PP Jaminan Pensiun Harus Jadi Rujukan Batas Usia Pensiun
Berita

PP Jaminan Pensiun Harus Jadi Rujukan Batas Usia Pensiun

Agar peserta bisa langsung mendapat manfaat program Jaminan Pensiun (JP) ketika masuk usia pensiun.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menyoroti pelaksanaan program Jaminan Pensiun (JP) yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan. Anggota DJSN, Ahmad Ansyori mengatakan UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan manfaat JP diberikan kepada peserta yang masuk usia pensiun. Selaras itu, UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan JP paling lambat 1 Juli 2015.

 

Sesuai perintah UU SJSN, lalu pemerintah menerbitkan PP No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JP. Salah satu ketentuan yang termaktub dalam PP itu mengatur untuk pertama kali usia pensiun 56 tahun. Pada 1 Januari 2019 usia pensiun bertambah menjadi 59 tahun. Setiap kelipatan 3 tahun berikutnya usia pensiun bertambah 1 tahun sampai mencapai 65 tahun.

 

Ansyori melihat batas usia pensiun sebagaimana diatur PP JP itu belum jadi acuan pemangku kepentingan, terutama badan usaha. Itu terlihat dari batas usia pensiun yang diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB) belum sesuai PP JP. Usia pensiun yang ditetapkan dalam peraturan di tingkat perusahaan itu umumnya 55 tahun. Berarti ada jeda waktu bagi pekerja yang masuk usia pensiun untuk bisa mendapat manfaat JP.

 

“Kalau peserta pensiun di usia 55 berarti dia harus menunggu sampai usia 56 untuk mendapat manfaat JP. Jeda waktu itu semakin panjang karena setiap 3 tahun setelah 2019 batas usia pensiun bertambah 1 tahun sampai mencapai 65 tahun,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12). Baca Juga: Ada Peluang Menambah Program Kelima BPJS Ketenagakerjaan  

 

Persoalan itu membuat pelaksanaan program JP tidak sesuai dengan filosofi UU SJSN yakni mempertahakan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan penghasilan karena masuk usia pensiun. DJSN merekomendasikan kepada pemangku kepentingan baik pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat buruh di Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional (Tripnas) membahas lebih lanjut agar usia pensiun ditetapkan pada usia 56-59 tahun.

 

Sekjen OPSI, Timboel Siregar, melihat program JP yang telah berjalan lebih dari 2 tahun menghadapi berbagai persoalan. Mengenai kepesertaan, Perpres No. 109 Tahun 2013 tentang Pentahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial tidak mewajibkan pekerja yang bekerja di sektor kecil dan mikro untuk ikut menjadi peserta JP. Padahal, hampir 75 persen PPU non penyelenggara negara bekerja di sektor kecil dan mikro.

 

“Ini berarti amanat konstitusi yang menjadikan jaminan sosial sebagai hak konstitusional bagi seluruh pekerja belum terakomodir dalam regulasi teknis,” ujar Timboel.

Tags:

Berita Terkait