Sengketa Konsumen Properti Pulau Reklamasi Berbuntut Panjang
Berita

Sengketa Konsumen Properti Pulau Reklamasi Berbuntut Panjang

Karena pengelola properti pulau D akan dilaporkan ke Ombudsman RI dan menguji tafsir Pasal 45 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen ke MK. Sementara BPSK mengaku tidak bisa berbuat banyak karena terganjal aturan itu.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Sidang Perdana Sengketa Konsumen Pembeli Properti dengan PT KNI (tidak hadir) di BPSK. Foto: Istimewa
Sidang Perdana Sengketa Konsumen Pembeli Properti dengan PT KNI (tidak hadir) di BPSK. Foto: Istimewa

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) memutuskan gugatan konsumen properti di Pulau D bukan merupakan kewenangannya. Putusan ini pun berbuntut panjang karena para konsumen melalui salah satu kuasa hukumnya Rendy Anggara Putra mengkritik keras putusan tersebut.

 

Kepada Hukumonline, Rendy menilai seharusnya BPSK berani mengambil terobosan dengan memberi keputusan yang membela para konsumen properti di pulau reklamasi teluk Jakarta itu. Apalagi pihak pelaku usaha dalam kasus ini, PT Kapuk Naga Indah (KNI) secara jelas menunjukkan itikad tidak baik.

 

Salah satu contohnya pada persidangan pertama tidak ada perwakilan dari pihak PT KNI yang duduk sebagai Termohon. Dan pada persidangan kedua, memang ada perwakilan yang datang tetapi tidak bisa menunjukkan surat kuasa dari PT KNI. Kemudian pada persidangan ketiga perwakilan PT KNI hanya menjawab secara lisan dengan berkata tidak mempunyai masalah dengan konsumen.

 

"Kita keberatan dong, enggak bisa nih kita tetep minta selesaikan disini karena UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan pilihan sengketa itu, pilihan konsumen bukan pilihan pelaku usaha. Kita ribut lalu majelis hakim minta skors sidang, sampe dua kali. Akhirnya mereka memutuskan untuk ditutup. Alasannya pelaku usaha tidak bersedia, jadi BPSK tidak punya kewenangan melanjutkan," ujar Rendy, Selasa (2/1/2017).

 

Rendy menyayangkan putusan ini, apalagi menurutnya tidak ada aturan hukum jika pelaku usaha tidak bersedia bersengketa di BPSK, sehingga lembaga pemutus sengketa di luar pengadilan tersebut tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili. Ia menyebut hal ini sebagai preseden buruk karena memberi kesan tidak adanya tempat bagi para konsumen untuk mencari keadilan.

 

Saking kecewanya, Rendy akan melaporkan putusan ini kepada Ombudsman RI karena BPSK dianggap tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat. Yang pasti, ada sejumlah hal yang melatarbelakangi pelaporan tersebut nantinya.

 

"Pertama kami ajukan gugatan September, kemudian dia baru panggil kami sidang November itu melanggar karena harus 21 hari kerja setelah diterima gugatan. Itu udah dilanggar sama dia, kedua menutup sidang tanpa memeriksa dulu dokumen-dokumen, barang bukti alasan pelaku usaha tidak mau sengketa di BPSK, artinya dia pro pelaku usaha," tudingnya.

Tags:

Berita Terkait