Inilah Regulasi dan Putusan yang Dikeluhkan Apindo
Berita

Inilah Regulasi dan Putusan yang Dikeluhkan Apindo

Termasuk mengeluhkan putusan MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pemerintah membangun mal pelayanan publik demi kemudahan berusaha. Foto: RES
Pemerintah membangun mal pelayanan publik demi kemudahan berusaha. Foto: RES

Pemerintah telah menerbitkan belasan paket kebijakan untuk menggenjot perekonomian nasional, termasuk paket deregulasi. Namun, pelaksanaan deregulasi itu dirasakan para pengusaha belum optimal. Apindo masih menemukan banyak peraturan yang menghambat perkembangan dunia usaha.

 

Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, menekankan kepada pemerintah untuk konsisten menjalankan kebijakan yang pro ekonomi. Kebijakan yang tidak mendukung perkembangan ekonomi akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan industri. Pengusaha, kata Hariyadi, mengeluhkan banyaknya  peraturan yang menghambat dunia usaha baik yang diterbitkan pemerintah daerah dan pusat. Begitu pula dengan putusan yang dihasilkan lembaga peradilan. Misalnya, putusan MK No.137/PUU-XIII/2015 yang membatasi kewenangan Kementerian Dalam Negeri melakukan executive review atau pembatalan hanya untuk peraturan daerah (perda) provinsi. Untuk pembatalan perda kabupaten/kota hanya bisa melalui judicial review ke MA.

 

Padahal sebelum putusan MK itu terbit, Hariyadi melihat pemerintah melakukan deregulasi yang cukup baik terhadap perda yang dinilai menghambat ekonomi. Tapi sekarang pemerintah tidak lagi memiliki kewenangan itu karena pembatalan perda tingkat kabupaten/kota harus dilakukan melalui MA. Dampaknya, ada proses panjang yang harus dilalui untuk membatalkan sebuah perda kabupaten/kota yang dianggap menyulitkan dunia usaha.

 

(Baca juga: KPPOD Kritik Putusan MK Terkait Pembatalan Perda).

 

Selain itu butuh biaya karena pengusaha yang mengajukan judicial review terhadap perda tersebut harus menyewa advokat. Apalagi jika perda itu berkaitan dengan retribusi, pungutan akan terus dikenakan kepada pengusaha selama peraturan itu masih berporses di pengadilan karena peraturan itu masih berlaku. “Ini menimbulkan dampak negatif terhadap iklim investasi (dunia usaha),” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (5/12).

 

Hariyadi juga menyoroti UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terutama ketentuan yang mengatur mengenai tarif pajak penerangan jalan. Apindo telah mengajukan judicial review terhadap ketentuan tersebut ke MK dan saat ini masih berproses.

 

Selanjutnya, Hariyadi mengkritik kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang terlalu besar. Selama ini KPPU punya kewenangan menerima laporan, melakukan pemeriksaan dan memutuskan. Hariyadi mengingatkan putusan MK No.85/PUU-XIV/2016 menegaskan kewenangan KPPU. Mengingat RUU Persaingan Usaha masuk Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas 2018, Apindo mengusulkan agar kewenangan KPPU dibatasi, terutama dalam hal memutus perkara. “KPPU ini over power, dampaknya merugikan dunia usaha,” tukasnya.

 

(Baca juga: Pemerintah Siapkan Pedoman Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha).

 

Regulasi lain yang dikritik adalah UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Hariyadi melihat pemerintah sudah menyiapkan pembentukan Badan Pengelola Tapera dengan modal awal Rp2,5 triliun. Menurutnya program ini tidak akan berjalan seperti harapan karena BPJS Ketenagakerjaan punya program serupa yakni manfaat layanan tambahan (MLT) yang bentuknya subsidi KPR. Sejak awal Apindo mengusulkan program Tapera dilebur dalam program yang sudah lebih dulu dijalankan BPJS Ketenagakerjaan itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait