Pemerintah Sepakat ‘Tidak Pecah-Pecah’ Saham atas 51 Persen Divestasi Freeport
Utama

Pemerintah Sepakat ‘Tidak Pecah-Pecah’ Saham atas 51 Persen Divestasi Freeport

Meskipun porsi kepemilikan saham pemerintah dibagi 41 persen untuk pemerintah pusat dan 10 persen untuk pemerintah daerah. Besaran saham ketika proses divestasi 51 persen milik PT Freeport Indonesia akan diatasnamakan pemerintah Indonesia, sehingga porsi kepemilikan Indonesia menjadi mayoritas.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Penandatanganan perjanjian pengambilalihan saham divestasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) di Aula Djuanda Mezzanine Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (12/1). Foto: NNP
Penandatanganan perjanjian pengambilalihan saham divestasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) di Aula Djuanda Mezzanine Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (12/1). Foto: NNP

Pemerintah Indonesia sepakat tidak melakukan pecah saham terkait divestasi 51% saham milik PT Freeport Indonesia. Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti melalui penandatanganan perjanjian pengambilalihan saham divestasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).

 

Berlokasi di aula Djuanda Mezzanine gedung Kementerian Keuangan, Jumat (12/1) siang, Menteri Keuangan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gubernur Papua, Bupati Mimika serta Direktur Utama PT Inalum telah resmi menandatangani perjanjian pengambilalihan divestasi saham PT Freeport. Dengan begitu, jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyepakati pembagian porsi saham PT Freeport dengan komposisi 41 persen untuk pemerintah pusat dan sisanya 10 persen milik pemerintah daerah.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perjanjian tersebut merupakan satu langkah dan strategis dalam pengambilan saham divestasi PT Freeport setelah dicapainya pokok-pokok kesepakatan antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport tanggal 27 Agustus 2017 lalu. Kata Ani –sapaan akrab Sri Mulyani-, perjanjian ini merupakan wujud semangat kebersamaan antara pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan BUMN dalam rangka pengambilalihan PT Freeport.

 

“Berdasarkan perjanjian ini, Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PT Freeport sebesar 10 persen sesudah divestasi. Porsi hak kepemilikan saham tersebut termasuk untuk kepentingan masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen,” kata Ani usai acara penandatanganan, Jumat (12/1).

 

Sebagai gambaran apa yang terjadi pada tanggal 27 Agustus 2017, waktu itu berlangsung pertemuan Tim Perundingan Pemerintah dengan PT Freeport di kantor Kementerian ESDM di Jakarta. Agenda yang dibicarakan adalah finalisasi kesepakatan yang telah dihasilkan dari serangkaian pertemuan sebelumnya. Pihak pemerintah, hadir Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, jajaran Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, serta wakil  dari beberpa Kementerian antara lain Kemenko Perekonomian, Kemenko Maritim, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian LHK, Kementerian BUMN, Sekretariat Negara, dan BKPM. Dari pihak Freeport, hadir President dan CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson dan direksi PT Freeport Indonesia.

 

Baca Juga:

· Holding BUMN Pertambangan ‘Modal’ Ambil Alih Divestasi Freeport

· Isu Monopoli dan Kepailitan di Tengah Holding BUMN Tambang

· Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU, PP Holding BUMN Pertambangan Digugat ke MA

 

Dalam pertemuan itu dicapai lima kesepakatan final. Satu, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dan PT Freeport berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK). Kedua, divestasi saham PT Freeport 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas tim dari Pemerintah dan PT Freeport. dan ketiga, PT Freeport membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau paling lambat selesai pada 2022, kecuali terdapat force majeur.

 

Selanjutnya, poin finalisasi kesepakatan yang keempat, stabilitas penerimaan negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport. Kelima, setelah PT Freeport menyepakati empat poin di atas, sebagaimana diatur dalam IUPK maka PT Freeport akan mendapatkan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga 2041.

Tags:

Berita Terkait