PPATK: Pengawasan Layanan Fintech Perlu Sinergi Lembaga Terkait
Berita

PPATK: Pengawasan Layanan Fintech Perlu Sinergi Lembaga Terkait

PPATK saat ini sedang merealisasikan kesepahaman bersama Bawaslu untuk melakukan monitoring dana bantuan parpol.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Pertemuan Tahunan PPATK bertajuk “Memperkokoh Sinergi, Memperkuat Indonesia” di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (16/1/2018).  Foto: AID
Pertemuan Tahunan PPATK bertajuk “Memperkokoh Sinergi, Memperkuat Indonesia” di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (16/1/2018). Foto: AID

Memasuki tahun 2018, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) masih menghadapi sejumlah tantangan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme terutama penggunaan financial technology (fintech) dalam setiap sistem transaksi keuangan.    

 

“Masih banyak tantangan yang perlu diwaspadai, baik dari sisi pencegahan maupun pemberantasan. Salah satunya, tantangan TPPU menggunakan fasilitas teknologi berupa fintech,” ujar Kepala PPATK Kiagus Badaruddin dalam Pertemuan Tahunan PPATK 2018 bertajuk “Memperkokoh Sinergi, Memperkuat Indonesia” di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, Selasa (16/1/2018).

 

Kiagus menjelaskan fintech memiliki sisi yang perlu diperhatikan agar tidak mendiskrupsi kestabilan sistem keuangan yang bebas dari pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berdasarkan riset PPATK, layanan fintech rawan disusupi pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sebab, layanan fintech masih dalam proses identifikasi (uji coba) dan verifikasi penyelenggara jasa yang memang belum berjalan sepenuhnya.

 

Selain itu, penggunaan virtual currency (Bitcoin) juga hal-hal yang perlu diantisipasi. Apalagi, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan larangan penggunaan virtual currency dalam layanan fintech. Karena itu, standarisasi program anti pencucian uang dan pendanaan terorisme bagi layanan fintech masih perlu disinergikan dengan lembaga terkait, seperti BI, OJK, aparat penegak hukum, pihak pelapor, semua pemangku kepentingan.  

 

“PPATK bersama dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur (Bank Indonesia, OJK) akan membentuk Forum Koordinasi untuk percepatan penetapan pengaturan dan pengawasan fintech,” kata Kiagus mencontohkan.

 

Baginya, lemahnya identifikasi layanan fintech terkait transaksi keuangan memiliki kecenderungan menyimpang (TPPU) baik terkait transaksi self based identification (berdasarkan identifikasi sendiri) maupun transaksi enforcement based identification (berdasarkan identifikasi penyidik atas dugaan terjadinya pidana asal. Hal ini menyebabkan terbukanya peluang bagi para pelaku TPPU dan pendanaan terorisme untuk melakukan penyimpangan melalui fasilitas-fasilitas industri keuangan.

 

Sebab, sistem keuangan saat ini “bermetamorfosa” sedemikian cepat dengan meninggalkan metode dan sistem konvensional dalam operasionalnya. Diawali dengan pola pencucian uang melalui transaksi tunai. Lalu, berubah lebih sophisticated dengan menggunakan information technology. Apalagi, saat ini terdapat kecenderungan masuk pada era peer to peer transaction dalam fintech ecosystem.  (Baca juga: OJK Wajibkan Fintech Peer to Peer Lending Laporkan Kredit Macet)

Tags:

Berita Terkait