Alasan MK Pertegas Larangan PHK Karena Menikah Sesama Pekerja
Utama

Alasan MK Pertegas Larangan PHK Karena Menikah Sesama Pekerja

Pembatasan dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan tidak memenuhi syarat penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Sebab, tidak ada hak atau kebebasan orang lain yang terganggu oleh adanya pertalian darah atau ikatan perkawinan.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas larangan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan menikah sesama pekerja dan memiliki hubungan darah dalam satu perusahaan. Melalui putusan pengujian Pasal 153 ayat (1) huruf f UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimohonkan beberapa karyawan PLN, MK membatalkan frasa “…kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB)” dalam pasal itu.  

 

“Menyatakan frasa ‘kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama’ dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat’,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 13/PUU-XV/2017 di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/12/2017).

 

Baca Juga: Ketika PHK Akibat Perkawinan Sesama Pekerja Dipersoalkan

 

Dengan demikian, saat ini Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan secara keseluruhan berbunyi, “pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan... f. pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan.”

 

Artinya, setelah putusan MK ini diucapkan sesama pekerja boleh menikah dalam satu perusahaan tanpa PHK termasuk memiliki hubungan darah. Atau ke depan tidak boleh ada lagi perusahaan, dengan dalih diatur dalam PK, PP, PKB, mem-PHK pekerjanya karena alasan menikah atau memiliki hubungan darah dalam satu perusahaan.               

 

Sebelumnya, Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan berbunyi, “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: (f) pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.”

 

Mahkamah menilai Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan secara a contrario berarti mempersyaratkan pekerja/buruh tidak boleh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan dan hal itu sebagai dasar PHK terhadap pekerja yang bersangkutan. Aturan ini dinilai tak sejalan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 6 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.   

 

“Ketentuan a quo telah menjadikan sesuatu yang bersifat takdir sebagai syarat untuk mengesampingkan pemenuhan HAM dalam hal ini hak atas pekerjaan dan membentuk keluarga, sehingga tidak dapat diterima sebagai alasan yang sah dan konstitusional,” demikian bunyi salah pertimbangan MK.

Tags:

Berita Terkait