Kepala BPHN Prof Enny Nurbaningsih: Menyoal Delik-Delik "Kontroversial" dalam RKUHP
Problematika RKUHP:

Kepala BPHN Prof Enny Nurbaningsih: Menyoal Delik-Delik "Kontroversial" dalam RKUHP

Pemerintah memastikan mendengar masukan semua pihak, termasuk mempertimbangkan putusan MK dan peraturan-peraturan lain, seperti Peraturan MA.

Oleh:
Novrieza Rahmi/Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Kepala BPHN Prof Enny Nurbaningsih di ruang kerjanya. Foto: NOV
Kepala BPHN Prof Enny Nurbaningsih di ruang kerjanya. Foto: NOV

Bila tak ada aral melintang, pengesahan Buku I dan II Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tinggal menunggu hitungan minggu. Pemerintah dan DPR menargetkan pembahasan rancangan pengganti Wetboek van Strafrecht peninggalan kolonial Hindia Belanda ini rampung dan segera "diketuk" pada Januari 2018.

 

Seperti diketahui, KUHP yang berlaku di Indonesia hingga saat ini merupakan KUHP warisan Belanda. Pasca Indonesia merdeka, terbit UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengubah Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh-Indie" menjadi "Wetboek van Strafrecht" (Staatsblad 1915 No.732).

 

UU ini sekaligus memberikan penyebutan "Wetboek van Strafrecht" ke dalam bahasa Indonesia, yaitu "Kitab Undang-undang Hukum Pidana". Selain itu, UU No.1 Tahun 1946 mengubah beberapa frasa dan penggunaan istilah Belanda, serta menjadi dasar pemberlakuan Wetboek van Strafrecht di tanah Jawa dan Madura, Indonesia.

 

Pemberlakuan KUHP di seluruh wilayah Indonesia baru mulai ditegaskan dalam UU No.73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah UU Hukum Pidana. Sebelumnya, terjadi dualisme di sejumlah wilayah di luar Jawa dan Madura.

 

Baca Juga: Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan RKUHP

 

Sejak era kemerdekaan, sejumlah pasal dalam KUHP telah mengalami perubahan dan penambahan. Beberapa UU pidana di luar KUHP pun muncul untuk menjawab perkembangan zaman. Dalam rangka melepaskan diri (dekolonikasi) dari KUHP peninggalan Belanda, upaya pembaharuan KUHP telah digagas dan dibahas sejak 1964.

 

Namun, upaya pembaharuan tersebut belum kunjung usai. Kini, pemerintah dan DPR tengah menggodok RKUHP. Sepanjang pembahasan RKUHP, berbagai catatan muncul. Bukan hanya dari Panitia Kerja (Panja) DPR, tetapi juga dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dan elemen masyarakat yang mengawal proses pembahasan RKUHP.

 

Institute fo Criminal Justice Reform (ICJR) memberikan catatan sekurangnya terhadap 29 isu dalam RKUHP. Antara lain, mengenai legalitas pemberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, kejahatan terhadap martabat Presiden, ideologi negara, penghinaan terhadap pemerintah, agama dan kehidupan beragama, contempt of court, tindak pidana perkosaan, zina, aborsi, dan sejumlah tindak pidana khusus.

Tags:

Berita Terkait