Indira Yustikania: Lawyer Harus Jeli Ambil Peluang di Era Ekonomi Digital
Berita

Indira Yustikania: Lawyer Harus Jeli Ambil Peluang di Era Ekonomi Digital

Industri tumbuh lebih dinamis dibandingkan regulasi yang menjadi payung hukum atas kegiatan atau model bisnis pelaku usaha menjadi tantangan sekaligus peluang manis yang mesti dimanfaatkan dengan baik oleh pengacara.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Partner Assegaf Hamzah & Partner (AHP) Indira Yustikania. Foto: www.ahp.co.id
Partner Assegaf Hamzah & Partner (AHP) Indira Yustikania. Foto: www.ahp.co.id

Industri digital yang berkembang pesat dan merambah ke sektor perdagangan hingga jasa keuangan menjadi pangsa pasar menarik bagi kalangan advokat (lawyer). Tumbuh pesat kira-kira tiga tahun ke belakang, firma-firma hukum pun mulai merambah masuk menangani pekerjaan jasa hukum di bidang ekonomi digital.

 

Fenomena yang ditandai dengan kemunculan beberapa pemain dalam industri perdagangan elektronik (e-commerce) semakin berkembang setelah metode pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money) diperkenalkan sekira tahun 2007 oleh para pelaku dalam industri jasa keuangan. Keadaan semakin dinamis ketika sejumlah perusahaan digital kemudian mulai mengembangkan layanan transportasi berbasis aplikasi online. Belum selesai disitu, perusahaan digital yang memberi layanan bidang finansial atau dikenal teknologi finansial (fintech) muncul di tengah persaingan industri jasa keuangan formal.

 

Menariknya, di tengah kemunculan para pemain digital pada industri masing-masing boleh dikatakan tidak terlepas dari campur tangan para corporate lawyer. Peran mereka cukup besar dari A sampai Z, mulai dari proses pendirian perusahaan, pengurusan izin-izin, hingga penyusunan skema bisnis perusahaan digital. Tak kalah penting, para pengacara korporasi ini pun biasanya dimintai pendapat hukumnya terkait aspek hukum atas kucuran yang diterima perusahaan digital dari investasi yang diberikan misalnya para angle investor.

 

Partner dari firma hukum Assegaf Hamzah & Partner (AHP), Indira Yustikania menuturkan, pada awal-awal industri mulai berkembang, pengacara dituntut bekerja dan berpikir lebih keras untuk memastikan paling tidak model bisnis yang dijalankan kliennya tidak “menabrak” aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pasalnya, sewaktu industri baru mulai tumbuh, lazimnya pengaturan atau payung hukum yang mendasari kegiatan pelaku usaha tersebut biasanya masih dalam proses kajian. Bahkan, aturannya belum terbit padahal kegiatan si pelaku usaha telah lebih dulu berjalan.

 

“Dulu itu masih mengira-ngira, menganalisa semua peraturan yang ada, kita bantu jalan dengan bisnis model supaya tidak bertentangan dengan peraturan yang ada,” kata Indira ketika berbincang dengan Hukumonline beberapa waktu lalu. Baca Juga: Era Ekonomi Digital dan Tantangan Menghadirkan Barang Bukti Digital di Pengadilan

 

Lantas, kesulitan seperti apa dan bagaimana cara mencari jalan keluar yang harus dilakukan? Kepada Hukumonline, alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) itu pun bersedia berbincang santai sembari memberikan sedikit tips bagaimana mestinya mencari jalan keluar ketika membantu klien yang memiliki model bisnis baru dan belum pernah ada sebelumnya di Indonesia. Pengalaman Indira membantu klien baik pelaku e-commerce hingga penyelenggara fintech, secara prinsip tidak jauh berbeda metodenya. Untuk lebih jelasnya, simak petikan wawancaranya dengan Hukumonline:

 

Berdasarkan pengalaman, tantangan seperti apa yang sering dihadapi?

Kalau perusahaan domestik mungkin nggak terlalu masalah, tidak terlalu banyak. Tapi kalau yang ada pemegang (saham) asing, kita melihat ada berbagai isu. Pertama, secara umum kalau perusahaan yang punya asing ada izin investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), kecuali BKPM tidak menerima pengalihan kewenangan dari kementerian terkait.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait