OJK Juga Wajibkan Fintech Peer to Peer Lending Laporkan Kredit Macet
Berita

OJK Juga Wajibkan Fintech Peer to Peer Lending Laporkan Kredit Macet

Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) efektif berjalan sejak Januari 2018. Setiap Lembaga Jasa Keuangan (LJK) termasuk pelaku fintech peer to peer lending diwajibkan lapor kepada SLIK OJK paling lambat 31 Desember 2022.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Diskusi OJK, dari kiri ke kanan, Analis Eksekutif Senior Grup Pengembangan SLIK Budi Maulana P, Depkom Pengawasan Perbankan Boedi Armanto, Kadep Pengelolaan Sistem Informasi Listyati Achwas, dan Kadep Perizinan dan Informasi Perbankan Ahmad Berlian di Gedung OJK, Jum'at (5/1). Foto: NNP
Diskusi OJK, dari kiri ke kanan, Analis Eksekutif Senior Grup Pengembangan SLIK Budi Maulana P, Depkom Pengawasan Perbankan Boedi Armanto, Kadep Pengelolaan Sistem Informasi Listyati Achwas, dan Kadep Perizinan dan Informasi Perbankan Ahmad Berlian di Gedung OJK, Jum'at (5/1). Foto: NNP

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal mewajibkan pelaku kegiatan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech peer to peer lending melaporkan data pengguna paling lambat 31 Desember 2022. Bila tidak melaporkan data pengguna atau nasabahnya, pelaku fintech dilarang mengakses Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik OJK.

 

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan I OJK, Boedi Armanto mengatakan pelaku fintech peer to peer lending dapat menjadi pelapor SLIK sebelum nantinya secara mandatory wajib melapor per 31 Desember 2022. Saat ini, pelaku fintech hanya diperbolehkan melaporkan data pengguna layanan peer to peer lending, khususnya pihak penerima pinjaman (borrower) ke dalam SLIK untuk memperkaya data credit rating yang sebelumnya dikenal dengan istilah ‘BI Checking’.

 

“Sekarang masih sukarela. Kita harapkan nanti tahun 2022 sudah bisa menjadi wajib ya,” kata Boedi dalam jumpa pers di gedung OJK menara Radius Prawiro, Jumat (5/1/2017). Baca Juga: Upaya Menutup Celah Agar Fintech Tak Berpraktik ‘Shadow Bangking’

 

Kehadiran fintech peer to peer lending, kata Boedi, masih terbilang baru dalam industri jasa keuangan tanah air. Akan tetapi, perkembangan jumlah pelaku fintech cukup pesat serta potensi pengguna atau nasabah menunjukkan perkembangan signifikan. Data OJK mencatat hingga saat ini terdapat 27 fintech peer to peer lending mengantongi izin. Selanjutnya, masih ada sekitar 32 perusahaan peer to peer lending lain masih dalam masa pendaftaran, yakni menunggu diberi izin oleh OJK. OJK memperikirakan ada sebanyak 28 fintech peer to peer lending (lagi) yang berminat mendaftar ke OJK.

 

Sementara itu, total pembiayaan yang dikucurkan fintech peer to peer lending hingga November 2017 telah mencapai Rp 2,26 triliun dengan total peminjam mencapai 290.335 orang atau pengguna. Dikatakan Boedi, OJK tidak hanya mewajibkan fintech peer to peer lending sebagai Pelapor dalam SLIK. Pasca peralihan dari Sistem Informasi Debitur (SID) yang menjadi kewenangan Bank Indonesia (BI) yang sistemnya telah dinonaktifkan sejak 31 Desember 2017 kemarin, seluruh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) nantinya secara mandatory diwajibkan menjadi Pelapor SLIK.

 

“Dulu itu [sewaktu masih SID] masih belum wajib, sekarang di SLIK kita wajibkan semua,” kata Boedi. Baca Juga: Sistem ‘BI Checking’ Resmi Beralih ke OJK Mulai 2018

 

Jumlah LJK yang telah menjadi pelapor SLIK per Desember 2017 berjumlah 1.648 yang terdiri Bank Umum, BPR, BPRS, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Jasa Keuangan Lainnya kecuali Lembaga Keuangan Mikro, dan koperasi simpan pinjam. OJK memprediksi jumlah pelapor mengalami peningkatan mengingat cakupan pelapor wajib SLIK akan lebih luas, yakni BPR, BPRS, dan perusahaan pembiayaan yang belum menjadi pelapor, wajib menjadi pelapor SLIK paling lambat 31 Desember 2018.

Tags:

Berita Terkait