PP Baru, Pemerintah Tetapkan Surplus, Defisit dan Tingkat Likuiditas LPS
Berita

PP Baru, Pemerintah Tetapkan Surplus, Defisit dan Tingkat Likuiditas LPS

PP ini diterbitkan dalam rangka mengoptimalisasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto: www.lps.go.id
Foto: www.lps.go.id

Pada 4 Desember 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2017 tentang Surplus dan Tingkat Likuiditas Lembaga Penjamin Simpanan Serta Pinjaman Dari Pemerintah Kepada Lembaga Penjamin Simpanan. PP ini diterbitkan dalam rangka mengoptimalisasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) guna mendukung terpeliharanya stabilitas sistem keuangan.

 

Menurut PP ini, surplus LPS merupakan selisih lebih antara pendapatan dan beban LPS yang diakui berdasarkan metode akrual sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, dihitung setelah dikurangi pajak penghasilan.

 

“Surplus sebagaimana dimaksud diperoleh dari hasil kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun, yang dialokasikan sebagai berikut: a. 20% (dua puluh persen) untuk Cadangan Tujuan; dan b. 80% (delapan puluh persen) diakumulasikan sebagai Cadangan Penjamin,” bunyi Pasal 2 ayat (3) PP ini, seperti dilansir situs Setkab, Jumat (5/1).

 

Cadangan Tujuan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, digunakan untuk antara lain: a. pengeluaran modal LPS berupa penggantian atau pembaruan aktiva tetap yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun; dan b. pembelian perlengkapan kantor. Adapun Cadangan Penjaminan digunakan untuk menutup defisit yang timbul untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang LPS.

 

(Baca Juga: 3 Kewajiban Bank Sistemik Atasi Krisis Lewat Konsep Bail In)

 

Disebutkan dalam PP ini, dalam hal akumulasi Cadangan Penjaminan telah melebihi tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari total simpanan pada seluruh Bank, bagian surplus sebagaimana dimaksud merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

 

“LPS wajib menghitung dan menyetorkan PNBP sebagaimana dimaksud ke kas Negara paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya setelah tahun buku berakhir,” bunyi Pasal 4 ayat (4) PP ini.

 

Dalam hal LPS tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud LPS dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PNBP.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait