Kegagalan MA Memastikan Kepatuhan Penegak Hukum dan Hakim Terhadap Perma Tipiring
Kolom Arsil

Kegagalan MA Memastikan Kepatuhan Penegak Hukum dan Hakim Terhadap Perma Tipiring

Sebuah anotasi putusan.

Oleh:
Arsil
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Seorang terdakwa kasus pencurian mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Sebelumnya ia diputus bersalah melakukan pencurian (biasa) yang diatur dalam Pasal 362 KUHP atas sebuah alat cat semprot seharga Rp200.000 oleh pengadilan negeri dan dijatuhi penjara 1 bulan 10 hari.

 

Alasan kasasi yang diajukannya cukup menarik. Ia pada dasarnya tidak menyanggah bahwa ia bersalah, namun mendalilkan bahwa pengadilan negeri dan pengadilan tinggi telah salah dalam menerapkan hukum dan melanggar hukum yang berlaku karena berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2012 perkaranya seharusnya diadili dengan Acara Cepat karena tergolong tindak pidana ringan, yaitu Pencurian Ringan (364 KUHP).

 

Selain itu ia juga mempermasalahkan tindakan penyidik, penuntut umum dan pengadilan yang mengenakan penahanan kepadanya padahal berdasarkan Perma tersebut maka perkaranya tergolong perkara yang tidak dapat dikenakan penahanan. 

 

Berikut lengkapnya alasan kasasi dari Pemohon/Terdakwa dalam perkara ini:

  1. Bahwa, sebagaimana dalam Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum telah diuraikan terjadiya tindak pidana Pencurian dengan nominal kerugian Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah);
  2. Bahwa, seyogyanya Pengadilan Negeri Gresik dalam memeriksa perkara a quo berdasar pada PERMA RI No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Dendam dalam KUHAP;
  3. Bahwa, selama Pemeriksaan Persidangan di Pengadilan Negeri Gresik, Terdakwa tetap dilakukan Penahanan sampai dengan adanya Putusan, bahwa Pengadilan Negeri Gresik telah melanggar hak-hak Terdakwa yang seharusnya diperiksa dengan acara Pemeriksaan Ringan dan tidak dilakukan Penahanan;
  4. Bahwa, Judex Factie seharusnya memberkan pertimbangan hukum dengan memasukkan Pasal 364 KUHP sebagaimana PERMA RI tersebut, sehingga mekanisme pemeriksaan persidangan terhadap perkara ini tidak berlarut dan sesuai dengan rasa keadilan yang diharapkan oleh Mahkamah Agung RI;
  5. Bahwa, Memori Kasasi ini dibuat dan disampaikan agar dapat diterapkannya PERMA RI No. 2 Tahun 2012 tersebut di atas sebagaimana mestinya, dan semoga Peradilan dapat melaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
  6. Bahwa, dalam Pertimbangan Hukum tersebut, Hakim telah lalai memenuhi syarat–syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang–undangan dalam hal hukum pembuktian yang seharusnya diterapkan dalam pemeriksaan untuk dapat memenuhi kebenaran formil sehingga akibat kelalaiannya tersebut menyebabkan Putusan Judex Factie Pengadilan Tinggi Surabaya a quo  harus dibatalkan;

 

Sebuah permasalahan hukum yang menurut saya sangat penting, bagaimana jika suatu perkara yang seharusnya diadili dengan acara cepat namun diadili dengan acara biasa, sementara proses tersebut telah lewat, serta sebelumnya ia dikenakan penahanan padahal seharusnya tidak bisa. Yang tak kalah pentingnya juga adalah, bagaimana sikap Mahkamah Agung jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pengadilan tingkat pertama atau banding atas kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung itu sendiri. 

 

Membaca perkara ini saya sangat berharap Mahkamah Agung memberikan jawaban yang memuaskan. Mungkin terhadap perkara itu sendiri ya sudah lah, nasi sudah menjadi bubur. Tentu tak efisien juga jika Mahkamah Agung kemudian membatalkan putusan judex facti tersebut dengan menggunakan alasan cara mengadili yang dilakukan oleh judex facti salah, sebagaimana diatur dalam pasal 253 ayat 1 huruf b yang berdasarkan pasal 255 ayat (2) KUHAP perkara tersebut harus diperiksa dan diputus ulang oleh judex facti.

 

Akan tetapi setidaknya Mahkamah Agung dapat memberikan penegasan dalam pertimbangannya bahwa perkara tersebut seharusnya diperiksa dan diadili sesuai dengan Perma No. 2 Tahun 2012 tersebut dan memberikan penegasan bahwa dalam perkara semacam ini seharusnya pengadilan negeri tidak mengenakan penahanan terhadap terdakwa. Sikap Mahkamah Agung seperti ini penting agar peraturan atau kebijakan yang telah Mahkamah Agung terbitkan sendiri benar-benar dipatuhi oleh para hakim. 

Tags:

Berita Terkait