terakhir (BPS, 2017). Segelintir respon Pemerintah hanya upaya pembangunan ekonomi, membangun jalan dan rekonsiliasi melalui bakar batu.

 

Kedua, masalah hak sosial dan ekonomi. Hak atas pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan ketimpangan menjadi daftar masalah, termasuk ketiadaan informasi kepada masyarakat atas berbagai jaminan dan bantuan hak sosial tersebut. Berbagai bantuan cenderung tidak tepat sasaran dan jumlahnya cenderung tidak tepat sesuai janji. Kondisi ekonomi juga masih rentan, dimana terdapat ketimpangan yang cukup serius, di mana kekayaan 4 orang kaya setara dengan akumulasi kekayaan 100 orang miskin di Indonesia. Situasi ini berpotensi pada pelemahan kohesi sosial (Infid dan Oxfam, 2017).

 

Ketiga, masalah hak partisipasi, terutama dalam dua soal, partisipasi dalam kegiatan politik seperti pemilihan kepada daerah yang semakin subur dengan kampanye identitas ras atau kepercayaan. Selama ini pendidikan elektoral hanya sebatas tata cara memilih, tidak ada yang serius untuk mendidik substansi para calon. Persoalan lain adalah partisipasi dalam kontrol kebijakan publik di mana masyarakat sering tidak mendapatkan informasi yang baik serta dibatasi perannya, bahkan dipidanakan, selain juga diteror.

 

Keempat, masalah klasik yang tak satupun pemerintahan di masa reformasi ini berhasil menanganinya, yaitu, Pelanggaran HAM Berat, dan terjadi di masa lalu, yang belum diselesaikan hingga saat ini. Sembilan berkas penyelidikan Komnas HAM, secara jelas dan sengaja tak satu pun ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung (KontraS, 2017).

 

Kelima, masalah hak atas lingkungan hidup, hak atas tanah, air dan Pengakuan (hak) Masyarakat Adat. Masalah ini bisa dikatakan masalah yang meningkat tajam dalam 5 tahun terakhir. Hal ini diakibatkan liberalisasi izin pemerintah daerah yang dimanfaatkan oleh kepentingan bisnis eksploitatif perusahaan lokal, nasional maupun internasional.

 

Situasi ini semakin diperparah dengan gaya kebijakan pembangunan pemerintah, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Jutaan hektar tanah masyarakat adat telah dikuasai oleh swasta, berakibat pada jutaan warga sipil, khususnya masyarakat adat harus keluar dari wilayah adatnya (KPA, 2016).

Tags:

Berita Terkait