Putusan-Putusan Pengadilan Terbaru Terkait Lingkungan Hidup yang Layak Diketahui
Utama

Putusan-Putusan Pengadilan Terbaru Terkait Lingkungan Hidup yang Layak Diketahui

Dalam pertimbangan, majelis hakim kembali menggunakan precautionary principle atau prinsip kehati-hatian.

Oleh:
Muhammad Yasin/AJI
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hutan. Foto: MYS
Ilustrasi hutan. Foto: MYS

Indonesia baru saja melewati Hari Perencanaan Gerakan 1 Juta Pohon, 10 Januari. Gerakan nasional ini mendorong orang untuk lebih peduli pada peran pohon dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Lalu, pernah Anda membaca atau mencermati putusan-putusan pengadilan berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup? Putusan pengadilan itu tak harus selalu mengenai aspek pidana lingkungan, tetapi juga mungkin yang masuk kamar tata usaha negara.

Misalnya, pada 21 Desember lalu, PTUN Jakarta menolak permohonan PT Riau Andalan Pulp and Paper terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. RAPP mengirimkan surat untuk membatalkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK 5322/MenLHK-PHPL/UPL.1/10/2017. Surat Keputusan ini membatalkan SK Menteri LHK tentang Pengesahan Rencana Kerja Usaha (RKU) PT RAPP Periode 2010-2019.

RAPP menggunakan mekanisme hukum fiktif positif dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. RAPP meminta Menteri mencabut SK tanggal 16 Oktober 2017. Permohonan itu berkaitan dengan masalah lingkungan hidup, khususnya pengelolaan lahan gambut. Bambang Hendroyono, Sekjen Kementerian LHK mengatakan SK RKU dibatalkan karena tidak sesuai dengan perlindungan dan pengelolaan lahan gambut. Salah satu tujuannya, kata Bambang seperti tertera dalam rilis Kementerian LHK, mencegah berulangnya kebakaran hutan dan lahan seperti yang terjadi pada tahun 2015, terutama yang diakibatkan oleh kerusakan ekosistem gambut. Dengan putusan itu, berarti pemohon wajib melakukan revisi.

Dalam putusan kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup, salah satu pertimbangan hakim yang menarik adalah penggunaan precautionary principle. Asas kehati-hatian ini sudah diadopsi dan dimasukkan dalam Pasal 2 huruf f UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(Baca juga: Sekali Lagi tentang Precautionary Principle, Pak Hakim!)

Selain putusan permohonan fiktif positif di atas, masih ada beberapa putusan yang relevan dengan masalah lingkungan. Inilah beberapa di antaranya.

Putusan MA No. 187/TUN/LH/2017

Mahkamah Agung telah menolak permohonan kasasi PT Kahatex, PT Five Star Textile Indonesia, PT Insansandang Internusa dan Bupati Sumedang. Ini berarti putusan judex facti berlaku. PTUN Bandung telah mengabulkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan LSM Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling) yang meminta pembatalan tiga Surat Keputusan Bupati Sumedang mengenai pemberian izin pembuangan limbah ke sungai Cikijing Kec Jatinangor Kabupaten Sumedang. Bupati Sumedang menerbitkan izin kepada perusahaan tergugat intervensi untuk membuang limbah cair ke Sungai Cikijing. Pengadilan tingkat banding (PTTUN Jakarta) menguatkan putusan PTUN Bandung, lalu Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan tergugat intervensi.

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyebut putusan Mahkamah Agung ini sebagai salah satu contoh putusan yang patut diapresiasi. Putusan ini ‘mengukuhkan preseden bahwa pemberian izin pembuangan air limbah wajib mempertimbangkan daya tamping beban pencemaran air (DTBPA). “Putusan Cikijing memberikan teguran keras bagi pemerintah untuk serius mempertimbangkan daya tamping dan daya dukung lingkungan hidup dalam pemberian perizinan,” demikian ICEL dalam pernyataan akhir tahunnya.

Tags:

Berita Terkait