Kisah Firma Hukum Korporasi Awal '80-an
Sejarah Kantor Advokat Indonesia:

Kisah Firma Hukum Korporasi Awal '80-an

Mulai mengelola kantor hukum secara modern sejak awal pendirian hingga terus membangun jaringan dan kerja sama dengan firma hukum negara lain.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pasca berdirinya kantor hukum generasi pertama yakni Ali Budiarjo Nugroho Reksodiputro (ABNR-1967), Adnan Buyung Nasution & Assosiates (ABNA-1969), dan Mochtar, Karuwin, Komar (MKK-1971), muncul firma hukum generasi berikutnya. Beberapa firma hukum yang disebut sebagai generasi kedua ini lahir di era 1980-1990an yang meneruskan estafet perkembangan dunia kantor advokat, yang fokus pada corporate law firm.

 

Uraian pengelompokan kantor advokat generasi pertama dan kedua itu termuat dalam artikel berjudul “Besar Itu Perlu: Perkembangan Kantor Advokat di Indonesia dan Tantangannya” (Ahmad Fikri Assegaf. Jakarta : Jurnal Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal. Volume VII/Edisi, 10 Juli-Desember 2015). Tercatat pada tahun 1980, diantaranya berdiri kantor hukum Kusnandar & Co (KC) dan Tumbuan & Partners (TP) pada 1981.

 

(Baca Juga: Menelusuri Jejak Kantor Advokat Modern Generasi Pertama)

 

Mengawali berdirinya Kusnandar & Co misalnya, tak lepas dari peran besar pendiri tunggal, Winita E Kusnandar. Jauh sebelum mendirikan KC, Winita mendalami dunia hukum sejak lama. Sebut saja, saat masih mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan, Winita pernah magang di Kantor Hukum Delma Yuzar Advocate & Solicitor, Legal Consultant, Jakarta. Melalui magang, ilmu di bidang production sharing contract pun semakin menambah pengetahuan Winita. Pasca merampungkan kuliahnya, Winita bergabung dengan kantor notaris Kartini Muljadi untuk memperdalam ilmu hukum kontrak dan pekerjaan sebagai notaris. 

 

Tak lama kemudian, Winita bergabung di kantor hukum ABNA pada 1977. Keinginan bergabung dengan kantor Buyung, lantaran ingin terjun di bidang litigasi dalam menangani perkara pidana dan perdata. Di ABNA, Winita terbiasa menangani perkara sendiri. Aktualisasi dan naluri sebagai advokat pun mulai terasah lantaran terbiasa berkomunikasi dengan klien terkait persoalan hukum termasuk memberi bantuan hukum. Buyung pun merasa puas dengan kinerja Winita.

 

“Saya dipanggil Bang Buyung diberitahu bahwa dia puas dengan kinerja saya, tetapi tidak bisa menaikkan gaji saya,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Hukumonline.

 

Gaji Winita pun ingin ditambah Buyung dari account pribadi pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) itu. Namun hal itu ditolak Winita. Ia tak ingin dipusingkan dengan persoalan ini. Bagi Winita, diberi kepercayaan oleh Buyung dalam menangani klien secara mandiri sudah lebih dari cukup. “Bukankah saya diberi kesempatan untuk belajar, jadi tentu ada cost-nya. Begitu prinsip saya dalam bekerja,” kata dia.

 

Tentu banyak pengalaman dan pengetahuan yang ia peroleh saat bekerja di ABNA selama tiga tahun. Baik dari sisi aspek hukum hingga etika menjadi advokat profesional. Kepercayaan Buyung terhadap dirinya pun terus membesar, hingga akhirnya Winita pernah ditawarkan menjadi partner di kantor Buyung. Rasa senang menyelimuti Winita. Apalagi, ia merasa nyaman bekerja di ABNA yang saat itu ditempati para seniornya di dunia hukum, seperti Abdurrahman Saleh (mantan Jaksa Agung), M. Assegaf, Prof Erman Rajagukguk, Timbul Thomas Lubis dan lainnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait