Menelaah Area Kritis Implementasi Beleid Holding BUMN Tambang
Holding BUMN Tambang

Menelaah Area Kritis Implementasi Beleid Holding BUMN Tambang

Meskipun mengalami perubahan status, ketiga perusahaan anggota holding tersebut tetap diperlakukan sama dengan perusahaan BUMN.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Menelaah Area Kritis Implementasi <i/>Beleid</i> Holding BUMN Tambang
Hukumonline

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah merampungkan proses holding BUMN industri tambang. Sebelumnya, pemerintah terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republlik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Alumunium. Lewat aturan ini, pemerintah meletakkan dasar hukum proses holding industri tambang tersebut.

 

Holding ini menjadikan PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Persero sebagai induk atas 3 anggota holdingnya yang terdiri atas PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Nantinya, setelah divestasi terhadap 41,64% saham PT Freeport rampung, PT Freeport pun rencananya akan menjadi anggota holding industri pertambangan ini.

 

Di luar diskusi mengenai keberhasilan Pemerintah merampungkan proses holding ini, menarik untuk melihat sejumlah area kritis (critical area) penerapan holding industri tambang terhadap tata aturan perundang-undangan yang lainnya. Kurang lebih, terdapat 4 critical area yang bisa dilihat dari penerapan PP Holding Industri Tambang.

 

Pertama, wacana mengenai hilangnya kontrol Presiden dan DPR terhadap ketiga anggota holding yang sebelumnya merupakan BUMN. Menurut Pasal 4 ayat (4) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

 

Setelah pembetukan holding industri tambang maka terjadi perubahan, perusahaan induk holding yang akan mengatur dan mengontrol seluruh kepemilikan saham pada 3 perusahaan anggota holding. Dampaknya adalah penguasaan negara terhadap perusahaan anggota holding beralih ke Inalum, sehingga rawan terjadinya pengalihan saham anak perusahaan BUMN ke swasta atau asing karena tidak adanya pengawasan DPR.

 

Menjawab persoalan ini, Kementerian BUMN memastikan bahwa pembentukan holding tambang tidak merubah wewenang kontrol negara terhadap ketiga perusahaan anggota holding bekas BUMN meskipun statusnya bukan lagi perseroan.

 

“Segala hal strategis yang dilakukan oleh perusahaan anggota holding, semua tetap dalam kontrol negara, sama dengan sebelum menjadi anggota holding, termasuk yang terkait hubungan dengan DPR apabila akan diprivatisasi,” kata Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis BUMN, Hambra Samal.

Tags:

Berita Terkait