Advokat Persoalkan Aturan Hak Penasihat Hukum Berhubungan dengan Kliennya
Utama

Advokat Persoalkan Aturan Hak Penasihat Hukum Berhubungan dengan Kliennya

Pemohon meminta frasa “setiap waktu” dalam Pasal 70 ayat (1) KUHAP dimaknai kapanpun yang tidak memiliki batas waktu termasuk hari libur guna kepentingan atau pembelaan perkaranya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Gara-gara dibatasinya bertemu klien di salah satu Rumah Tahanan Negara (Rutan) di Jakarta, dua warga negara yang berprofesi sebagai advoakat mengajukan uji materi Pasal 70 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Khaerudin dan Alungsyah yang merasa dirugikan lantaran dibatasi berkonsultasi dengan kliennya dengan alasan habis waktu atau hari libur.   

 

“Kita mengalami kesulitan ketika ingin bertemu dengan klien, yang berstatus tersangka, kemudian menjadi terdakwa dan selanjutnya terpidana telah mengalami kerugian faktual akibat adanya Pasal 70 ayat (1) KUHAP,” kata Khaeruddin dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (16/11)/2017. Sidang perdana ini diketuai Manahan MP Sitompul beranggotakan Maria Farida Indrati dan Suhartoyo.  

 

Pasal 70 ayat (1) KUHAP menyatakan“Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.”

 

Menurut Khaerudin, frasa “setiap waktu” itu yang menjadi persoalan konstitusionalitas permohonannya. Semestinya sebagai seorang advokat dapat berkunjung, berbicara, bertemu dengan kliennya kapanpun baik itu hari libur ataupun tidak guna kepentingan pembelaan terhadap kliennya yang berstatus sebagai tersangka, terdakwa.

 

“Tetapi, hal ini tidak dilaksanakan, dengan alasan pihak Rutan memiliki aturan internal atau SOP sendiri. Akhirnya, tidak dapat menemui, berbicara atau berkunjung dengan klien. Padahal aturan internal rutan tersebut sudah sangat jelas bertentangan dengan KUHAP dan semangat UUD Tahun 1945,” ujarnya.

 

Kata lain, pemohon tidak dapat menjalankan hak-haknya sebagai seorang advokat. Menurutnya, hal ini tidak hanya merugikan dirinya saja, tetapi juga hampir dialami advokat seluruh Indonesia termasuk kliennya.

 

Atas dasar itu, dalam petitum permohonannya, pemohon meminta Majelis agar Pasal 70 ayat (1) KUHAP dinyatakan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “setiap waktu” dimaknai “kapanpun yang tidak memiliki batas waktu termasuk hari libur guna kepentingan atau pembelaan perkaranya.”.

Tags:

Berita Terkait